Utang pemerintah Indonesia pada akhir tahun 2015 sebesar Rp3.089,0 triliun, atau setara 223,2 miliar dolar Amerika Serikat (AS). Dengan jumlah tersebut, rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto pada tahun 2015 sebesar 27 persen, jauh di bawah batas maksimal yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yaitu sebesar 60 persen.
Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro baru-baru ini menyatakan, rasio utang terhadap PDB Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga, seperi Filipina dan Australia yang masing-masing sebesar 36 persen, Malaysia 56 persen, maupun Thailand yang sebesar 44 persen. Bahkan, masih sangat jauh di bawah AS dan Jepang yang rasio utang terhadap PDB-nya lebih dari 100 persen.
Utang pemerintah diperlukan untuk mendorong dan mengakselerasi pertumbuhan ekonomi yang digunakan untuk membiayai belanja pemerintah yang sifatnya produktif, yaitu belanja modal. Seperti pada tahun 2015, saat ketidakpastian global serta tren penurunan harga komoditas telah mengakibatkan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Belanja pemerintah pun diperlukan sebagai pengungkit pertumbuhan ekonomi.
Ketika komoditas tidak dapat memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi, maka pemerintah bergerak maju melalui belanjabelanja modal, bukan belanja barang atau belanja gaji dan lainnya.
Menkeu menyatakan selama digunakan untuk belanja produktif, utang akan memberikan hasil yang positif, tidak hanya bagi pertumbuhan ekonomi, tetapi juga bagi kesejahteraan masyarakat, seperti memberikan subsidi yang tepat sasaran.
Freddy/VMN/VBN/Analyst-Vibiz Research Center
Editor: Asido Situmorang