Pemangkasan suku bunga The Fed dan euforia AI dorong arus dana kembali ke AS
Setelah sempat dilanda aksi jual besar-besaran akibat kebijakan tarif Presiden Donald Trump pada April lalu, pasar saham Amerika Serikat (AS) berhasil bangkit dengan cepat. Dalam tiga bulan terakhir, indeks saham utama di Wall Street melesat 7%, didorong oleh optimisme terhadap pemangkasan suku bunga Federal Reserve (Fed) dan lonjakan saham-saham berbasis kecerdasan buatan (AI). Kebangkitan ini membuat para manajer dana global, yang semula mengalihkan portofolio ke Eropa dan Asia, kini kembali memusatkan perhatian ke AS.
Fenomena ini mencerminkan perubahan tajam dalam arus modal global. Strategi “rest-of-the-world trade” yang mengedepankan diversifikasi keluar dari AS tampaknya hanya menarik dalam teori, tetapi sulit diterapkan dalam praktek. Seperti yang dikatakan Van Luu, Kepala Strategi Pendapatan Tetap dan Valuta Asing Global Russell Investments: “Anda tidak bisa lepas dari AS. Terutama dengan ekuitas.”
Dari Aksi Jual ke Arus Masuk Rekor
Pada awal April, pengumuman tarif timbal balik yang tinggi oleh Trump memicu aksi jual besar-besaran. Data Lipper menunjukkan investor menarik hampir USD 78 miliar dari saham AS dalam kurun waktu tiga bulan. Namun, sejak Agustus, arah pergerakan berbalik. Dana global kembali masuk ke pasar saham AS, dengan aliran dana mingguan mencapai USD 58 miliar, rekor tertinggi sepanjang tahun menurut data EPFR ( Emerging Portfolio Fund Research ) .
Sebaliknya, dana ekuitas zona euro yang sempat mencatat arus masuk hampir USD 3 miliar pada April, anjlok menjadi hanya USD 563 juta pada Agustus. Dana Jepang bahkan mencatat nol arus masuk bersih. Pergeseran tajam ini menegaskan bahwa investor global kembali melihat AS sebagai destinasi utama, meski valuasi relatif lebih tinggi dibanding kawasan lain.
Peran Suku Bunga dan AI dalam Kebangkitan
Kunci pemulihan pasar AS terletak pada kombinasi kebijakan moneter dan faktor struktural. Pertama, pemangkasan suku bunga Fed pekan lalu yang merupakan pertama kalinya sejak Desember . Kebijakan ini memberi sinyal bahwa bank sentral siap mendorong pertumbuhan dengan likuiditas tambahan. Pasar kini memperkirakan total pemangkasan suku bunga sebesar 110 basis poin hingga akhir 2026, yang diyakini akan menopang saham-saham berkapitalisasi kecil (small caps) dan mendorong konsumsi domestik.
Kedua, faktor AI boom telah memberikan dorongan signifikan pada ekspektasi pasar. Raksasa teknologi yang bergerak di bidang AI menjadi lokomotif kenaikan indeks, meningkatkan target harga saham oleh para analis sekaligus memperbaiki proyeksi pertumbuhan ekonomi AS. Meski demikian, beberapa pakar memperingatkan adanya risiko “gelembung,” mengingat kondisi ini mengingatkan pada euforia dotcom tahun 2000.
Salman Ahmed, Kepala Makroekonomi Global Fidelity International, menilai optimisme memang dominan, namun tetap harus waspada: “Momentum jelas ada, tetapi mari kita lihat per kuartal. Ada nuansa tahun 2000 dalam lonjakan saham AI ini.”
Dampak pada Obligasi dan Dolar
Kebangkitan aset AS tidak hanya terjadi di pasar saham, tetapi juga di pasar obligasi. Imbal hasil obligasi zona euro naik sekitar 15 basis poin pada kuartal ini, dipicu masalah anggaran Prancis dan lonjakan penerbitan utang Jerman. Sebaliknya, imbal hasil obligasi pemerintah AS turun sekitar jumlah yang sama, membuat aset utang AS lebih menarik secara relatif.
Sementara itu, dolar AS yang sebelumnya melemah tajam pada paruh pertama tahun ini terhadap euro berhasil stabil. Indeks dolar yang mengukur kinerja greenback terhadap sejumlah mata uang utama naik 0,8% sepanjang kuartal ini. Meski dolar masih tertinggal dibandingkan aset ekuitas dan obligasi, stabilisasi ini memberi kelegaan bagi investor global.
Risiko Jangka Menengah: Inflasi, Tarif, dan Konsentrasi Kekayaan
Meski tren jangka pendek terlihat positif, sejumlah risiko membayangi pasar AS. Pertama, kebijakan tarif Trump berpotensi meningkatkan inflasi domestik dengan menaikkan harga impor, yang pada akhirnya bisa menekan daya beli konsumen. Kedua, euforia terhadap AI berpotensi menciptakan “bubble” yang apabila pecah dapat mengguncang stabilitas pasar.
Selain itu, ada faktor konsentrasi kekayaan rumah tangga AS yang patut diperhatikan. Analisis Capital Economics terhadap data Federal Reserve menunjukkan bahwa kepemilikan ekuitas rumah tangga AS telah mencapai titik tertinggi dalam 75 tahun, dengan saham mewakili 68% dari total kekayaan mereka. Kondisi ini membuat perekonomian lebih rentan terhadap guncangan pasar saham.
Strategi Investor Global
Banyak manajer dana kini menilai bahwa meskipun valuasi di Eropa, Asia, dan pasar negara berkembang lebih menarik, sulit bagi mereka untuk mengabaikan momentum di AS. Francesco Sandrini, CIO Italia di Amundi, menegaskan bahwa ia kini lebih condong pada saham domestik AS berkapitalisasi kecil dan mulai mengurangi posisi pada perbankan Eropa serta saham China.
Mayank Markanday, Direktur Pelaksana Foresight Group, menambahkan bahwa dana pasar uang AS yang mencapai USD 7,7 triliun kemungkinan akan mengalir ke saham domestik atau obligasi korporasi berimbal hasil tinggi seiring penurunan suku bunga. Hal ini berpotensi memperkuat reli Wall Street di kuartal mendatang.
Namun, para manajer dana global juga tetap berhati-hati. Ahmed dari Fidelity menekankan bahwa pendekatan “quarter by quarter” perlu diutamakan, mengingat risiko politik dan ekonomi dapat dengan cepat mengubah arah pasar.
AS Kembali Menjadi Pusat Gravitasi Pasar Global
Arus modal global dalam beberapa bulan terakhir menunjukkan satu pesan jelas: meski ada godaan untuk melakukan diversifikasi, Wall Street tetap menjadi pusat gravitasi utama pasar keuangan dunia. Dengan pemangkasan suku bunga, dorongan dari AI, dan arus dana domestik yang kuat, AS kembali unggul dibandingkan zona euro, Inggris, Jepang, maupun pasar negara berkembang.
Bagi investor global, tantangannya kini bukan lagi soal memilih apakah akan masuk ke pasar AS, tetapi bagaimana mengelola eksposur terhadap risiko jangka menengah, mulai dari tarif perdagangan hingga potensi gelembung saham teknologi. Dengan kepemilikan ekuitas rumah tangga AS yang berada di titik historis, setiap gejolak pasar dapat berimbas lebih luas ke perekonomian.
Meski demikian, untuk saat ini, dominasi Wall Street kembali tak tergoyahkan. Seperti dikatakan oleh banyak pelaku pasar: “Anda tidak bisa lepas dari AS, terutama ketika bicara soal ekuitas.”



