Presiden Joko Widodo menegaskan, bahwa pemerintah ingin tax amnesty itu bermanfaat nyata bagi kepentingan nasional terutama dalam penerimaan negara. Dengan adanya tax amnesty ini diharapkan adanya capital inflow atau ada arus uang masuk, sehingga negara akan mendapatkan pengembalian modal yang lama tersimpan di bank luar negeri (LN), dan diharapkan uang yang kembali nantinya bisa menggerakkan perekonomian Indonesia. Demikian dinyatakan Presiden Jokowi dalam pengantarnya pada Rapat Terbatas (ratas) yang membahas RUU Tax Amnesty, di Kantor Presiden, Jakarta. Senin (25/4) sore.
Dengan adanya potensi pengembalian dana dari luar negeri tersebut, Presiden meminta kepada Gubernur BI (Bank Indonesia), Kepala OJK (Otoritas Jasa Keuangan), Kepala Bappenas, serta Kementerian BUMN untuk mempersiapkan instrumen investasi apa yang harus dipersiapkan apabila tax amnesty ini disetujui oleh DPR. “Instrumen investasi apa yang harus kita persiapkan apabila arus uang itu dalam posisi berbondong-bondong, baik investasi portofolio maupun investasi langsung,” ujar Presiden.
Lihat : Realisasi Investasi Indonesia Triwulan I-2016 Meningkat 17,6 Persen
Terkait potensi dana yang dapat diambi dari luar negeri, Bank Indonesia (BI) memperkirakan dana orang Indonesia yang berpotensi pulang ke dalam negeri akibat kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) bisa mencapai Rp 560 triliun, dan penerimaan pajak yang bisa didapatkan diperkirakan bisa mencapai Rp 45,7 triliun.
Gubernur BI, Agus Martowardojo, menjelaskan angka tersebut merupakan batas terendah. Data ini bermula dari kajian Global Financial Integration (GFI), yang menyebutkan dana orang Indonesia di banyak negara mencapai Rp 3.147 triliun, yang berkembang sejak 2004-2013. Hal tersebut diungkap Agus, dalam rapat dengar pendapat umum dengan Komisi XI di Gedung DPR, Jakarta, Senin (25/4/2016).
Agus juga menyatakan tidak menutup mata atas pernyataan pemerintah, yang mengatakan besaran dana orang Indonesia di luar negeri mencapai Rp 11.450 triliun atau setara dengan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada 2015.
Dalam kesempatan tersebut Agus juga menyatakan berbagai manfaat jika kebijakan tax amnesty ini terealisasi, yaitu :
- Menambah capital inflows (dana masuk dari luar negeri) ke pasar keuangan Indonesia yang ditempatkan dalam bentuk investasi. Sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi secara nasional. Terkait hal tersebut, perlu untuk mengembangkan instrumen jangka panjang untuk pembiayaan infrastruktur. Diperlukan sinergi kebijakan agar dapat dimanfaatkan secara optimal.
- Menambah likuiditas di perbankan. Terutama untuk bank persepsi yang nantinya ditunjuk oleh Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, sebagai penerima uang tebusan dan dana yang masuk dari luar negeri. “Dana hasil repatriasi akan menambah likuiditas di perbankan, berupa Dana Pihak Ketiga (DPK) seperti deposito dan tabungan,” ujar Agus.
- Berlimpahnya likuiditas perbankan, kata Agus, juga mampu menurunkan suku bunga pada Pasar Uang Antar Bank (PUAB).
- Selain itu permintaan Surat Berharga Negara (SBN) diperkirakan juga akan meningkat. Menurut Agus, hal tersebut harus menjadi perhatian, mengingat ketersediaan SBN di pasar saat ini sekitar Rp 288 triliun.
Dengan potensi yang besar tersebut, pernyataan Gubernur BI, Agus Martowardojo mendukung apa yang menjadi tujuan Presiden Jokowi untuk kebijakan tax amnesty ini bahwa pemerintah maupun otoritas terkait dapat menyiapkan aturan yang bisa mengunci dana tersebut dalam kurun waktu panjang, sehingga negara akan mendapatkan pengembalian modal yang lama tersimpan di bank luar negeri (LN), dan diharapkan uang yang kembali nantinya bisa menggerakkan perekonomian Indonesia.
Freddy/VMN/VBN/Analyst Vibiz Research Center
Editor : Asido Situmorang