Pelemahan Dolar AS: Koreksi Sementara atau Awal Tren Penurunan?

596

(Vibiznews – Forex) Dalam dunia keuangan global, pergerakan nilai tukar merupakan bagian dari dinamika pasar yang terjadi setiap hari. Namun, tidak semua fluktuasi dapat dijelaskan secara logis, bahkan ketika analis mencoba membaca ulang data dan kejadian setelah fakta terjadi. Fenomena ini tercermin dengan jelas dalam kasus pelemahan terbaru Dolar Amerika Serikat (USD), yang telah menjadi sorotan utama di kalangan investor dan ekonom internasional.

Melemahnya USD terjadi pada saat yang, secara teori, seharusnya mendukung penguatannya, yakni saat Amerika Serikat memberlakukan tarif terhadap mitra dagang utama. Berdasarkan teori ekonomi dasar, kebijakan tarif semestinya memperkuat nilai tukar mata uang negara yang menerapkannya karena tarif dianggap sebagai bentuk perlindungan terhadap produk domestik dan meningkatkan permintaan terhadap mata uang lokal. Namun kenyataannya justru sebaliknya: Dolar melemah.

Kondisi Fiskal AS: Apakah Ini Momen “Liz Truss”?

Beberapa pengamat membandingkan situasi fiskal AS saat ini dengan “momen Liz Truss” di Inggris pada tahun 2022, di mana rencana fiskal Perdana Menteri Inggris saat itu memicu gejolak di pasar obligasi dan menyebabkan kegagalan kebijakan dalam waktu singkat. Namun, meskipun defisit fiskal AS memang melebar dan jalur kebijakan anggaran tampak tidak berkelanjutan, belum terlihat tanda-tanda kegagalan pasar obligasi AS yang sebanding dengan Inggris. Permintaan terhadap obligasi Treasury AS masih kuat, dan likuiditas pasar tetap terjaga. Artinya, meski terdapat kekhawatiran atas kredibilitas fiskal jangka panjang, pasar belum melihat ini sebagai krisis akut.

Menelaah Struktur Pergerakan Dolar Sejak Pemilu

Untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi pada Dolar, penting untuk memetakan tahapan pergerakannya sejak pemilihan umum AS pada 5 November lalu. Berdasarkan data pasar, terdapat 4 fase utama:

  1. Fase Penguatan (November – Januari): Dolar mengalami apresiasi sebesar 6% dari awal November hingga pelantikan Presiden pada 20 Januari. Sentimen pasar saat itu didorong oleh optimisme terhadap pemerintahan baru, ekspektasi stimulus fiskal lanjutan, dan harapan atas pemulihan ekonomi pasca pandemi.
  2. Penurunan Awal Februari (−2%): Dolar melemah setelah pengumuman kebijakan tarif terhadap Kanada dan Meksiko, yang kemudian direvisi dalam waktu singkat. Ketidakpastian kebijakan menjadi faktor utama penurunan ini.
  3. Penurunan Maret (−4%): Kejutan datang dari kawasan Eropa, ketika Jerman, yang selama ini dikenal konservatif dalam fiscal justru mengumumkan stimulus besar-besaran. Ini memperkuat Euro secara signifikan dan menekan Dolar.
  4. Penurunan April (−4%): Pada 9 April, AS mengumumkan jeda 90 hari terhadap kebijakan tarif resiprokal yang baru seminggu sebelumnya diumumkan. Pasar melihat inkonsistensi ini sebagai sinyal disfungsi dalam pengambilan kebijakan ekonomi AS.

Jika dihitung keseluruhan, Dolar mengalami penurunan sekitar 10% dari puncaknya pasca pemilu. Dimana 4 % persen   penurunan tersebut berasal dari penguatan Euro akibat stimulus fiskal Jerman, dan bukan dari pelemahan fundamental Dolar itu sendiri. Setelah penyesuaian ini, Dolar sebenarnya relatif stabil, naik 6% hingga Januari dan turun 6% setelahnya.

