Dampak Strategi G7 Terhadap China dan Rusia: Ekonomi Dunia di Ambang Perubahan Besar

646

(Vibiznews – Economy & Business) Dalam pertemuan yang berlangsung di Pegunungan Rocky, Kanada, para menteri keuangan dan gubernur bank sentral dari negara-negara Group of Seven (G7) menyampaikan komitmen baru untuk mengatasi ketidakseimbangan global yang mereka nilai telah menjadi ancaman sistemik bagi stabilitas ekonomi dunia. Selain itu, mereka membuka kembali opsi untuk memperketat sanksi terhadap Rusia, jika tidak ada kemajuan berarti dalam upaya penyelesaian konflik di Ukraina. Pernyataan G7 kali ini tidak hanya berisi wacana diplomatik, tetapi juga sinyal kuat mengenai arah baru kebijakan fiskal, moneter, dan perdagangan global dalam jangka menengah.

Ketidakseimbangan Global dan Praktik Non-Pasar: China di Balik Layar

Meskipun komunike akhir tidak menyebutkan nama China secara eksplisit, terminologi seperti “kebijakan non-pasar” dan “kurangnya transparansi” merujuk pada tudingan lama terhadap kebijakan industri dan perdagangan China. Amerika Serikat dan negara-negara Barat telah lama menuding Beijing memanipulasi pasar melalui subsidi besar-besaran, dominasi BUMN, serta kontrol ketat terhadap nilai tukar yuan dan sektor ekspor.

Bagi negara-negara G7, praktik ini bukan sekadar persoalan kompetisi dagang, tetapi telah bergeser menjadi isu keamanan ekonomi nasional. Ketika industri manufaktur di Eropa dan Amerika Serikat kesulitan bersaing karena masuknya produk murah dari Tiongkok, hal ini berdampak pada kehilangan lapangan kerja dan melemahnya industri dalam negeri.

Mengapa Ini Relevan bagi Investor?

Investor perlu mencermati bahwa fokus G7 terhadap “level playing field” menunjukkan adanya potensi aksi kolektif yang lebih tegas terhadap praktik ekonomi Tiongkok. Ini bisa berujung pada tarif dagang baru, pembatasan akses pasar, bahkan kontrol investasi lintas negara. Sektor yang akan terdampak paling besar antara lain:

  • E-commerce lintas batas
  • Industri hijau dan kendaraan listrik
  • Teknologi tinggi dan semikonduktor
  • Barang konsumen massal (tekstil, elektronik, dll)

Jika ketegangan ini terus meningkat, akan ada pergeseran besar-besaran dalam rantai pasok global, dan negara-negara berkembang di Asia Tenggara, India, dan Amerika Latin berpeluang menjadi alternatif utama dari “China+1 strategy.” Atau strategi bisnis yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan multinasional untuk mengurangi ketergantungan mereka pada China sebagai satu-satunya lokasi produksi atau manufaktur.

Potensi Sanksi Tambahan terhadap Rusia: Dampak pada Energi dan Stabilitas Geopolitik

G7 juga kembali menegaskan sikap keras terhadap Rusia, menyebut perang di Ukraina sebagai “perang brutal yang berkelanjutan.” Salah satu langkah yang dipertimbangkan adalah penurunan ambang batas harga minyak Rusia yang saat ini berada di level US$60 per barel. Tujuannya adalah untuk memperkecil pendapatan energi Rusia yang masih terus mengalir meskipun sudah ada embargo Barat.

Namun, penurunan batas harga ini mendapat respons skeptis dari beberapa negara, terutama Amerika Serikat. Pasalnya, harga pasar minyak mentah Rusia saat ini sudah berada di bawah batas tersebut, sehingga efektivitasnya dipertanyakan. Di sisi lain, Eropa tetap mendorong langkah ini sebagai bentuk tekanan tambahan kepada Moskow.

