Trump–Xi Capai Kesepakatan Awal, Pasar Menyambut Sinyal Redanya Perang Dagang

187

(Vibiznews – Economy & Business) Pertemuan bersejarah antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping di sela-sela KTT internasional di Busan, Korea Selatan, pada hari ini Kamis (30/10) memberikan sinyal kuat meredanya ketegangan dalam hubungan dagang dua kekuatan ekonomi terbesar dunia. Dalam pertemuan berdurasi hampir dua jam itu, kedua pemimpin dilaporkan mencapai “kemajuan signifikan” dan menyepakati sejumlah langkah yang berpotensi mengakhiri babak panjang perang dagang yang telah mengguncang ekonomi global selama beberapa tahun terakhir.

Trump mengatakan kepada wartawan di pesawat kepresidenan Air Force One bahwa kedua pihak “telah sepakat hampir di semua hal” dan bahwa kesepakatan dagang baru “dapat ditandatangani dalam waktu dekat.” Xi Jinping dalam pernyataannya menegaskan bahwa kedua negara telah mencapai “konsensus penting dalam isu ekonomi dan perdagangan,” dan menyerukan percepatan langkah tindak lanjut agar hasil konkret dapat segera diwujudkan.

“Hubungan ekonomi dan perdagangan harus tetap menjadi jangkar dan mesin penggerak hubungan AS–Tiongkok, bukan sumber gesekan,” ujar Xi dalam pernyataan resmi pemerintah Tiongkok.

Langkah Nyata Menuju Normalisasi

Salah satu pencapaian utama dari pertemuan tersebut adalah kesepakatan untuk saling menahan diri dalam kebijakan ekspor strategis. Beijing sepakat untuk menangguhkan selama satu tahun penerapan kontrol ekspor terhadap mineral tanah jarang (rare earth), sementara Washington akan menunda selama satu tahun penerapan aturan baru yang memperluas daftar perusahaan Tiongkok yang dilarang membeli teknologi asal Amerika Serikat.

Trump menyebut kesepahaman ini akan “menghapus hambatan” terhadap ekspor bahan-bahan penting strategis bagi industri global, seperti logam tanah jarang yang digunakan dalam pembuatan kendaraan listrik dan perangkat militer.

Selain itu, AS akan memangkas 10% dari tarif yang masih berlaku atas produk impor Tiongkok, sehingga total bea masuk terhadap barang asal Tiongkok turun menjadi sekitar 47%. Sebagai imbalannya, Xi berjanji untuk meningkatkan penegakan hukum terhadap peredaran fentanyl yaitu obat terlarang yang menjadi sumber krisis kesehatan di AS. Kedua negara juga sepakat mempertahankan gencatan senjata tarif yang diberlakukan awal tahun ini untuk menghindari eskalasi ke level triple-digit.

Di sisi perdagangan pertanian, Xi dan Trump sama-sama menegaskan komitmen untuk memperluas pembelian produk pertanian AS, khususnya kedelai. Beijing juga menyebut telah mencapai kesepakatan untuk menangguhkan biaya pelabuhan timbal balik yang selama ini membebani sektor pelayaran kedua negara.

Isu Teknologi Tetap Jadi Titik Sensitif

Meski pertemuan ini menghasilkan beberapa kesepakatan strategis, isu paling sensitive yakni pembatasan ekspor teknologi tinggi AS ke Tiongkok, termasuk semikonduktor untuk kecerdasan buatan (AI) masih belum mencapai terobosan berarti.

Trump mengakui bahwa masalah ini sempat dibahas dalam pertemuan, namun belum ada keputusan baru. Sementara Beijing memandang isu ini sebagai hambatan utama dalam upaya mereka mencapai kemandirian teknologi dan mengurangi ketergantungan terhadap komponen buatan AS.

Para analis menilai bahwa kesepakatan kali ini berpotensi menurunkan tensi geopolitik dalam jangka pendek, namun tidak serta-merta menyelesaikan akar perbedaan mendasar antara kedua negara. “Ini adalah jeda strategis, bukan akhir dari rivalitas ekonomi,” ujar seorang analis pasar Asia di Tokyo.

