Peer to Peer Lending serta Aspek Pajak Penghasilan bagi Pemberi Pinjaman

640

(Vibiznews – Economy & Business) – Perkembangan teknologi informasi menjadikan inovasi keuangan berbasis teknologi (financial technology) meningkat pesat. Inovasi tersebut hadir sebagai layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi (peer to peer lending).

Jasa peer to peer lending dinilai menjadi terobosan untuk mengatasi sistem permodalan yang belum bisa terjangkau lembaga keuangan resmi seperti perbankan. Seiring berjalannya waktu, layanan peer to peer lending ini dapat terus berkembang dan semakin mudah diakses oleh masyarakat.

Perkembangan layanan peer to peer lending tentu tidak luput dari pantauan dan pengaturan pemerintah. Selain dari sisi keberlangsungan bisnis, ketentuan terkait dengan aspek perpajakan pun dapat diundangkan. Lalu, apakah itu peer to peer lending? Mari kita pelajari lebih lanjut.

Mari Kenal Peer to Peer Lending

Aturan terkait peer to peer lending terdapat dalam beberapa peraturan, di antaranya ialah Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.77/POJK.01/2016 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.69/PMK.03/2022.

Sesuai dengan Pasal 1 Angka 3 POJK 77/2016, peer to peer lending ialah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman untuk melaksanakan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik yang menggunakan akses internet.

Pada pasal 1 angka 12 PMK 69/2022 menjelaskan peer to peer lending sebagai penyelenggaraan layanan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman untuk melakukan perjanjian pinjam meminjam langsung menggunakan sistem elektronik dengan jaringan internet, termasuk juga dengan penerapan prinsip syariah.

Tiga Pihak dalam Peer to Peer Lending

Pertama, Platform peer to peer lending sebagai perantara yang menyatukan pemberi pinjaman dan debitur/borrower, melakukan verifikasi kredibilitas debitur/borrower, membantu dalam pengumpulan kredit, serta fungsi platform peer to peer lending dalam menghasilkan pendapatan yang berasal dari biaya administrasi dan biaya penagihan yang keduanya dibebankan kepada pemberi pinjaman.

Kedua, pemberi pinjaman ialah orang atau badan usaha yang memiliki dana untuk disalurkan melalui platform peer to peer lending berdasarkan verifikasi kredibilitas debitur/borrower oleh platform peer to peer lending, dana yang dipinjamkan, pemberi pinjaman mendapatkan penghasilan berbentuk bunga pinjaman dan denda keterlambatan.

Ketiga, debitur/borrower ialah orang atau badan usaha yang memanfaatkan dana pinjaman dari pemberi pinjaman sesuai rekomendasi dari platform peer to peer lending untuk penggunaan dan ini debitur/borrower dikenakan biaya dalam bentuk biaya administrasi di awal pinjaman, biaya keterlambatan pembayaran pinjaman, bunga pinjaman pengguna, dan biaya penagihan untuk kegagalan pembayaran kembali pinjaman.

Siapa yang Memberi dan yang Menerima Pinjaman

Sesuai dengan PMK 69/ 2022, peer to peer lending dikelola, disediakan, dan dioperasikan oleh penyelenggara layanan yang berbadan hukum Indonesia. Selain itu, ada dua pelaku lainnya yang terlibat dalam layanan peer to peer lending, ialah pemberi dan penerima pinjaman.

Dalam layanan peer to peer lending, pemberi pinjaman tentu akan menerima atau memperoleh penghasilan dalam bentuk bunga pinjaman. Bunga pinjaman tersebut akan dibayarkan oleh penerima pinjaman dengan penyelenggara layanan peer to peer lending.

PMK 69/2022 menegaskan penghasilan berwujud bunga ini merupakan bunga dengan nama dalam bentuk apapun atau imbalan hasil berdasarkan prinsip syariah.

Pemberi pinjaman wajib untuk melaporkan penghasilan berupa bunga yang diterima dan diperoleh dalam SPT Tahunan pemberi pinjaman.

Selain itu, penghasilan bunga yang diterima atau diperoleh pemberi pinjaman akan dipotongkan pajak penghasilan (PPh) Pasal 23. PPh Pasal 23 ini dikenakan dalam penerima penghasilan merupakan wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT).

