Shutdown Pemerintah AS Masuki Pekan Ketiga, Picu Risiko Baru bagi Kebijakan The Fed

405

(Vibiznews-Economic) Krisis politik di Washington kembali menjadi sorotan global. Pemerintah federal Amerika Serikat kini memasuki minggu ketiga penutupan (shutdown) parsial, dengan dampak ekonomi yang mulai terasa dan kebuntuan di Kongres yang belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Ketika jutaan pekerja federal kehilangan gaji dan sejumlah data ekonomi utama tidak tersedia, pelaku pasar menilai kebijakan moneter Federal Reserve kini berada di “mode autopilot” , yakni berjalan tanpa panduan yang jelas di tengah kabut politik dan ekonomi.

Shutdown Memasuki Pekan Ketiga: Efek Domino ke Ekonomi Nyata

Shutdown ini dimulai pada 1 Oktober, awal tahun fiskal baru, setelah Partai Republik dan Partai Demokrat gagal mencapai kesepakatan soal rancangan anggaran. Akibatnya, sebagian besar pegawai negeri sipil yang tidak esensial dirumahkan sementara (furloughed), sementara mereka yang esensial tetap bekerja tanpa kepastian gaji. Ribuan kontraktor federal juga tidak menerima pembayaran, yang artinya gaji bagi pekerja mereka ikut tertunda.

Dampaknya meluas ke berbagai lapisan ekonomi. Tanpa gaji, konsumsi rumah tangga mulai melambat. Beberapa pekerja federal beralih ke pekerjaan sambilan untuk menutupi kebutuhan sehari-hari, sementara sektor bisnis menghadapi ketidakpastian karena penundaan belanja pemerintah dan minimnya data ekonomi resmi yang biasanya menjadi dasar keputusan investasi.

“Shutdown ini memang belum menimbulkan resesi, tapi efek psikologis dan cash flow-nya nyata,” ujar salah satu ekonom di Washington. “Jika berlangsung hingga November, kita bisa melihat perlambatan konsumsi dan investasi yang signifikan pada kuartal IV.”

Trump Prioritaskan Gaji Militer, Hakim Federal Cegah PHK

Meski begitu, dampak terburuk sejauh ini agak tertahan berkat kebijakan pemerintahan Trump yang memprioritaskan pembayaran gaji militer. Dana yang sebelumnya dialokasikan untuk penelitian dan pengembangan pertahanan dialihkan ke 1,3 juta anggota militer aktif, memastikan mereka menerima gaji tepat waktu pada 15 Oktober.

Namun langkah ini tidak menyentuh sebagian besar pegawai sipil federal. Presiden Trump bahkan sempat mengancam akan melakukan pemutusan hubungan kerja permanen (RIF) terhadap ribuan pegawai yang terkait dengan program-program yang didukung Partai Demokrat. Rencana itu sementara terhenti setelah seorang hakim federal mengeluarkan perintah penahanan sementara pada 15 Oktober, yang membatalkan sekitar 4.000 surat PHK dan mencegah langkah serupa di masa depan selama shutdown berlangsung.

Sebelum keputusan pengadilan tersebut, Direktur Kantor Manajemen dan Anggaran (OMB) Russell Vought sempat menyatakan bahwa pemerintah berencana memperluas PHK hingga lebih dari 10.000 pegawai , sebuah ancaman yang meningkatkan ketegangan politik di Washington.

Kebuntuan di Kongres: Antara ACA dan RUU Pendanaan Sementara
Di balik semua ini, sumber utama kebuntuan adalah perselisihan seputar perpanjangan tunjangan kesehatan di bawah Affordable Care Act (ACA). Partai Demokrat bersikeras agar subsidi ACA diperpanjang terlebih dahulu sebelum mereka menyetujui RUU pendanaan sementara yang diajukan Partai Republik, yang akan mendanai pemerintah hingga 21 November. Sementara itu, Partai Republik menolak membahas isu kesehatan hingga setelah RUU sementara tersebut disahkan.

Kondisi ini membuat Kongres praktis lumpuh. Senat telah melakukan pemungutan suara ke-11 untuk meloloskan RUU stopgap tersebut, namun belum mencapai batas 60 suara yang diperlukan. Meskipun Partai Republik memiliki mayoritas di Senat (53 dari 100 kursi), mereka masih membutuhkan dukungan Demokrat untuk mencapai ambang batas tersebut.

Di sisi lain, Ketua DPR Mike Johnson menjaga agar Dewan Perwakilan Rakyat tetap tidak bersidang, sebagai bentuk tekanan politik terhadap Senat Demokrat untuk mendukung rancangan stopgap versi DPR. Akibatnya, tidak ada mekanisme resmi untuk mengajukan alternatif kesepakatan baru di luar rancangan yang sudah disetujui Partai Republik sebelumnya.

Bagi Demokrat, kompromi saat ini dianggap terlalu berisiko. Mereka menilai langkah-langkah Partai Republik untuk menahan dana ke negara bagian berhaluan Demokrat (blue states) dan ancaman PHK pekerja federal menunjukkan kurangnya itikad baik dari pihak lawan politik. “Mengapa kami harus menyerahkan leverage kami hanya untuk janji kosong bahwa isu kesehatan akan dibahas nanti?” ujar seorang senator Demokrat yang menolak disebutkan namanya.

Namun pemerintahan Trump juga telah mengurangi tekanan politik terhadap kedua belah pihak dengan memastikan pembayaran gaji militer dan adanya keputusan pengadilan yang menahan PHK. Dengan demikian, tekanan publik terhadap Demokrat untuk segera menyetujui RUU sementara menjadi tidak sebesar yang diharapkan Partai Republik.

Partai Republik kini mencoba strategi baru: meloloskan RUU alokasi penuh untuk tahun fiskal 2026 di Senat. Jika berhasil, langkah itu bisa memecah barisan Demokrat antara mereka yang mendukung pendanaan jangka panjang dan mereka yang tetap fokus pada perpanjangan ACA. Bila semua RUU anggaran itu lolos, maka shutdown akan berakhir tanpa perlu stopgap bill tambahan. Namun, bila Demokrat bertahan hingga 1 November tanggal dimulainya pendaftaran terbuka ACA untuk tahun 2026 mereka berpotensi memaksa Republik menyetujui perpanjangan subsidi kesehatan.

Trump Pegang Kunci Kesepakatan, Tapi Waktu Semakin Menipis

Meskipun Trump terus mendukung garis keras Partai Republik, beberapa sinyal kompromi mulai muncul dari Gedung Putih. Menurut laporan media AS, pembicaraan informal antara pimpinan DPR Partai Republik dan Gedung Putih telah dimulai untuk membangun kerangka kesepakatan terkait ACA.

Namun, waktu tidak berpihak pada siapa pun. Batas waktu nyata (hard deadline) adalah 1 November, ketika jutaan pemegang polis ACA akan mulai mendaftar ulang untuk tahun 2026. Proyeksi kenaikan biaya asuransi dapat menambah tekanan politik terhadap Partai Republik, yang berisiko dituding sebagai penyebab meningkatnya beban kesehatan masyarakat. Dengan demikian, banyak analis memperkirakan shutdown bisa berlangsung sepanjang Oktober, kecuali ada terobosan mendadak dari Presiden Trump sendiri.