Siang ini (1/10), PMI Nikkei Manufaktur bulanan Jepang kembali dirilis dimana dalam rilis tersebut tercatat bahwa kinerja manufaktur Jepang periode September lalu sedikit melambat dari bulan sebelumnya, meskipun secara keseluruhan kinerja manufaktur Jepang masih berada di fase ekspansi. Melambatnya kinerja manufaktur Jepang pada bulan September kemarin merupakan respons atas turunnya sejumlah permintaan ekspor dari bidang manufaktur ke level terburuknya dalam kurun hampir tiga tahun terakhir. Kian memburuknya aktivitas ekspor Jepang meski pelemahan yen masih berlangsung merupakan sinyal bahwa peringatan bahwa perlambatan ekonomi di Tiongkok telah merugikan prospek ekonomi Jepang.
Tercatat bahwa PMI Nikkei Manufaktur Jepang pada bulan September kemarin berakhir sebesar 51,0 atau sedikit lebih dari yang tercatat di bulan Agustus yang berakhir pada skor 51,7. Meski sedikit melambat, karena indeks PMI ini masih di atas ambang 50 artinya kinerja manufaktur Jepang masih berada di zona ekspansi memasuki bulan kelimanya berturut-turut pada bulan lalu meskipun skor PMI manufaktur tersebut sekaligus merupakan perlambatan yang pertama kalinya terjadi dalam tiga bulan terakhir. Dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Rilis data PMI Nikkei Manufaktur Jepang ini kemungkinan akan menambah kekhawatiran para pelaku pasar tentang ketidakpastian prospek perekonomian Jepang yang kemungkinan akan kembali tarik-menarik setelah jatuh tak terduga pada bulan Agustus lalu karena tingkat produksi industrinya merosot. Dijelaskan juga bahwa indeks akhir untuk pesanan ekspor baru berakhir pada level 48,0, dimana perolehan skor tersebut mencerminkan kontraksi yang paling dalam tercatat sejak Februari 2013 silam.
Sebagai informasi saja, hingga bulan September lalu maka sudah genap 2 kali para produsen manufaktur memangkas harga jualnya untuk kedua kalinya dalam tiga bulan terakhir. Tentu saja keputusan tersebut merupakan sebuah kemunduran yang menandakan bahwa kemungkinan besar ekonomi Jepang akan kembali menyusut pada Q3-2015 akibat melemahnya daya beli masyarakat dan anjloknya permintaan ekspor akibat pelemahan di Tiongkok. Oleh sebab itu beberapa kalangan melihat Bank Sentral Jepang (BOJ) perlu memberikan stimulus tambahan agar target inflasi sebesar 2 persen dapat tercapai.
Stephanie Rebecca/VM/BNV/ Analyst at Vibiz Research Center
Edior: Asido Situmorang