Tiongkok dan AS Masih Jadi Pemberi Sentimen Negatif Utama Pada Gejolak Finansial Global

1092

Bank Dunia untuk Asia Pasifik dan Timur memprediksi kelesuan ekonomi dan guncangan sektor keuangan masih akan membayangi kawasan Asia Timur dalam beberapa tahun mendatang. Salah satu yang menjadi perhatian utama Bank Dunia saat ini adalah perekonomian Tiongkok, yang diramalkan akan terus melambat hingga 2017 mendatang setelah diyakini tumbuh 7 persen pada tahun 2015 ini, meski terlihat cukup mustahil. Pasalnya, karena perlambatan di Tiongkok, maka pertumbuhan negara-negara berkembang di Asia Timur melemah karena tengah berupaya mendapatkan keseimbangan dan kemungkinan normalisasi kebijakan suku bunga The Fed AS.

Menurut Bank Dunia, perlambatan ekonomi yang akan terjadi di Tiongkok pada 2016-2017 mendatang merupakan dampak upaya otoritas terkait di negara tersebut mengendalikan dan menangani resiko penurunan ekonomi. Kebijakan stabilisasi ekonomi Tiongkok yang tengah menjadi sorotan saat ini adalah pemangkasan utang negara, pelarangan menabung di luar sistem perbankan, dan serta memperbesar peran negara dalam sistem keuangan. Harus dipahami bahwa jika pertumbuhan Tiongkok semakin melambat, maka dampaknya dapat dirasakan di seluruh kawasan, terutama di negara-negara yang terhubung dengan Tiongkok melalui perdagangan, investasi dan pariwisata.

Namun demikian, gejolak finansial global yang diprediksi oleh Bank Dunia ini tidak hanya mempertimbangkan faktor dari Tiongkok, pasalnya Bank Dunia juga turut memperhitungkan pula rencana The Fed AS yang akan menaikkan suku bunga acuannya dalam beberapa bulan ke depan. Meski kenaikan suku bunga tersebut telah diantisipasi, dan diharapkan berlangsung secara teratur, tetap tetap akan ada resiko pasar yang dapat bereaksi terhadap pengetatan tersebut, yang dapat menyebabkan depresiasi mata uang, meningkatnya perbedaan imbal hasil, surat utang negara, berkurangnya aliran dana dan pengetatan likuiditas.

Faktor-faktor tersebutlah yang diperkirakan dapat menimbulkan guncangan finansial dalam jangka pendek. Namun, Bank Dunia menilai semua hal tersebut sebagai penyesuaian yang diperlukan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dalam jangka panjang. Axel van Trotsenburg, Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik menilai melambatnya ekonomi China ditandai dengan bergesernya struktur ekonomi Negeri Tirai Bambu, dari yang sebelumnya mengandalkan industri kini lebih berorientasi pada konsumsi domestik dan sektor jasa. Kondisi tersebt terlihat jelas dari rilis PMI manufaktur Tiongkok yang menunjukkan kinerja memburuk pada bulan lalu. (Lihat juga: Kinerja Manufaktur Tiongkok Versi Pemerintah Meradang)

Seperti diketahui, sampai saat ini pemerintah Tiongkok bekum juga merevisi proyeksi pertumbuhan negaranya di tahun ini dengan masih mematok angka pada kisaran 7 persen. Jika target pertumbuhan tersebut dapat dicapai pada tahun ini, maka negara-negara berkembang lainnya di Asia Timur diramalkan Bank Dunia hanya akan tumbuh 4,6 persen pada 2015. Indonesia, bersama negara-negara produsen komoditas lainnya seperti Malaysia dan Mongolia diyakini juga akan terkena imbasnya. Penurunan harga komoditas menyebabkan perekonomian ketiga negara ini akan tumbuh perlahan dan berakibat pada menurunnya pendapatan negara. Sedangkan negara-negara importir komoditas akan bertahan stabil, bahkan tumbuh. Vietnam, misalnya, diharapkan tumbuh 6,2 persen pada 2015 dan 6,3 persen pada 2016.

 

 

 

Stephanie Rebecca/VM/BNV/ Analyst at Vibiz Research Center
Edior: Asido Situmorang

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here