Diplomasi Tingkat Tinggi di Tengah Ketegangan

Pertemuan di Busan menjadi pertemuan pertama Trump dan Xi dalam enam tahun terakhir, berlangsung di tengah meningkatnya kekhawatiran global atas dampak perang tarif, pembatasan ekspor, dan langkah proteksionisme yang menekan rantai pasok dunia.

Sebelum pertemuan, Trump sempat mengejutkan dunia dengan mengumumkan berakhirnya moratorium uji coba nuklir AS yang telah berlangsung lebih dari tiga dekade. Dalam unggahan di media sosialnya, ia menyebut langkah itu sebagai “respon terhadap program pengujian negara lain,” tanpa memberikan detail lebih lanjut. Pengumuman tersebut sempat menimbulkan ketidakpastian baru di pasar keuangan menjelang pertemuan bilateral.

Namun, di Busan, kedua pemimpin tampil akrab. Trump memuji Xi sebagai “pemimpin hebat dari negara besar,” sementara Xi membalas dengan menyebut pertemuan itu sebagai “kesempatan luar biasa setelah bertahun-tahun,” menambahkan bahwa “dua ekonomi terbesar dunia tidak selalu harus sepakat dalam segala hal, namun harus tetap menjaga arah yang benar.”

Redanya Perang Dagang AS–Tiongkok Picu Optimisme Global

Selama berbulan-bulan, perekonomian global telah terguncang oleh aksi saling balas tarif, kontrol ekspor, dan pembatasan perdagangan yang melibatkan sektor-sektor vital seperti semikonduktor, energi, dan pelayaran. Upaya AS untuk menahan dominasi Tiongkok di bidang teknologi tinggi telah memicu langkah balasan Beijing, termasuk pembatasan ekspor logam penting dan ancaman terhadap rantai pasok manufaktur global.

Ketegangan tersebut telah memperlambat perdagangan dunia, meningkatkan volatilitas pasar saham, dan mendorong pelaku pasar untuk mencari aset aman seperti emas dan obligasi pemerintah. Kabar positif dari Busan pun segera direspons pasar Asia dengan kenaikan moderat indeks saham regional dan penguatan yuan di pasar offshore.

Menyeimbangkan Kepentingan dan Stabilitas

Bagi Tiongkok, hasil pertemuan ini merupakan kemenangan diplomatik, karena Beijing berhasil mengamankan stabilitas hubungan dengan Washington sembari mempercepat langkah menuju kemandirian teknologi domestik. Sementara bagi Trump, pertemuan ini menjadi puncak dari tur Asia lima harinya yang dipenuhi perjanjian ekonomi dan investasi strategis, memberikan citra positif menjelang tahun politik di AS.

“Kesepakatan ini mencerminkan pendekatan pragmatis kedua negara yang sadar bahwa konfrontasi berkelanjutan hanya akan memperburuk posisi ekonomi masing-masing,” tulis seorang analis dari Nomura Securities. “Namun, kerja keras sebenarnya baru dimulai saat implementasi kesepakatan diuji di lapangan.”

Prospek ke Depan

Konsensus Busan mungkin bukan solusi menyeluruh bagi hubungan AS–Tiongkok, namun setidaknya membuka jalan bagi stabilisasi hubungan ekonomi dan perdagangan global. Kedua negara berkomitmen untuk melanjutkan pembicaraan teknis dalam beberapa minggu ke depan, dengan rencana penandatanganan kesepakatan resmi sebelum akhir tahun.

Dengan tensi geopolitik yang mulai mereda, investor kini menanti apakah langkah ini akan diterjemahkan dalam pemulihan arus perdagangan global, penguatan mata uang Asia, dan peningkatan kepercayaan bisnis yang telah lama tertekan.

Sementara itu, dunia menatap Busan sebagai titik balik: momen ketika dua kekuatan besar akhirnya menyadari bahwa kompetisi strategis mereka hanya bisa berkelanjutan jika didasari stabilitas dan saling ketergantungan ekonomi, bukan konfrontasi tanpa akhir.