Reaksi Pasar terhadap Kebijakan Tarif: Lebih Banyak Pertanyaan daripada Jawaban

Ketika Dolar melemah setiap kali ada pengumuman tarif, muncul pertanyaan penting: Mengapa pasar bereaksi negatif terhadap kebijakan yang seharusnya mendukung ekonomi domestik?

Jawabannya terletak pada ketidakpastian kebijakan.

Pengenaan tarif diikuti oleh revisi atau penundaan dalam waktu singkat menimbulkan kesan bahwa kebijakan perdagangan AS tidak dirancang dengan strategi jangka panjang. Pasar global sangat sensitif terhadap sinyal disfungsi dalam pembuatan kebijakan. Ketidakpastian ini dianggap sebagai ancaman terhadap stabilitas makroekonomi, yang pada gilirannya memicu ekspektasi bahwa Federal Reserve mungkin harus merespons dengan melonggarkan kebijakan moneter, termasuk kemungkinan pemangkasan suku bunga, untuk menjaga pertumbuhan ekonomi.

Data suku bunga forward jangka menengah (2y2y) mendukung narasi ini. Spread antara suku bunga AS dan negara-negara G10 lainnya menyempit di sekitar periode pengumuman tarif, yang mencerminkan ekspektasi pasar bahwa kebijakan fiskal dan perdagangan yang kacau akan berdampak negatif pada prospek ekonomi AS dalam jangka menengah.

Siklus atau Tren Struktural?

Pertanyaan utama yang muncul saat ini adalah apakah pelemahan Dolar mencerminkan koreksi siklikal yang biasa terjadi dalam siklus ekonomi, atau justru awal dari tren penurunan struktural yang lebih besar dan permanen?

Perlu dicatat bahwa status Dolar sebagai mata uang cadangan dunia tidak dibangun dalam semalam. Posisi ini merupakan hasil dari stabilitas ekonomi, kekuatan militer dan politik, serta kedalaman pasar keuangan AS. Bahkan saat menghadapi krisis besar seperti krisis keuangan 2008 atau gejolak utang AS, status Dolar tidak tergoyahkan.

Sejauh ini, tidak ada indikasi bahwa investor global mulai meninggalkan Dolar secara signifikan dalam alokasi cadangan devisa mereka. Tidak ada pergeseran besar-besaran ke mata uang alternatif seperti Euro, Yen, atau Yuan. Artinya, tekanan terhadap Dolar saat ini lebih mencerminkan siklus pasar dan reaksi terhadap dinamika kebijakan jangka pendek, bukan pergeseran paradigma.

Fluktuasi Normal, Bukan Krisis Fundamental

Melemahnya Dolar AS sejak akhir 2024 hingga awal 2025 lebih tepat dibaca sebagai bagian dari siklus pasar global yang wajar. Meskipun pengumuman tarif dan kebijakan fiskal yang tidak konsisten menimbulkan ketidakpastian dan tekanan terhadap nilai tukar, tidak ada sinyal kuat bahwa posisi struktural Dolar dalam sistem keuangan global terancam. Statusnya sebagai mata uang cadangan dunia masih aman.

Dalam konteks investasi, volatilitas ini menciptakan peluang. Investor yang cermat dapat memanfaatkan fase depresiasi Dolar untuk melakukan diversifikasi aset global atau mengambil posisi dalam instrumen berbasis mata uang asing yang undervalued. Namun demikian, kehati-hatian tetap diperlukan, karena kebijakan perdagangan dan fiskal AS akan terus menjadi faktor volatilitas utama di bulan-bulan mendatang.

Dengan mempertimbangkan faktor-faktor di atas, maka pelemahan Dolar yang kita lihat saat ini tampaknya bersifat sementara dan lebih merupakan koreksi terhadap ekspektasi berlebihan terhadap keunggulan ekonomi AS, ketimbang tanda awal dari kejatuhan nilai tukar jangka panjang.