Perlambatan Ekonomi Tiongkok Ancam Negara Berkembang Asia Tenggara

757

Perlambatan ekonomi Tiongkok yang sudah terjadi dalam beberapa waktu terakhir diprediksi akan memberi dampak negatif pada kondisi perekonomian negara-negara berkembang atau emerging market termasuk Indonesia. Melambatnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok diprediksi akan membuat para pengambil kebijakan di Indonesia lebih seksama dalam menganalisa putusan yang ditetapkan. Terlebih lagi Indonesia dan Tiongkok memiliki hubungan dagang yang cukup besar, baik dalam ekspor maupun impor. Demikian juga dengan sebagian negara-negara Asia Tenggara juga diperkirakan akan lebih rentan dari yang lain terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi di Tiongkok. Hal ini tidak mengejutkan, mengingat sudah 15 tahun terakhir ini, Tiongkok telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari rantai pasokan produsen Tiongkok.

Meski akan berdampak negatif, perlambatan ekonomi Tiongkok diyakini tidak akan memberi tekanan seperti krisis parah yang terjadi pada tahun 1997 silam. Ini lantaran sebagian besar ekonomi Asia Tenggara saat ini telah memiliki penyangga fiskal yang memadai untuk mengehadapi penurunan. Masih di pekan ini, pertumbuhan ekonomi Tiongkok di sepanjang kuartal III-2015 dilaporkan mengalami penurunan ke level 6,9 persen, turun jika dibandingkan realisasi kuartal sebelumnya yang menyentuh 7 persen, dan laju pertumbuhan pada Q3 lalu adalah yang terendah sejak terakhir kali tercatat pada Q1-2009. (Lihat juga: Diluar Dugaan PDB Q3 Tiongkok Bukukan Pertumbuhan Lebih Tinggi Dari Prediksi)

Pada saat yang bersamaan, Badan Statistik Tiongkok juga mengeluarkan data produksi pabrik-pabrik di Tiongkok pada September yang naik 5,7 persen, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Belanja sektor ritel juga tercatat naik 10,9 persen. Sementara itu, di sepanjang periode Januari-September 2015, laju investasi aset tetap Tiongkok bukukan pertumbuhan yang melambat yaitu sebesar 10,3 persen (yoy) atau tercatat lebih lambat dari pertumbuhan yang diharapkan ekonom sebelumnya yaitu sebesar 10,8 persen. Sebagai informasi saja, laju pertumbuhan investasi aset tetap Tiongkok di sepanjang 9 (sembilan) bulan terakhir ini adalah yang terendah sejak terakhir kali tercatat pada tahun 2000 silam. (Lihat juga: Output Industri Tiongkok Lagi-Lagi Tergelincir, Bisnis Ritel Tetap Tumbuh)

Seperti diketahui, Tiongkok merupakan pasar ekonomi terbesar kedua setelah Amerika Serikat (AS) yang kini tengah mengalami perlambatan pertumbuhan akibat sejumlah faktor meliputi pelemahan angka penjualan rumah hingga besarnya hutang pemerintah. Meski begitu, sejumlah pihak meyakini pemerintah Tiongkok masih dapat mempertahankan angka pertumbuhan ekonomi di kuartal IV mendatang di kisaran 6,8 – 6,9 persen asalkan bank sentral bersedia memotong suku bunga sebesar 25 basis poin, serta menurunkan lagi jumlah cadangan devisa. Hal tersebut sangat diharapkan para ekonom untuk mencegah perlambatan ekonomi Tiongkok turun lagi menjadi 6,7 persen pada kuartal I-2016 mendatang.

 

 

 

 

Stephanie Rebecca/VM/BNV/ Analyst at Vibiz Research Center
Edior: Asido Situmorang

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here