Kinerja di sektor manufaktur Tiongkok hingga bulan Oktober ini secara tak terduga masih melanjutkan fase kontraksinya memasuki bulan ketiga berturut-turut. Masih negatifnya aktivitas di sektor manufaktur Tiongkok makin memicu kekhawatiran para pelaku pasar bahwa kemungkinan besar laju pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada kuartal keempat tahun 2015 ini akan kembali melambat meski bank sentraknya (PBoC) sudah memangkas suku bunga acuan dan Giro Wajib Minimum (GWM) perbankannya.
Pasalnya kekhawatiran bertambah karena kinerja di sektor jasa Tiongkok yang selama ini menjadi salah satu sumber penggerak ekonomi utama di Tiongkok setelah kinerja di bidang manufakturnya terus melempem juga menunjukkan tanda-tanda perlambatan di bulan lalu, adapun laju ekspansinya tercatat yang paling lemah dalam kurun hampir tujuh tahun terakhir.
Berdasarkan rilis Biro Statistik Nasional Tiongkok akhir pekan lalu terlihat bahwa PMI Manufaktur Tiongkok pada bulan Oktober ini berakhir pada level 49,8, sama seperti yang tercatat di bulan sebelumnya. Sebagai informasi, angka di bawah 50 poin menunjukkan bahwa kinerja manufaktur Tiongkok masih berada di fase kontraksi. Dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Masih buruknya kinerja manufaktur Tiongkok hingga bulan ini salah satunya masih disebabkan oleh masih lesunya laju pesanan ekspor baru memasuki bulan ke-13 nya berturut-turut, meskipun sub-indeks terhadap jumlah pesanan baru baik atas permintaan domestik dan asing masing-masing bukukan kenaikan sebesar 50,3, sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang tercatat di bulan September yaitu sebesar 50,2.
Menghadapi kondisi permintaan pabrik yang terus-menerus melemah, hampir seluruh pemilik pabrik di Tiongkok terus memberhentikan para pekerjanya. Karena pemulihan ekonomi global yang cukup lemah baru-baru ini dan tekanan ekonomi domestik menguat maka produsen di Tiongkok menghadapi situasi impor dan ekspor yang cukup parah. Salah satu perusahaan besar yang bergerak di bidang pembuatan mesin konstruksi, Sany Heavy Industry Co Ltd, sudah terkena imbasnya dengan bukukan kerugian pada kuartal ketiga lalu karena hampir semua hasil produksinya tidak terjual.
Sementara itu kinerja di sektor jasa Tiongkok yang selama ini mengimbangi lemahnya kinerja di bidang manufaktur Tiongkok juga bukukan perlambatan di bulan Oktober ini dengan PMI Non Manufaktur berakhir sebesar 53,1 dari yang tercatat di bulan September yaitu sebesar 53,4. Perlu diketahui laju ekspansi tersebut adalah yang terendah sejak akhir 2008 silam saat krisis keuangan global menerpa. Dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Menghadapi perlambatan ekonomi di negaranya yang kian memburuk, bank sentral Tiongkok memang sudah melakukan berbagai cara untuk menangkal perlambatan tersebut terutama dalam hal menggenjot penyaluran kredit perbankan ke sektor riil. Namun demikian, faktanya perusahaan-perusahaan kecil dan menengah di negara ini tetap menghadapi tantangan yang besar dalam mengajukan pinjaman karena perbankan lebih memilih perusahaan besar atau perusahaan milik negara sebagai debitur mereka.
Akibatnya, aktivitas di perusahaan kecil dan menengah terus mencatat kontraksi pada bulan Oktober ini dimana perusahaan-perusahaan yang lebih kecil mencatat kekurangan dana yang lebih besar jika dibandingkan dengan perusahaan besar. Perlu diketahui, perusahaan kecil di Tiongkok memiliki peranan besar terhadap perekonomian Tiongkok karena memegang 80 persen dari total lapangan kerja perkotaan dan 60 persen dari PDB Tiongkok.
Sebagai informasi, bank sentral Tiongkok sudah memangkas suku bunganya sebanayak enam kali sejak November 2014 lalu dan menurunkan jumlah GWM sebanyak empat kali di tahun 2015 ini. Tidak hanya itu, pemerintah Tiongkok juga telah mempercepat pengeluaran dana untuk proyek infrastruktur untuk menghidupkan kembali penjualan rumah yang masih lemah.
Stephanie Rebecca/VM/VBN/ Analyst at Vibiz Research Center
Edior: Asido Situmorang