Perdebatan Inflasi di The Fed: Potensi Pemangkasan Suku Bunga Masih Kabur

330
The Federal Reserve Board Building in Washington DC on a bright spring morning. The building was completed in 1937. It was named after Marriner S. Eccles (1890–1977), a former Chairman of the Federal Reserve by an Act of Congress on October 15, 1982.

(Vibiznews – Economy & Business) Ketidakpastian kembali membayangi arah kebijakan moneter Amerika Serikat. Pada awal pekan ini, sejumlah pejabat Federal Reserve (The Fed) menyampaikan pandangan yang saling bertolak belakang mengenai prospek inflasi dan kebutuhan pemangkasan suku bunga acuan.

Tiga presiden bank sentral regional menegaskan kekhawatiran bahwa inflasi masih terlalu tinggi dan memperingatkan agar Fed tidak terburu-buru melonggarkan kebijakan. Sebaliknya, anggota baru komite kebijakan, Stephen Miran, menyerukan pemangkasan tajam dan cepat, sejalan dengan pandangan Presiden Donald Trump.

Perpecahan ini menyoroti jurang besar di dalam tubuh The Fed, sebuah dinamika yang dapat memengaruhi keputusan bisnis, rumah tangga, hingga investor global yang bergantung pada arah suku bunga AS.

Suku Bunga, Inflasi, dan Tarik Ulur Pandangan

Sejak 2022, The Fed mempertahankan suku bunga acuan (Fed funds rate) pada level tinggi untuk menekan inflasi pasca-pandemi. Kebijakan ini memang berhasil menurunkan laju inflasi dari puncaknya, namun biaya pinjaman meningkat tajam: kartu kredit lebih mahal, cicilan mobil membengkak, hingga pinjaman usaha menekan arus kas perusahaan.

Pekan lalu, The Fed akhirnya memangkas suku bunga untuk pertama kalinya pada 2025 sebesar 25 basis poin, keputusan yang disebut sebagai langkah untuk mendukung pasar tenaga kerja yang mulai melemah. Namun keputusan ini justru membuka perdebatan baru: apakah langkah itu cukup, terlalu sedikit, atau justru terlalu berisiko?

Pada hari Senin, tiga pejabat senior Beth Hammack (Cleveland Fed), Raphael Bostic (Atlanta Fed), dan Alberto Musalem (St. Louis Fed) menegaskan sikap hati-hati. Mereka menyoroti inflasi inti PCE yang masih bertahan di sekitar 3% per tahun, jauh di atas target 2% The Fed.

“Inflasi sudah terlalu tinggi terlalu lama,” ujar Bostic, sembari menekankan bahwa dirinya tidak mendukung pemangkasan tambahan pada pertemuan Oktober mendatang kecuali ada data baru yang lebih meyakinkan.

Pandangan serupa disuarakan Hammack, yang menekankan bahwa kebijakan moneter harus tetap restriktif lebih lama. “Kita harus sangat berhati-hati dalam mengurangi restriksi kebijakan,” ujarnya.

Musalem menambahkan, tarif impor yang diberlakukan Presiden Trump memang berkontribusi terhadap inflasi, meski tidak sebesar perkiraan awal. Namun, faktor lain seperti dinamika pasar tenaga kerja dan sewa perumahan juga berperan.

Munculnya “Kontroversial”: Stephen Miran dan Pandangan Trumpian

Berbeda tajam dengan rekan-rekannya, Stephen Miran, gubernur baru The Fed yang diangkat oleh Trump, tampil sebagai “kontroversial.” Dalam pidatonya di Economic Club of New York, Miran menyerukan pemangkasan besar hingga 125 basis poin, memangkas Fed funds rate ke kisaran 2,75%–3% hanya dalam dua pertemuan yang tersisa tahun ini.

Menurut Miran, inflasi saat ini tidak seburuk yang ditakutkan, dan tarif impor Trump bukan penyebab kenaikan harga. Ia justru meyakini bahwa kebijakan imigrasi ketat akan menurunkan inflasi, terutama melalui penurunan harga sewa perumahan.

“Saya percaya para analis ekonomi meremehkan dampak kebijakan imigrasi terhadap inflasi sewa,” ujarnya.

Posisi Miran menimbulkan sorotan karena selain menjabat sebagai gubernur The Fed, ia juga masih berstatus penasihat ekonomi di Gedung Putih walaupun telah mengambil cuti hingga Januari.

Perbedaan di Dalam Komite Kebijakan

Perbedaan pandangan ini tercermin jelas dalam proyeksi kebijakan FOMC (Federal Open Market Committee) yang dirilis pekan lalu. Dari 19 anggota, tujuh memperkirakan pemangkasan September akan menjadi yang terakhir di 2025, sementara 11 lainnya mendukung setidaknya satu pemangkasan tambahan sebesar 25 basis poin.

Miran menonjol sebagai pengecualian, mendorong pemangkasan lebih dari empat kali lipat lebih besar daripada konsensus anggota lain.

“Jurang antara proyeksi titik tertinggi dan terendah sangat besar, terutama mengingat hanya ada dua pertemuan tersisa tahun ini,” tulis ekonom Deutsche Bank dalam riset mereka.

Ketidakpastian ini menimbulkan tantangan besar bagi dunia usaha dan rumah tangga. Bisnis kesulitan merencanakan investasi ketika arah biaya pinjaman tidak jelas, sementara rumah tangga dihadapkan pada kebimbangan antara mengambil cicilan baru atau menunggu kepastian kebijakan moneter.

Ekspektasi Pasar: Fed Akan Turun Lagi

Di tengah perbedaan pandangan internal, pasar keuangan tampaknya lebih condong pada skenario pemangkasan tambahan. Menurut alat FedWatch dari CME Group, investor memperkirakan peluang hampir 90% bahwa Fed akan menurunkan suku bunga lagi sebesar seperempat poin pada pertemuan 28–29 Oktober mendatang.

Pasar obligasi juga mencerminkan ekspektasi ini, dengan imbal hasil jangka pendek mulai bergerak turun. Bagi investor, narasi pemangkasan suku bunga identik dengan potensi dorongan bagi aset berisiko seperti saham, sekaligus penguatan permintaan emas sebagai lindung nilai.

Namun, ketidakjelasan arah inflasi tetap menjadi variabel pengganggu. Jika data inflasi berikutnya menunjukkan pelemahan signifikan, kubu dovish dalam The Fed akan mendapat momentum. Sebaliknya, jika harga tetap kaku di atas target, kubu hawkish bisa kembali memegang kendali.

Dampak ke Global

Apa yang terjadi di Washington bukan hanya urusan domestik. Kebijakan moneter AS berdampak luas pada pasar global, dari nilai tukar hingga arus modal ke negara berkembang.

Bagi emerging markets, penurunan suku bunga The Fed biasanya berarti aliran modal lebih deras masuk ke aset berisiko, termasuk obligasi dan saham. Namun, jika inflasi AS kembali menguat, skenario sebaliknya bisa terjadi dengan arus keluar modal besar-besaran.

Menanti Kepastian Suku Bunga Hawkish atau Dovish

Perpecahan pandangan di antara pejabat The Fed menegaskan betapa rumitnya merumuskan kebijakan moneter di tengah tekanan inflasi, melemahnya pasar tenaga kerja, dan dinamika politik. Ekspektasi pasar menunjukkan pemangkasan tambahan, tetapi resistensi dari kubu hawkish tidak bisa diabaikan.