Dunia Usaha Inggris Khawatir Pajak Baru: Peringatan Serius untuk Pemerintah Partai Buruh

173
Photo by Vibizmedia

(Vibiznews – Commodity) Dunia usaha Inggris kembali melayangkan peringatan keras kepada pemerintah Partai Buruh yang berkuasa. Kekhawatiran besar muncul setelah pengalaman pahit tahun lalu, ketika anggaran pertama Partai Buruh menghadirkan kenaikan pajak terbesar dalam lebih dari tiga dekade. Kini, menjelang penyusunan anggaran baru pada 26 November, pelaku bisnis meminta kepastian bahwa beban tambahan tidak akan kembali ditimpakan kepada mereka.

Hubungan Buruh dan Dunia Usaha Renggang Akibat Kenaikan Pajak 2024

Sebelum memenangkan pemilu tahun lalu, Partai Buruh berupaya tampil sebagai partai yang bersahabat dengan bisnis. Namun, kepercayaan itu runtuh setelah anggaran Oktober 2024 membawa kenaikan pajak besar-besaran, termasuk beban tambahan biaya gaji bagi pemberi kerja. Bagi kalangan usaha, langkah itu menandai retaknya hubungan yang sebelumnya cukup harmonis.

Menteri Keuangan Rachel Reeves saat itu beralasan bahwa kenaikan pajak mutlak dilakukan untuk menutup defisit fiskal besar yang ditinggalkan pemerintahan sebelumnya. Hampir setahun kemudian, situasinya belum banyak berubah. Pemerintah diperkirakan harus kembali mencari tambahan puluhan miliar pound dalam anggaran 2025. Skenario inilah yang membuat pelaku bisnis semakin cemas, terutama jika strategi penyelamatan fiskal lagi-lagi dilakukan dengan mengorbankan sektor usaha.

Pemerintah Akui Tantangan, Janji Lebih Serius

Peter Kyle, menteri bisnis baru dalam kabinet Partai Buruh, mengakui bahwa pemerintah perlu bergerak cepat untuk menenangkan keresahan pasar. Ia menegaskan bahwa upaya meyakinkan dunia usaha tidak bisa hanya lewat retorika, melainkan harus diwujudkan dalam tindakan nyata.

“Saya akui, kita tidak berada di posisi yang kita harapkan, dan tidak secepat yang kita inginkan,” ujarnya dalam sebuah forum Social Market Foundation. “Namun saya berjanji akan memiliki rasa urgensi dalam memperbaiki kondisi bagi bisnis.”

Pernyataan ini mencerminkan pengakuan dari internal pemerintah bahwa hubungan dengan dunia usaha masih jauh dari ideal.

Acara Keterlibatan Bisnis: Belum Cukup

Partai Buruh mencoba meredam ketegangan dengan menggelar acara khusus keterlibatan bisnis dalam konferensi tahunan partai. Menurut beberapa peserta, format acara tahun ini jauh lebih baik dibanding tahun lalu, dengan lebih banyak kesempatan tatap muka antara pengusaha dan menteri.

Meski begitu, respons dari kalangan usaha masih beragam. Sejumlah peserta menilai para menteri hadir dengan sikap mendengarkan, walau detail kebijakan tetap minim. Namun, sebuah perusahaan besar Eropa bahkan memilih tidak hadir, setelah menilai acara serupa sebelumnya tidak memberi nilai tambah sepadan, meski biaya partisipasi mencapai £5.000 (sekitar Rp108 juta).

Seorang eksekutif perusahaan FTSE 100 menegaskan bahwa niat baik pemerintah untuk kembali mendekat ke dunia usaha memang terasa. Tetapi, semua itu akan sia-sia jika anggaran yang akan diumumkan November nanti justru kembali menekan sektor bisnis.

Kekhawatiran Tambahan: Hak Pekerja dan Biaya Tenaga Kerja

Konfederasi Industri Inggris (CBI) turut menyuarakan kekhawatiran bahwa rancangan undang-undang hak-hak pekerja baru bisa menjadi hambatan dalam perekrutan tenaga kerja. Jika regulasi tersebut menambah rigiditas pasar tenaga kerja, maka biaya perekrutan akan semakin tinggi dan perusahaan bisa menahan ekspansi.