Pihak-Pihak Penyelenggara Layanan Peer to Peer Lending

Jika penerima penghasilan merupakan wajib pajak luar negeri selain BUT, maka akan dikenakan PPh Pasal 26. Penyelenggara layanan peer to peer lending menjadi pihak yang telah ditunjuk untuk melakukan pemotongan PPh Pasal 26 dan PPh Pasal 23 tersebut.

Sementara itu, penyelenggara layanan peer to peer lending yang ditunjuk sebagai pemotong PPh atas penghasilan bunga merupakan penyelenggara layanan yang sudah memiliki izin atau terdaftar pada otoritas jasa keuangan (OJK).

Dalam hal penghasilan bunga yang dibayarkan selain melalui penyelenggara layanan yang memiliki izin atau terdaftar pada OJK, maka pemotongan PPh atas penghasilan bunga dilakukan oleh penerima pinjaman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pada bidang pajak penghasilan.

Tarif Pajak PPh pasal 23 atas Bunga P2P Lending

Pajak atas Bunga P2P Lending telah ditetapkan pada tanggal 30 Maret 2022 oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69/PMK.03/2022, dan telah berlaku mulai tanggal 1 Mei 2022.

PPh pasal 23 bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap dengan tarif pemotongan 15% bagi yang memiliki NPWP atau lebih tinggi 100% menjadi 30% bagi yang tidak memiliki NPWP.

PPh pasal 26 bagi wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap dengan tarif pemotongan 20% atau sesuai dengan ketentuan dalam persetujuan penghindaran pajak berganda (tax treaty) antara Indonesia dengan negara lain, jika ada.

Pajak atas Bunga P2P Lending ini bersifat Tidak Final.

Lender atau pemberi pinjaman perlu tetap melaporkan pendapatan bunga dari platform P2P Lending serta melampirkan bukti potongnya saat pelaporan SPT Tahunan. Apabila tarif pajak penghasilan (PPh21) pribadi lender lebih besar dari 15%, maka tetap akan ada nilai kurang bayar saat pelaporan SPT. Lender wajib memiliki NPWP.

Sebagai ilustrasi:
Pendapatan bunga lender dalam 1 tahun = Rp. 10,000,000
Pajak 15% yang dipotong oleh platform P2P Lending = Rp. 1,500,000
Tarif PPh Pribadi Lender = 20%

Nilai kurang bayar semula (apabila tidak melampirkan bukti potong) = Rp. 2,000,000
Nilai kurang bayar apabila melampirkan bukti potong PPh ps 23 = Rp. 2,000,000 – Rp. 1,500,000 = Rp. 500,000

Mekanisme pemotongan PPh ps 23

Penghasilan bunga yang diterima pemberi pinjaman/pendana/Lender akan dipotong pajak penghasilan PPh Pasal 23 atau 26 sesuai tarif yang berlaku pada setiap payout cicilan pinjaman.

Di bulan berikutnya, penyedia platform P2P akan mengirimkan bukti potong kepada pemberi pinjaman.

Cara Melaporkan Pemotongan PPh ps23 di SPT Tahunan Lender

Dalam pelaporan SPT tahunan, lender sebagai wajib pajak dapat menambahkan atau melampirkan bukti potong yang sudah dikirimkan oleh Akseleran, pada bagian “daftar pemotongan atau pemungutan PPh oleh pihak lain dan PPh yang ditanggung pemerintah” dengan mengisi nama dan NPWP pemotong atau pemungut pajak, nomor dan tanggal bukti pemotongan atau pemungutan, jenis pajak, dan jumlah PPh yang dipotong atau dipungut.

Bagaimana dengan Lender yang belum memiliki NPWP dan Lender WNA

Lender yang tidak mempunyai NPWP akan dikenakan pajak penghasilan dengan tarif 100% lebih tinggi dari tarif pajak normal, yaitu sebesar 30%.

Untuk seorang istri dapat menggunakan NPWP suaminya untuk kewajiban perpajakannya.
Pajak penghasilan bagi lender WNA yang memiliki NPWP akan dikenakan PPh 23 dengan tarif 15%.

Sedangkan, bagi WNA yang tidak memiliki NPWP akan dikenakan PPh 26 dengan tarif 20% atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda / tax treaty antara Indonesia dengan negara lain (jika ada) dengan melengkapi dokumen yang diperlukan.

Selasti Panjaitan/Vibiznews