Pasar Properti Banyak Negara Berkembang Disinyalir dalam Zona Bahaya

1144

(Vibiznews – Property) – Kekhawatiran terhadap prospek pertumbuhan ekonomi global dan kisruh perang perdagangan AS – China mengancam akan mengganggu peluang rebound di pasar negara berkembang pada tahun 2019. Pasar properti sekarang menjadi elemen penting untuk memantau tanda-tanda kesuraman ekonomi lebih lanjut di berbagai negara, demikian sinyalemen dari Bloomberg Rabu (08/05).

Menurut rilis Bloomberg, beberapa negara berkembang dari Thailand ke Dubai sampai Brasil menghadapi penurunan penjualan real estate sampai sebesar dua digit menyusul pelemahan pertumbuhan ekonomi domestik. Negara-negara maju juga telah menunjukkan jatuh sakitnya sektor properti mereka – termasuk Australia, Inggris, Swiss dan Singapura – dan semakin mengkhawatirkan situasi karena –di sisi lain- biaya pinjaman tetap relatif rendah.

“Ada aneka faktor yang dapat memengaruhi berbagai pasar; real estat cenderung sebagai pasar yang bersifat lokal, “kata Head of fixed-income research di Bank of Singapore Ltd.” Namun, satu-satunya tema saat ini adalah perlambatan momentum pertumbuhan ekonomi, yang terus menjadi angin ribut bagi semua pasar dan mencegah datangnya pemulihan pasar, seperti Dubai, yang telah menghadapi penurunan (downturns) bertahun-tahun ke ke belakang.”

Berikut ini ditunjukkan perkembangan terkini beberapa pasar properti negara berkembang, khususnya untuk kawasan Asia, sebagaimana dikutip dari Bloomberg (08/05).

CHINA

Pertumbuhan harga rumah baru di China belakangan ini telah mengakhiri penurunan selama empat bulan beruntun, salah satu indikasi resmi pertama akan kemungkinan pemulihan luas di pasar perumahan. Pemulihan disebutkan lebih nyata di kota-kota Tier 2 dan Tier 3, di mana pemerintah daerah berupaya menggunakan apa yang disebut pelonggaran tersembunyi untuk mengimbangi berkurangnya dukungan proyek renovasi kota kumuh. Investor juga sedang menilai dampak dari masalah finansial besar baru-baru ini pada beberapa entitas real estat China, termasuk Citic Guoan Group Co dan Goocoo Investment Co.

 

THAILAND

Bank of Thailand mengeluarkan rencana pada Oktober lalu untuk memberlakukan aturan pinjaman KPR  yang lebih ketat pada tahun 2019 karena mereka melihat pasar perumahan mulai menggelembung ke depannya. Hal itu dikeluarkan untuk menjaga perencanaan pembangunan perumahan, dengan prospek pertumbuhan global yang semakin suram turut menekan. Colliers International mengatakan dalam laporan kuartal keempatnya bahwa kondominium baru kemungkinan akan turun 24 persen tahun ini karena properti yang tidak terjual telah menumpuk. Sementara itu, Bloomberg Economics melihat minat investor Tiongkok tetap masih di bawah permintaan.

 

INDONESIA

Pasar properti di ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini sedang berada dalam masa sulit, dengan penjualan properti hunian yang mengalami kontraksi 5,78 persen pada kuartal keempat 2018 dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya, menurut data bank sentral (BI). Fitch Ratings menunjukkan bahwa kenaikan suku bunga, volatilitas mata uang, harga komoditas yang lemah dan pemilu yang memanas telah menekan permintaan semester pertama 2019. Dalam laporan tanggal 24 April lalu, Fitch Ratings menyatakan bahwa ketidakpastian pasca pemilu kemungkinan akan memiliki “dampak minimal dalam jangka menengah pada eksekusi infrastruktur dan profitabilitas kontraktor,” dengan anggaran 2019 (APBN) telah memprioritaskan pembangunan sektor tersebut.

 

INDIA

Tujuh kota top di India mencatat peningkatan penjualan rumah sebesar 12 persen dan lonjakan 27 persen dalam peluncuran perumahan selama kuartal pertama 2019, menurut Anarock Property Consultants. Sementara sektor ini telah dilanda krisis likuiditas di akhir tahun lalu, langkah-langkah pemerintah, termasuk pengurangan pajak penjualan dan penurunan suku bunga bank sentral, telah mendongkrak penjualan yang diluncurkan pada Maret lalu. Kepercayaan investor sempat diguncang tahun lalu oleh serangkaian wanprestasi di IL&FS Group, yang telah mendorong biaya kredit konsumen, termasuk kredit kontraktor yang ingin melakukan refinancing di tengah booming konstruksi.

 

Analis Vibiz Research Center melihat bahwa ancaman meningkatnya risiko di sektor properti agaknya melanda cukup merata di berbagai negara berkembang di dunia. Itu terjadi di kawasan Asia, Amerika Latin, Eropa, dan lainnya. Suramnya prospek ekonomi global, ditambah dengan memanasnya lagi perang dagang, telah menjadi faktor utama penekan berkembangnya pasar properti di banyak negara.

Hal yang kurang lebih sama juga terjadi di negeri kita, Indonesia. Malahan, untuk kita ditambah lagi dengan situasi politik yang memanas, termasuk dengan gunjang-ganjing politik paska pelaksanaan pemilu, yang sebenarnya telah berlangsung sukses dan aman serta mendapat apresiasi dari banyak negara lain. Walaupun demikian, sejumlah real demand tetap terlihat pada pasar hunian menengah bawah dan kecil. Tentunya juga harus disertai dengan sejumlah inovasi produk dan program dari pihak pengembang maupun kreditur untuk menggaet minat pasar kaum milenial.

 

Alfred Pakasi/VBN/MP Vibiz Consulting

Editor: Asido

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here