Bank Indonesia Naikkan Suku Bunga 25 Bps Menjadi 6 Persen

1018

(Vibiznews – Economy & Business) Bank Indonesia menaikkan menaikkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 6,00% pada pertemuan 15 November.

Para pembuat kebijakan mengatakan keputusan untuk menaikkan suku bunga tersebut untuk memperkuat upaya menurunkan defisit transaksi berjalan ke dalam batas yang aman, juga untuk memperkuat daya tarik aset keuangan domestik dengan mengantisipasi kenaikan suku bunga global dalam beberapa bulan ke depan, dan stabilisasi rupiah yang berkelanjutan. Bunga pinjaman dan suku bunga deposito juga dinaikkan sebesar 25 bps, masing-masing 6,75 persen dan 5,25 persen.

Seperti yang juga disampaikan dalam Siaran Pers Bank Indonesia bahwa untuk meningkatkan fleksibilitas dan distribusi likuiditas di perbankan, Bank Indonesia menaikkan porsi pemenuhan GWM Rupiah Rerata (konvensional dan syariah) dari 2% menjadi 3% serta meningkatkan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial/PLM (konvensional dan syariah) yang dapat direpokan ke Bank Indonesia dari 2% menjadi 4%, masing-masing dari Dana Pihak Ketiga (DPK). Di bidang kebijakan makroprudensial, Bank Indonesia juga mempertahankan rasio Countercyclical Capital Buffer (CCB) sebesar 0% dan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada target kisaran 80-92%.

Ke depan, Bank Indonesia akan mengoptimalkan bauran kebijakan guna memastikan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Bank Indonesia juga akan memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas ekonomi dan memperkuat ketahanan eksternal, termasuk untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan sehingga menurun menuju kisaran 2,5% PDB pada 2019. Bauran kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah diyakini akan dapat mengelola dampak perubahan ekonomi global sehingga perekonomian tetap berdaya tahan di tengah ketidakpastian global.

Bank Indonesia juga telah memperkenalkan aturan untuk derivatif suku bunga Rupiah, yaitu Interest Rate Swaps (IRS) dan Overnight Index Swaps (OIS), untuk mempercepat pendalaman pasar keuangan lebih lanjut. Ini akan menyediakan instrumen lindung nilai alternatif terhadap fluktuasi tingkat bunga domestik. Dengan publikasi Indonia dan upaya untuk memperkuat kredibilitas JIBOR, kebijakan ini diharapkan dapat menghasilkan kurva imbal hasil yang transparan untuk pasar uang dan pasar obligasi, sementara juga memperkuat transmisi kebijakan moneter dan memperdalam pasar obligasi pemerintah dan korporasi. Rincian aturan untuk derivatif tingkat bunga Rupiah ada dalam dokumen terlampir.

Rupiah jatuh ke tekanan depresiasi pada kuartal ketiga 2018 dan selama Oktober 2018 sebelum rebound pada November 2018. Poin ke poin, Rupiah terdepresiasi 3,84% pada kuartal ketiga 2018 dan 1,98% pada Oktober 2018 sebagai akibat wajar dari ketidakpastian ekonomi global. Namun, Rupiah mengalami rebound pada November 2018, karena arus masuk modal asing ke negara tersebut, yang ditarik oleh dinamika ekonomi domestik yang kondusif dan kebijakan pasar keuangan, serta sentimen positif seputar pemilu paruh waktu di AS. Aliran masuk modal asing mempengaruhi semua aset keuangan, termasuk pasar saham. Pada 14 November 2018, Rupiah telah terdepresiasi sebesar 8,25% (ytd) tahun ini, yang kurang dari depresiasi yang dialami di Turki, Afrika Selatan, India dan Brasil. Bank Indonesia akan tetap waspada terhadap ketidakpastian pasar keuangan global, sambil terus menstabilkan nilai tukar Rupiah sejalan dengan nilai fundamental mata uang dan mempertahankan mekanisme pasar, yang didukung oleh upaya-upaya pendalaman pasar keuangan.

Untuk 2018, bank sentral memperkirakan ekonomi tumbuh sebesar 5,1 persen sementara inflasi diproyeksikan sekitar 3,2 persen.

Asido Situmorang, Senior Analyst, Vibiz Research Center, Vibiz Consulting Group

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here