Inflasi AS dan Consumer Confidence: Rebound atau Resesi?

327
wall street
Vibizmedia Photo

(Vibiznews – Economy & Business) Pekan ini, perhatian pelaku pasar global tertuju pada 2 indikator ekonomi utama dari Amerika Serikat yakni:

  1. Inflasi konsumen (Consumer Price Index/CPI) yang akan dirilis Rabu malam jam 19.30 WIB
  2. Survei awal kepercayaan konsumen dari University of Michigan (Consumer Sentiment ) yang akan dirilis Jumat jam 21.30 WIB

Kedua data ini akan memainkan peran penting dalam menentukan arah kebijakan Federal Reserve serta sentimen risiko di pasar saham, obligasi, komoditas, hingga mata uang.

Meskipun pekan lalu ditutup dengan nada optimistis, dengan indeks saham utama mencetak kenaikan dan imbal hasil obligasi AS ikut meningkat, muncul pertanyaan penting: apakah optimisme pasar terlalu dini di tengah sinyal perlambatan ekonomi dan sikap pasif dari bank sentral?

Pasar Saham Naik, Tapi Apakah Dasarnya Cukup Kuat?

Indeks S&P 500 naik 1,5% pekan lalu, sementara Nasdaq 100 yang didominasi saham teknologi menguat lebih tajam sebesar 1,9%. Kenaikan ini tampak didorong oleh harapan bahwa The Fed tidak akan menaikkan suku bunga lagi tahun ini. Namun demikian, reli ini belum tentu berkelanjutan, karena didasarkan pada ekspektasi, bukan realisasi fundamental ekonomi.

Di sisi lain, imbal hasil obligasi AS juga menguat. Yield obligasi bertenor 10 tahun naik 2,5%, sementara obligasi dua tahun mencatatkan kenaikan 3,5%. Pergerakan ini bisa dimaknai sebagai sinyal bahwa pasar mengurangi ekspektasi pemangkasan suku bunga jangka pendek, dan mulai mempertimbangkan risiko inflasi yang persisten.

Harga minyak mentah melonjak hingga 6,2% ke level tertinggi enam minggu. Kenaikan ini menandakan harapan terhadap permintaan energi yang meningkat, tetapi juga bisa memperburuk tekanan inflasi. Jika harga energi terus naik, The Fed mungkin harus menunda rencana pemangkasan suku bunga meski ekonomi melambat.

Inflasi Inti Diperkirakan Naik: Sinyal Buruk untuk Pelonggaran Moneter?

Data CPI yang akan dirilis pekan ini diperkirakan menunjukkan percepatan inflasi utama menjadi 2,5% secara tahunan di bulan Mei, dari 2,3% di April. Namun perhatian utama tertuju pada inflasi inti (core CPI) yang mengecualikan harga pangan dan energi. Inflasi inti diproyeksikan naik menjadi 2,9%, tertinggi dalam tiga bulan terakhir.

Inflasi inti inilah yang menjadi acuan utama Federal Reserve dalam menentukan arah kebijakan suku bunga. Jika realisasi data sesuai atau bahkan melampaui ekspektasi, maka kecil kemungkinan The Fed akan memberikan sinyal pemangkasan suku bunga dalam waktu dekat, apalagi menjelang pertemuan FOMC pada 18 Juni.

Ekspektasi Pasar terhadap The Fed: Pelonggaran Ditunda?

Data pasar berjangka Fed Funds menunjukkan bahwa pelaku pasar hampir sepenuhnya mengabaikan kemungkinan kenaikan suku bunga pada Juni atau Juli. Namun, setidaknya satu kali pemangkasan suku bunga 25 basis poin telah diperkirakan terjadi sebelum Oktober. Probabilitas pemangkasan kedua sebelum akhir tahun berada di kisaran 60%.

Meskipun inflasi tidak sepenuhnya terkendali, pasar tampaknya percaya bahwa pelemahan data ekonomi, terutama di sektor konsumsi, akan memaksa The Fed melonggarkan kebijakan moneter. Namun risiko terbesar adalah: bagaimana jika inflasi tetap tinggi dan ekonomi melambat? Dalam situasi seperti ini, bank sentral akan menghadapi dilema kebijakan yang sangat kompleks.

Kepercayaan Konsumen Masih Lemah: Pertanda Konsumsi Melemah?

Survei pendahuluan University of Michigan tentang sentimen konsumen untuk bulan Juni akan menjadi indikator penting lainnya pekan ini. Setelah jatuh ke level terendah dalam tiga tahun pada April dan tidak mengalami perbaikan pada Mei, sedikit peningkatan diperkirakan terjadi di bulan Juni.

Namun, jika peningkatan yang terjadi hanya berasal dari ekspektasi masa depan dan bukan persepsi kondisi saat ini, maka itu tidak cukup kuat untuk mendukung pemulihan konsumsi dalam waktu dekat. Apalagi konsumsi menyumbang lebih dari 68% dari total PDB AS.

Pada kuartal pertama 2025, kontribusi konsumsi terhadap pertumbuhan ekonomi AS berada pada titik terendah dalam hampir dua tahun. Ini didukung oleh data ritel yang lemah di bulan April dan tren kenaikan klaim pengangguran mingguan yang belum mereda. Semuanya mengarah pada pelemahan daya beli dan ketidakpercayaan konsumen.

Resesi Tertunda, Bukan Terhindarkan?

Jika data pekan ini menegaskan bahwa inflasi tetap tinggi sementara konsumen masih murung, maka pasar harus menghadapi realitas: ekonomi AS mungkin bergerak ke arah resesi ringan (soft landing), atau lebih buruk lagi, stagflasi. Yakni situasi di mana inflasi tetap tinggi sementara pertumbuhan ekonomi melemah.

Dalam konteks ini, pasar saham akan sulit mempertahankan reli, terutama saham sektor siklikal seperti industri, keuangan, dan energi. Sebaliknya, sektor defensif dan teknologi besar yang memiliki arus kas kuat kemungkinan tetap menarik.

Obligasi pemerintah AS dapat menjadi tempat berlindung, terutama jika imbal hasil riil mulai turun akibat ekspektasi pemangkasan suku bunga. Emas juga berpeluang menguat, karena ketidakpastian makro dan penurunan dolar AS bisa mendorong permintaan aset lindung nilai.

Dolar AS: Potensi Tertekan Jika The Fed Menahan Diri

Saat ini dolar AS berada dalam posisi ambigu. Di satu sisi, jika The Fed tetap mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama, maka dolar bisa menguat. Namun di sisi lain, jika pasar mulai memperkirakan pemangkasan suku bunga agresif, apalagi jika disertai pelemahan data makro, maka dolar bisa mengalami tekanan luas terhadap mata uang utama seperti euro, franc Swiss, dan bahkan emas.

Sementara itu, euro mengalami penguatan moderat, didorong oleh ekspektasi bahwa ECB akan menempuh jalur pelonggaran lebih dulu namun tidak terlalu agresif. Yen Jepang terus melemah karena bank sentral Jepang masih ragu melakukan pengetatan signifikan, bahkan ketika tekanan inflasi mulai terasa di dalam negeri.

Titik Belok Menuju Volatilitas?

Minggu ini dapat menjadi titik balik penting. Jika inflasi tetap tinggi dan kepercayaan konsumen tidak menunjukkan pemulihan berarti, maka pasar kemungkinan akan mulai memperhitungkan risiko resesi secara lebih serius. Dalam skenario ini, aset safe haven seperti obligasi pemerintah dan emas akan semakin diminati.

Sebaliknya, jika data menunjukkan bahwa tekanan inflasi mulai mereda dan konsumen mulai percaya diri kembali, maka pasar saham dapat memperpanjang reli. Namun, dengan ketidakpastian yang tinggi, investor disarankan untuk tetap defensif dan memperhatikan perkembangan data ekonomi secara cermat.

Dalam dunia pasar finansial yang semakin reaktif terhadap sinyal makro, minggu ini bukan hanya soal data, tapi soal narasi ekonomi global ke depan. Narasi mana yang akan menang, apakah pemulihan atau perlambatan. Hal ini akan sangat bergantung pada bagaimana pasar mencerna dua data penting ini.