Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi Jepang memang tercatat mengalami kontraksi pada bulan bulan April-Juni 2015 lalu karena perlambatan ekonomi di Tiongkok. Pemerintah Jepang sendiri sudah memangkas penilaian ekonomi untuk negaranya pada pekan lalu dengan mempertimbangkan lemahnya permintaan ekspor sekarang ini yang sudah berdampak pada ambruknya aktivitas industri di negara ini yang hingga bulan Agustus lalu masih bertahan pada teritori negatif. Sebagai informasi, hingga bulan September lalu, aktivitas ekspor di negara ini terpantau masih lesu demikian juga dengan impornya. Namun demikian, nampaknya tantangan tersebut tidak mengurangi kinerja manufaktur di negara ini.
Pasalnya, cukup kontras dengan kinerja manufaktur Tiongkok yang sudah menyentuh fase kontraksi selama satu tahun terakhir ini, aktivitas manufaktur di Jepang pada bulan Oktober ini justru genap memasuki bulan ke-6 nya berhasil bertahan pada fase ekspansinya karena sejumlah permintaan domestik dan ekspor baru terhadap produk pabrik di negara ini meningkat dimana PMI manufaktur Jepang pada bulan ini berakhir pada level 52,4. Sebagai informasi, aktivitas manufaktur Jepang pada bulan Oktober ini adalah yang terkuat dalam setahun terakhir. Dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Rilis kinerja manufaktur ini cukup menjadi angin segar bagi Jepang bahwa perekonomian negara terbesar ke-3 di dunia ini sedang memasuki fase pemulihan. Adapun, PMI untuk pesanan ekspor baru naik ke level 52,2 pada bulan Oktober ini, menyusul bulan sebelumnya yang hanya berakhir pada fase kontraksi yaitu sebesar 48,0. Sementara itu, indeks pesanan baru secara keseluruhan baik untuk pesana domestik maupun luar negeri berakhir sebesar 54,2 pada bulan Oktober ini, dimana ekspansi tersebut masih merupakan yang tercepat dalam setahun terakhir.
Bank Of Japan (BOJ) sudah menegaskan bahwa mereka akan tetap mempertahankan kebijakan moneter longgarnya tidak berubah dari yang tercatat di bulan sebelumnya. Gubernur BoJ, Haruhiko Kuroda mengatakan bahwa jumlah stimulus moneter yang sejauh ini sudah disuntikkan ke dalam siklus perekonomian Jepang masih belum perlu ditambah yaitu sebesar 80 triliun yen ($ 664.000.000.000) karena dinilai cukup untuk mendorong laju inflasi Jepang agar bisa mendekati target inflasi yang dipatok BoJ yaitu sebesar 2 persen. (Lihat juga: BOJ Kembali Pertahankan Suku Bunga Acuan Rendah dan Stimulus Moneternya)
Stephanie Rebecca/VM/VBN/ Analyst at Vibiz Research Center
Edior: Asido Situmorang