Dalam pidato utamanya di konferensi, Reeves mengakui masih banyak hambatan yang membatasi ruang gerak bisnis. Ia juga kembali menegaskan pentingnya disiplin fiskal di tengah desakan dari sebagian anggota partai untuk meningkatkan belanja publik. Bagi Reeves, menjaga kepercayaan pasar tetap menjadi prioritas, meski berisiko mengurangi popularitas di internal partai.

Reformasi Sistem: Jalan Panjang dan Berliku

Chris Curtis, anggota parlemen Partai Buruh sekaligus wakil ketua Labour Growth Group, mengakui bahwa transformasi ekonomi yang dijanjikan Perdana Menteri Keir Starmer tidak bisa instan. “Kami tidak pernah berpikir ini akan mudah,” katanya dalam sebuah diskusi sampingan.

Menurut Curtis, pekerjaan besar membenahi sistem ekonomi dan mendorong pertumbuhan memang membutuhkan waktu. “Yang membuat frustrasi bukan karena kita tidak melakukan hal yang benar, tetapi betapa lamanya semua ini berjalan,” ujarnya.

Hal ini memperlihatkan bahwa meski ada kesadaran internal mengenai perlunya perubahan struktural, kesabaran dunia usaha mungkin tidak sebesar ruang waktu yang dibutuhkan pemerintah.

Seruan dari Dunia Usaha: Jangan Ulangi Kesalahan

Karim Fatehi, Kepala Eksekutif Kamar Dagang dan Industri London (LCCI), mendesak pemerintah agar anggaran tahun ini tidak mengulang pola lama.

“Kami mendesak pemerintah agar tidak lagi menambah beban pajak kepada usaha kecil,” tegasnya. “Usaha kecil adalah pihak yang paling menanggung beban dari kenaikan pajak sebelumnya.”

Pesan ini menyoroti bahwa bukan hanya perusahaan besar, melainkan usaha kecil dan menengah juga sangat terpengaruh. Padahal, sektor UMKM merupakan tulang punggung ekonomi Inggris, penyerap tenaga kerja utama, sekaligus penggerak pertumbuhan lokal.

Kepercayaan Bisnis Jadi Kunci

Konteks yang dihadapi Inggris saat ini memperlihatkan dilema klasik: antara menjaga disiplin fiskal dan menopang dunia usaha. Anggaran ketat diperlukan untuk menjaga kredibilitas keuangan negara, terutama setelah gejolak pasar akibat krisis anggaran beberapa tahun lalu. Namun, jika kebijakan yang diambil justru membebani pelaku bisnis, risiko pertumbuhan ekonomi melambat akan semakin nyata.

Bagi Partai Buruh, tantangan utamanya adalah bagaimana meyakinkan dunia usaha bahwa agenda reformasi ekonomi tidak identik dengan beban pajak baru. Retorika keterlibatan, pertemuan konferensi, hingga pidato di forum bisnis hanya akan berarti jika diterjemahkan menjadi kebijakan yang pro-pelaku usaha.

26 November Momentum Menentukan Hubungan Pemerintah dan Bisnis

Konferensi Partai Buruh tahun ini memperlihatkan adanya niat untuk memperbaiki hubungan dengan dunia usaha, tetapi kepercayaan yang hilang tidak bisa pulih hanya dengan janji. Anggaran 26 November 2025 akan menjadi ujian nyata: apakah pemerintah serius mendukung dunia usaha atau justru kembali menjadikannya sumber utama penutup defisit.

Jika pemerintah berhasil menyeimbangkan kebutuhan fiskal dengan kebijakan yang ramah bisnis, kepercayaan bisa dipulihkan. Namun, jika kembali terjebak pada pola lama menaikkan pajak, risiko kekecewaan mendalam dari dunia usaha bisa semakin merusak fondasi pertumbuhan ekonomi Inggris ke depan.