Indonesia Upayakan FTA dengan EU Untuk Jamin Ekspor

786

Menteri Perdagangan (Mendag) RI, Thomas Trikasih Lembong menilai saat ini Vietnam menjadi ancaman besar bagi Indonesia di kancah perdagangan Internasional. Gerak cepat Vietnam dalam membuat kesepakatan perdagangan internasional, dinilai akan menghambat permintaan produk Indonesia dari pasar ekspor. Keputusan Vietnam menandatangani kesepakatan perdagangan bebas Kemitraan Trans-Pacific (Trans-Pacific Partnership/ TPP) pada 5 Oktober 2015 lalu membuat Vietnam bisa mengakses pasar Amerika Serikat (AS) serta 10 negara lainnya. Beberapa diantaranya bahkan tercatat sebagai mitra dagang penting bagi Indonesia, yaitu Australia, Jepang, Brunei Darusalam, Kanada, Cile, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Peru dan Singapura.

Bahkan pada Agustus lalu pemerintah Vietnam telah merampungkan kesepakatan perdagangan bebas dengan Uni Eropa (EU) sehingga pasar Eropa akan memberlakukan tarif nol persen bagi produk buatan Vietnam. Untuk mengejar ketertinggalan tersebut, Indonesia juga berupaya membuka kesepakatan jalur perdagangan bebas atau free trade agreement (FTA) dengan Uni Eropa (EU) guna melindungi komoditas ekspor ke wilayah tersebut yang rencananya akan direalisasikan pada 2016 mendatang. Vietnam, memang digadang-gadang sebagai salah satu kompetitor yang layak ditakuti Indonesia mengingat Vietnam memiliki komoditas ekspor yang relatif sama dengan Indonesia ke Eropa, seperti ekspor sawit dan karet yang juga diekspor ke EU.

Namun, tetap harus diakui masih banyak permintaan EU yang belum bisa dipenuhi oleh Indonesia pada tahap penentuan lingkup untuk negosiasi. Misalnya, beberapa komitmen di World Trade Organization (WTO) yang belum diikuti oleh Indonesia, seperti hak kekayaan intelektual atau intellectual property rights dan kesepakatan pengadaan barang pemerintah atau government procurement. Terlebih, permintaan EU yang meminta agar Indonesia membebaskan 95 persen pos tarif yang diperdagangkan, belum bisa dikabulkan pemerintah Indonesia sampai hari ini.

Kendati demikian, upaya mencapai kesepakatan perdagangan dengan negara lain harus diakui Mendag tidaklah mudah, karena tentu akan mendapatkan tentangan dari kelompok-kelompok industri Tanah Air yang perdagangannya sudah dilindungi negara sejak lama. Sementara itu, kesepakatan perdagangan menganut asas resiprokal, sehingga nantinya akan ada rasionalisasi peraturan dengan mencabut banyak perlindungan-perlindungan yang dianggap proteksionis dan sektor-sektor yang tanda kutip dilindungi tersebut tentu akan protes karena tidak mau kehilangan perlindungan yang sudah mereka dapatkan selama ini. 

Dalam kesempatan lain, Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) menilai wacana Indonesia untuk melakukan FTA dengan EU dinilai terlambat. Pasalnya, dengan Vietnam memberlakukan bebas tarif pada negara lain, maka Vietnam mendapatkan perlakuan yang sama. Akibatnya, produk Indonesia menjadi kurang kompetitif di mata dunia internasional. Berdasarkan data Aprisindo, tahun 2014 lalu ekspor sepatu nasional ke AS adalah produk yang paling dominan yaitu sebesar 28,2 persen dari total ekspor sepatu senilai US$ 4,5 miliar, sedangkan Eropa sekitar 26 persen.

 

 

 

Stephanie Rebecca/VM/BNV/ Analyst at Vibiz Research Center
Edior: Asido Situmorang

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here