(Vibiznews – Bonds) – Harga obligasi rupiah Pemerintah Indonesia jangka panjang 10 tahun terpantau terkoreksi satu minggu belakangan ini, sebagaimana terlihat dari pergerakan naik imbal hasil (yield) obligasi, dari posisi 6,165% pada 5/2 menjadi 6,241% pada 11/2 sebelum libur nasional Imlek. Pergerakan ini menunjukkan obligasi Pemerintah dilepas investor sebagian di tengah naiknya preferensi risiko terutama pada bursa saham oleh ekspektasi segera diluncurkannya stimulus fiscal di AS dan sejumlah negara lainnya.
Pasar juga melihatnya sepinya sentimen lainnya dengan adanya libur Imlek, dimana sejumlah bursa kawasan Asia Timur cenderung libur panjang, sehingga sebagian investor memilih mengamankan posisinya.
Analis Vibiz Research Center melihat untuk IHSG di hari terakhir perdagangan terakhir Kamis (11/2) terpantau menguat 0,33% atau 20,693 poin ke level 6.222,521, sedangkan bursa saham kawasan Asia umumnya bergerak terbatas di tengah liburnya pasar kawasan Asia Timur sementara Dow Jones ditutup dalam rekor. IHSG dalam seminggu menguat signifikan 1,15%. Sedangkan, rupiah menguat 0,07% atau 10 poin ke level Rp 13.972, atau dalam seminggu menguat 0,41% atau 58 poin.
Menurut data per Kamis, tingkat yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun: 6,241%; tenor 5 tahun naik ke 5,313%; dan tenor 30 tahun naik ke 7,079%. Menunjukkan harga SBN cenderung melemah sepanjang minggu.
Sebagaimana diketahui, yield menjadi acuan keuntungan investor di pasar surat utang dibanding harga karena itu sudah mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka. Kenaikan yield menunjukkan turunnya harga obligasi pemerintah karena gerak antara yield dan harga obligasi berlawanan. Harga obligasi yang turun mencerminkan risiko tinggi, maka yield akan naik. Sebaliknya, yield turun mencerminkan harga obligasi yang naik.
Alfred Pakasi/VBN/MP Vibiz Consulting
Editor: Asido



