(Vibiznews – Bonds & Mutual Fund) – Dalam seminggu dipasarkan, pemerintah catat penjualan Obligasi Ritel Negara (ORI) seri ORI025 sebesar Rp 4,46 triliun per Senin (5/2) pukul 18.28 WIB.
Mengacu pada data salah satu mitra distribusi, Bibit, penjualan terbesar dari ORI025-T3 (tenor 3 tahun) sebesar Rp 3,34 triliun. Atau mencapai 22,26% dari kuota Rp 15 triliun. Penjualan ORI025-T6 sebesar Rp 1,02 triliun atau 10,2% dari kuota Rp 10 triliun.
Direktur Surat Utang Negara DJPPR Kemenkeu Deni Ridwan mengatakan, capaian tersebut menunjukkan bahwa progres penjualan ORI025 masih on track. Ia memperkirakan ke depan ORI015 akan terus diburu. Apalagi ada ORI019 dengan outstanding sebesar Rp 26 triliun yang akan jatuh tempo tanggal 15 Februari nanti.
“Diharapkan investor ORI019 tersebut akan melakukan re-investasi dananya ke ORI025,” ujar Deni (Sumber: Kontan, Senin (5/2)).
Deni juga optimistis, target Rp 25 triliun dapat tercapai di tengah sentimen ketidakpastian ekonomi global. Sebab, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap solid, 5,05% secara tahunan (YoY) di tahun 2023. Dan tingkat inflasi juga terkendali pada level 2,57% YoY di bulan Januari 2024 lalu.
Dari hasil penjualan ORI025 terlihat minat masyarakat meningkat terhadap Obligasi Ritel Negara (ORI). Hal ini tentunya tidak luput dari upaya pemerintah yang terus melakukan edukasi dan sosialisasi SUN ritel domestik secara lebih inovatif.
Contohnya, pada launching ORI025 pihaknya melakukan bedah film Gampang Cuan dan mengaitkannya dengan investasi pada ORI025 dengan melibatkan berbagai komunitas di masyarakat.
DJPPR juga menyelenggarakan edukasi sosial SUN ritel ke kampus-kampus, talkshow bekerjasama dengan media televisi dan radio. Juga edukasi sosial kepada para pegawai di Kementerian dan Lembaga, placement Digital Ads, lomba video pendek, dan kegiatan-kegiatan lainnya.
Analis Vibiz Research Center melihat bahwa ekonomi global mengalami ketidakpastian. Hal ini terlihat dari tingkat inflasi di Amerika Serikat (AS) dan Eropa yang semakin terkendali.
Hal ini telah meningkatkan keyakinan pelaku pasar bahwa tingkat suku bunga di negara-negara maju tersebut telah mencapai puncaknya. Dan akan mulai diturunkan pada kuartal II atau III tahun ini. Hal ini dikuatkan dengan pernyataan hawkish dari Jerome Powell jika The Fed akan berhati-hati dalam memangkas suku bunga tahun ini.
Hal ini tentunya mempengaruhi pasar SBN. Yield atau imbal hasil SBN tenor 10 tahun seri benchmark naik drastis menjadi 6,62% dari akhir pekan lalu di posisi 6,52%.
Imbal hasil yang naik ini menandai harga SBN yang turun karena investor tengah mengobral SBN. Artinya investor akan mengalihkan investasinya ke instrumen pasar keuangan lainnya.
Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting