Mengapa Dolar Melemah ? 3 Faktor yang Mempengaruhi Dolar

773

(Vibiznews-Economy) Nilai tukar Dolar Amerika Serikat (USD) mengalami penurunan tajam sepanjang tahun ini, melemah hingga 10 persen terhadap mata uang utama lainnya. Meski pergerakan mata uang kerap dipengaruhi oleh faktor fundamental seperti neraca perdagangan dan data ekonomi makro, penurunan Dolar kali ini lebih banyak berkorelasi dengan ekspektasi pasar terhadap arah kebijakan moneter Federal Reserve (The Fed) dan dinamika politik di Washington.

Menariknya, sebagian besar penurunan Dolar terjadi bukan secara bertahap, melainkan dalam lompatan besar yang bertepatan dengan momen pengumuman tarif impor penting. Pada awal Februari, Dolar merosot tajam setelah Amerika Serikat memberlakukan tarif terhadap Kanada, China, dan Meksiko. Penurunan signifikan lainnya terjadi pada awal April, bertepatan dengan “Hari Pembebasan” (Liberation Day), ketika kebijakan tarif timbal balik pertama kali diumumkan. Setelah periode tersebut, pergerakan Dolar cenderung stabil, meskipun data ekonomi AS tidak mengonfirmasi proyeksi resesi yang sebelumnya ramai diperbincangkan di pasar.

Perbedaan Suku Bunga sebagai Faktor Penentu

Penurunan nilai Dolar secara umum dapat dijelaskan melalui perbedaan suku bunga (interest rate differentials) antara AS dan negara-negara mitra dagang utamanya. Pasar saat ini menilai The Fed akan bersikap jauh lebih dovish dibandingkan bank sentral utama lainnya.

Data kontrak berjangka suku bunga menunjukkan bahwa hingga akhir tahun depan, pelaku pasar memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga kebijakan sebesar 130 basis poin, atau setara dengan lebih dari lima kali pemangkasan masing-masing 25 basis poin. Sebaliknya, Bank Sentral Eropa (ECB) diperkirakan tidak akan melakukan pemangkasan lebih lanjut setelah rangkaian penurunan suku bunga sebelumnya.

Dua bank sentral lain yang mendekati ekspektasi pelonggaran The Fed adalah Bank of England (BoE) dengan perkiraan pemangkasan sebesar 50 basis poin, dan Reserve Bank of Australia (RBA) dengan 70 basis poin. Dengan kata lain, pasar memandang The Fed sebagai institusi moneter yang paling agresif dalam hal pelonggaran kebijakan di antara negara-negara G10.

Tiga Alasan di Balik Ekspektasi Pemangkasan Agresif The Fed

Pertanyaan utama yang muncul adalah: mengapa pasar memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga jauh lebih dalam dibandingkan bank sentral lain? Terdapat tiga kemungkinan alasan yang dapat menjelaskannya:

  1. Efek Bumerang Tarif terhadap Ekonomi AS
    Beberapa pelaku pasar beranggapan bahwa kebijakan tarif yang diterapkan AS akan berbalik merugikan perekonomian domestik. Tarif yang tinggi berpotensi memperlambat perdagangan internasional, meningkatkan biaya impor, dan menekan daya beli konsumen. Jika dampak ini cukup signifikan, risiko resesi akan meningkat, memaksa The Fed untuk memangkas suku bunga secara agresif demi merangsang pertumbuhan. Dalam skenario ini, tarif tidak memberikan dorongan inflasi yang berarti, melainkan menahan laju kenaikan harga.
  2. The Fed Tertinggal dalam Siklus Pelonggaran
    Faktor kedua adalah waktu pelaksanaan kebijakan moneter. The Fed terakhir kali memangkas suku bunga pada Desember tahun lalu, sementara bank sentral lainnya telah lebih dahulu melakukan penurunan. Sebagai contoh, ECB telah melakukan empat kali pemangkasan sebesar 25 basis poin hanya dalam tahun ini, sehingga total pelonggaran mencapai 200 basis poin, dua kali lipat dari total pemangkasan yang dilakukan The Fed. Hal ini menimbulkan persepsi bahwa The Fed masih memiliki ruang dan keharusan untuk mengejar ketertinggalannya.
  3. Kondisi Politik terhadap Independensi The Fed
    Faktor ketiga, yang dinilai paling signifikan, adalah potensi pengaruh politik yang meningkat terhadap The Fed. Pasar mungkin memandang bahwa bank sentral AS berada di bawah tekanan paling besar dibandingkan rekan-rekannya di G10. Pengaruh politik ini bisa berasal dari Gedung Putih, terutama menjelang periode politik yang sensitif seperti pemilihan umum. Ada kekhawatiran bahwa keputusan suku bunga ke depan tidak hanya akan ditentukan oleh data ekonomi, tetapi juga oleh dinamika politik.

Mana yang Paling Dominan?

Menentukan bobot pengaruh masing-masing faktor ini bukanlah hal mudah. Namun, beberapa analis skeptis terhadap argumen pertama, mengingat secara historis tarif cenderung bersifat inflasioner bagi AS karena meningkatkan harga barang impor, sementara bersifat deflasioner bagi negara lain.

Alasan kedua cukup masuk akal, karena selisih kebijakan moneter antar bank sentral memang dapat mendorong aliran modal keluar dari AS, sehingga melemahkan Dolar. Namun, alasan ketiga yang berkaitan dengan kredibilitas dan independensi The Fed mungkin memiliki dampak jangka panjang yang lebih serius. Jika pasar percaya bahwa The Fed tidak dapat menahan pengaruh politik, ekspektasi pemangkasan suku bunga yang agresif akan tetap melekat, terlepas dari perkembangan ekonomi.

Dampak terhadap Pasar dan Investor

Pelemahan Dolar memiliki konsekuensi yang luas. Bagi eksportir AS, Dolar yang lebih lemah dapat meningkatkan daya saing produk di pasar global. Namun, bagi importir dan konsumen, melemahnya Dolar berarti biaya barang impor akan naik, yang berpotensi mendorong inflasi.

Bagi pasar keuangan global, perbedaan kebijakan moneter antara AS dan negara lain dapat memicu aliran modal lintas negara. Mata uang negara yang bank sentralnya dianggap lebih hawkish cenderung menguat terhadap Dolar.

Di sisi pasar obligasi, ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed telah menekan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS. Yield yang lebih rendah dapat meningkatkan daya tarik aset-aset berisiko seperti saham dan komoditas, namun juga dapat memicu volatilitas jika ekspektasi pasar bergeser secara tiba-tiba.

Kredibilitas The Fed dalam Sorotan

Pelemahan Dolar sepanjang tahun ini lebih dari sekadar respons terhadap data ekonomi; ini mencerminkan sentimen pasar terhadap arah kebijakan moneter AS dan tingkat independensi The Fed. Ekspektasi pemangkasan suku bunga sebesar 130 basis poin menempatkan The Fed pada jalur yang berbeda dibandingkan bank sentral utama lainnya.

Dalam konteks global yang penuh ketidakpastian, investor perlu memantau tidak hanya data ekonomi AS, tetapi juga dinamika kebijakan di Washington. Perpaduan antara tarif perdagangan, siklus pelonggaran moneter, dan potensi pengaruh politik akan terus membentuk arah Dolar di bulan-bulan mendatang.