(Vibiznews – Economy) – Pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat memang melambat, tetapi tidak mungkin turun ke level yang akan menyebabkan resesi, kata mantan Pimpinan Federal Reserve AS Janet Yellen di Hong Kong, Senin (26/3)
“Saya tidak melihat resesi di AS sebagai yang mungkin terjadi. AS memang jelas mengalami perlambatan pertumbuhan dan itu adalah sesuatu yang sudah lama diperkirakan,”kata Yellen di acara Credit Suisse forum on Asian investment, demikian dilansir dari South China Morning Post (26/3).
Ekonomi AS tumbuh lebih dari 3 persen tahun lalu karena stimulus besar fiskal AS, sinkronisasi dengan pertumbuhan global, dan kondisi finansial yang sangat akomodatif. Tetapi faktor-faktor itu diperkirakan tidak akan bertahan lama, kata Yellen. Dampak positif dari stimulus fiskal telah memudar secara substansial, sementara kondisi keuangan telah semakin ketat memperketat dan prospek pertumbuhan global lebih lemah dari sebelumnya.
“Prakiraan dari pertemuan komite the Fed menunjukkan pertumbuhan (ekonomi) akan melambat menjadi mendekati 2 persen, yang dekat dengan potensi tingkat pertumbuhan output di AS. Itu bukan situasi yang berbahaya,” tambah Yellen.
Secara historis, penyebab resesi AS adalah ketidakseimbangan finansial yang menyebabkan “bubble“, seperti yang terjadi dalam krisis keuangan global 2008-09. Namun, sistem keuangan saat ini tidak menunjukkan tanda-tanda yang bisa menyebabkan guncangan seperti itu, tambahnya.
Penyebab lain dari merosotnya perekonomian AS di masa lalu adalah ketika inflasi naik ke tingkat yang sangat tinggi, memaksa Federal Reserve AS untuk mengetatkan kebijakan secara signifikan dalam periode waktu singkat. Dalam situasi ini ekonomi jadi overheated, inflasi terlalu tinggi, dan Federal Reserve AS memperketat kebijakan ke tingkat yang menyebabkan ekonomi tersandung dan kemudian jatuh ke dalam resesi, kata Yellen.
Tetapi lingkungan inflasi saat ini sangat berbeda, dengan inflasi yang hampir 2 persen – hanya sedikit berbeda dari target Federal Reserve AS.
“Kita memiliki The Fed yang berkomitmen untuk menjaga dan memperluas ekspansi (ekonomi) dan tidak melihat lingkungan inflasi saat ini sebagai sesuatu yang membutuhkan respon pre-emptive,” kata Yellen. “Jadi saya tidak berpikir The Fed akan memiliki jari yang menyebabkan resesi dalam waktu dekat.”
Komentar Yellen mengiyakan pendapat Charles Evans, Presiden Federal Reserve Chicago, yang mengatakan sebelumnya pada Senin bahwa pertumbuhan ekonomi AS tetap kuat meskipun telah melambat.
Evans menempatkan kemungkinan resesi AS tidak lebih dari 25 persen, yang katanya “tidak luar biasa”.
Kepercayaan yang ditampilkan dalam komentar oleh Yellen dan Evans sangat kontras dengan sentimen di antara market trader dan fund managers, demikian dilansir dari South China Morning Post (26/3).
Analis Vibiz Research Center melihat Yellen, yang pernah menjadi pelaku pembuat kebijakan moneter di Amerika, sebagai Chair dari Federal Reserve, tentunya memahami kedalaman dan dinamika dari industry finansial di AS. Pendapatnya yang mengandung insights layak disimak dan dipelajari lebih lanjut, sebagai perbandingan pandangan para trader yang acapkali terburu-buru dan bahkan spekulatif.
Namun demikian, setidaknya ada satu kesamaan pandangan bahwa ekonomi Amerika saat ini sedang mengalami risiko pelambatan pertumbuhan. Lalu, apakah ini akan memberi tekanan turun kepada perekonomian global, mengingat AS sebagai motor ekonomi terbesar kedua di dunia? Bisa jadi. Bagaimanapun, ini patut dijaga pengaruhnya kepada ekonomi domestik Indonesia, terutama kaitannya dengan kinerja ekspor serta pergerakan pasar uang dan modal kita.
Alfred Pakasi/VBN/MP Vibiz Consulting Group
Editor: Asido