Dampak pada Pasar Energi dan Inflasi Global

Bagi pasar global, keputusan ini memiliki implikasi signifikan terhadap volatilitas harga energi. Bila Rusia memotong produksi sebagai bentuk pembalasan, harga minyak mentah bisa kembali melonjak, mengganggu stabilitas inflasi yang mulai terkendali di negara-negara maju.

Investor perlu memperhatikan beberapa skenario:

  • Harga energi naik : potensi inflasi kembali meningkat, memicu pengetatan moneter lanjutan.
  • Produksi Rusia menurun  : peluang bagi produsen energi lain untuk mengisi celah, terutama perusahaan migas AS, Kanada, dan Timur Tengah.
  • Ketegangan geopolitik meningkat : aset safe haven seperti emas dan dolar AS kembali diminati.

Tekanan Tambahan Terhadap China: Isu De Minimis dan E-commerce

Komunike G7 juga menyoroti meningkatnya pengiriman internasional bernilai rendah atau “de minimis”, yang dapat membebani sistem bea cukai dan perpajakan serta digunakan untuk penyelundupan barang terlarang. Perusahaan e-commerce asal Tiongkok seperti Shein dan Temu disebut memanfaatkan celah hukum ini melalui pengiriman dalam jumlah besar dengan nilai di bawah ambang batas bea masuk, yakni US $800.

Dari sudut pandang fiskal dan perdagangan, praktik ini merugikan pendapatan negara serta pelaku UMKM domestik yang bersaing di pasar yang sama.

Respons AS dan Re orientasi Strategi Ekonomi Global

Departemen Keuangan AS sebelumnya menyatakan bahwa Menteri Keuangan Scott Bessent ingin mendorong sekutu G7 untuk fokus pada penyeimbangan kembali ekonomi global guna melindungi pekerja dan perusahaan dari praktik tidak adil oleh China. Ini termasuk wacana membatasi akses China terhadap teknologi sensitif dan memperkuat sistem perdagangan berbasis aturan.

Implikasinya terhadap pasar global adalah potensi peningkatan hambatan dagang, tarif, serta proteksionisme selektif yang bisa memperlambat arus barang, jasa, dan modal. Sektor yang rentan seperti manufaktur dan logistik bisa terkena dampaknya.

G7 Isyaratkan Volatilitas Baru Pasar Global

Retorika G7 yang mengedepankan “transparansi”, “kesetaraan aturan”, dan “koordinasi kebijakan” menunjukkan arah baru globalisasi yang lebih selektif. Ini bisa menandai lahirnya era “blok ekonomi” baru, di mana kerja sama lebih banyak terjadi antar negara yang memiliki sistem ekonomi serupa, seperti G7, Uni Eropa, dan sekutu strategisnya.

Pertemuan G7 terbaru ini menandai pergeseran yang semakin jelas menuju penataan ulang sistem ekonomi global yang lebih berorientasi pada keamanan ekonomi, transparansi, dan keadilan perdagangan.

Ketidakseimbangan global yang terus dibiarkan dapat memicu konflik dagang, dislokasi pasar tenaga kerja, dan melemahnya daya saing industri nasional. Sementara itu, perang di Ukraina dan ketegangan dengan China memaksa negara-negara Barat untuk merombak strategi geopolitik dan ekonominya secara radikal.

Apa Artinya Bagi Strategi Investasi?

Bagi investor dan pelaku usaha, memahami arah kebijakan G7 sangat krusial untuk menyusun strategi yang adaptif dan antisipatif.

Investor global dapat mempertimbangkan strategi berikut:

  • Rotasi dari pasar negara berkembang ke negara maju, khususnya sektor-sektor yang didukung kebijakan fiskal seperti infrastruktur, energi hijau, dan pertahanan.
  • Diversifikasi geografis dalam portofolio untuk mengurangi risiko geopolitik.
  • Fokus pada emiten dengan rantai pasok domestik atau berasal dari negara-negara yang tergolong “mitra strategis” G7.
  • Aset safe haven seperti emas, USD, dan obligasi negara maju dapat dipertimbangkan untuk lindung nilai terhadap ketidakpastian global.