Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) negara-negara G-20, yang berlangsung di Hangzhou, Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Senin – Selasa (4-5 September) membahas 4 (empat) tema, yaitu inovatif, edukatif, interkoneksi, dan implusiveness. Keempat tema ini kemudian di breakdown jadi 5 (lima) sesi.
Sesi pertama mengenai masalah policy coordination and new part of growth. Sesi kedua mengenai masalah global economy and financial government yang lebih efektif dan efisien. Sesi ketiga, mengenai investment trade and investment. Sesi keempat inclusive and integrated development. Dan sesi yang kelima adalah isue yg tidak terkait langsung dengan ekonomi tetapi yang mempengaruhi kondisi ekonomi dunia.
Presiden Joko Widodo menjadi pembicara hampir di semua sesi tersebut, khususnya terkait dengan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik.
Presiden Jokowi pada sesi pertama Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Hangzhou International Expo Center (HIEC), Minggu (4/9) mendorong negara-negara anggota kelompok 20 ekonomi dunia (G20) untuk memiliki komitmen berskala nasional dan global dalam menyinergikan kebijakan fiskal, moneter, dan reformasi struktural guna perbaikan ekonomi dunia. Presiden Jokowi menyatakan agar negara-negara G20 saling bekerja sama dan menghindari kebijakan ekonomi yang menimbulkan dampak negatif di antara sesama anggota.
Terkait Indonesia yang pertumbuhan ekonominya lebih tinggi dibanding rata-rata pertumbuhan ekonomi negara G20, Presiden Jokowi meyakini mampu berperan besar dalam perkembangan ekonomi global. Sebab, pemerintah telah bertekad untuk menjaga perekonomiannya lebih terbuka.
Presiden Jokowi juga berharap negara-negara G20 dapat memberikan asistensi dalam mengembangkan ekonomi digital di negara-negara berkembang.
Selain itu, Presiden Jokowi juga mengingatkan pentingnya pembangunan infrastruktur dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Presiden juga mengajak negara-negara G20 untuk bekerja sama dengan Indonesia dalam menyukseskan program pembangunan infrastruktur nasional.
Saat menjadi pembicara utama pada sesi kedua KTT G20 di Hangzhou International Expo Center, Tiongkok, Senin (5/9), Presiden Jokowi mengatakan, Indonesia mendorong dibentuknya sistem perpajakan internasional yang adil dan transparan.
Presiden Jokowi juga menyatakan Indonesia mendukung diterapkannya kebijakan pertukaran informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan guna meningkatkan pendapatan negara-negara berkembang.
Oleh karenanya, Presiden Joko Widodo mendukung kerja sama dan koordinasi antar negara-negara anggota G20 guna mewujudkan hal tersebut. Adapun bentuk dukungan kerja sama yang dimaksud oleh Presiden ialah implementasi dari Automatic Exchange of Information (AEoI) atau yang biasa disebut dengan keterbukaan informasi untuk kepentingan perpajakan.
Selanjutnya pada sesi ketiga KTT G20 di Hangzhou International Expo Center, RRT, Senin (5/9), Presiden Jokowi mendorong negara-negara anggota G20 untuk menghapus semua bentuk kebijakan proteksi, baik itu tarif maupun non-tarif, karena kebijakan tersebut justru merugikan negara-negara berkembang.
Selain itu, Presiden Joko Widodo juga menyerukan agar pelaku usaha sektor UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) dari negara-negara berkembang diberikan kesempatan yang lebih besar untuk terhubung dengan rantai nilai global (Global Value Chain) dan berperan dalam perekonomian dunia.
Dalam acara yang dihadiri sejumlah pemimpin negara itu, Presiden juga menyampaikan komitmen Indonesia untuk meningkatkan iklim usaha dan investasi di Tanah Air. Sejumlah kebijakan ekonomi pun coba ditawarkan Presiden dalam forum tersebut.
Sedangkan dalam sesi terakhir, Senin (5/9), yang membahas tentang isu-isu lain yang turut mempengaruhi ekonomi dunia, Presiden Joko Widodo mengangkat masalah terorisme sebagai salah satu faktor penentu ekonomi dunia. Presiden menegaskan, bahwa serangan teror yang terjadi di berbagai belahan dunia tak dapat dibiarkan begitu saja.
Di hadapan sejumlah pemimpin negara, Presiden Jokowi mempertanyakan penggunaan kekuatan militer dalam memerangi terorisme. Menurut Presiden, cara terbaik untuk menangani terorisme ialah dengan mengedepankan apa yang disebutnya sebagai smart approach, yang menyeimbangkan pendekatan soft power dan hard power.
Penanganan terhadap terorisme, tegas Presiden Jokowi, membutuhkan kemampuan untuk menemukan akar permasalahan tersebut. Ia menyebutkan, setidaknya ada tiga kesenjangan yang menjadi latar belakang sebuah aksi terorisme yaitu kemiskinan, ketimpangan, dan marginalisasi.
Doni/VMN/VBN/Analyst Vibiz Research Center
Editor : Asido Situmorang
Image : Setkab RI