Bank Dunia belum lama ini memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2016 menjadi 2,4 persen dari 2,9 persen yang diperkirakan pada bulan Januari karena harga komoditas turun tajam, permintaan lamban di negara maju, perdagangan lemah dan arus modal berkurang.
Namun, di tengah perlambatan ekonomi global, Bank Dunia telah memproyeksikan bahwa Produk Domestik Bruto Indonesia (PDB) akan tumbuh stabil.
Dalam laporan terbarunya, Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan sebesar 5,1% pada tahun 2016 dan 5,3% pada 2017. Angka ini tidak berubah dari proyeksi Indonesia Economic Quarterly edisi Maret 2016.
Namun pertumbuhan ekonomi dunia yang lebih rendah dari perkiraan ini dapat berdampak pada pemulihan ekonomi Indonesia. Serangkaian kebijakan yang pro-aktif telah membantu bertahannya ekonomi Indonesia, termasuk kebijakan moneter yang penuh kehati-hatian, bertambahnya investasi infrastruktur oleh pemerintah, dan reformasi kebijakan untuk memperkuat iklim investasi.
Seperti yang juga dijelaskan dalam website Kementerian Keuangan, dalam laporan ini konsumsi masyarakat diperkirakan akan lebih kuat. Pertumbuhan akan bergantung pada investasi swasta, yang menyambut baik serangkaian paket kebijakan ekonomi akhir-akhir ini. Ekspor dan impor keduanya melemah, baik dalam volume maupun nilai pada kuartal I-2016. Namun, impor turun lebih cepat dari ekspor dan telah membantu memperkecil defisit anggaran menjadi 2,1% PDB.
“Kebijakan keuangan hati-hati, peningkatan investasi pemerintah dalam reformasi infrastruktur dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan iklim investasi, telah membantu Indonesia dalam menjaga laju pertumbuhan di kisaran 5,1 persen,” Bank Country Director World di Indonesia, Rodrigo Chaves, kata di Kementerian Perdagangan di Jakarta, Senin.
Di sisi lain, perekonomian Indonesia lebih baik bila dibandingkan dengan negara-negara komoditas ekspor lainnya, seperti Malaysia (4,4 persen) dan Thailand (2,5 persen), meskipun masih sedikit di bawah Filipina (6,4 persen), dan Vietnam (6,2 persen).
Kepala Economist Bank Dunia Indonesia Ndiame Diop mencatat bahwa dengan melemahnya sektor komoditas, Indonesia harus merebut kesempatan ini untuk memperluas sektor manufaktur dan layanan.