(Vibiznews – Economy & Business) Putaran terakhir pembicaraan perdagangan antara negosiator AS dan China berakhir pada hari Jumat tanpa perjanjian perdagangan. Negosiasi tersebut berada di bawah bayang-bayang ancaman Presiden AS Donald Trump untuk lebih dari dua kali lipat tingkat tarif menjadi 25% pada $ 200 miliar barang-barang Cina yang dilaksanakan tepat setelah tengah malam pada hari Jumat.
Diperkirakan China tidak akan tinggal diam merespon kenaikan tarif AS tersebut. Kepastian aksi balas ini terjadi hari ini Senin (13/05). China menyatakan akan menaikkan tarif barang-barang AS senilai $ 60 miliar sebagai balasan atas keputusan AS untuk menaikkan bea masuk barang-barang Tiongkok.
Beijing akan menaikkan tarif menjadi 25% dari 10% pada 1 Juni, Kementerian Keuangan China mengatakan. Hal ini menyusul keputusan Presiden AS Donald Trump untuk menaikkan bea atas produk-produk China senilai $ 200 miliar menjadi 25% dari 10% ketika dua negara ekonomi terbesar dunia berjuang untuk menandatangani kesepakatan perdagangan baru.
Tindakan ini meningkatkan konflik perdagangan yang semakin luas yang telah mengguncang investor dan mengancam akan merusak ekonomi global. Saham berjangka AS mengisyaratkan penurunan tajam pada Senin pagi di tengah eskalasi.
Sebagian besar bea akan menargetkan industri pertanian A.S., yang telah tertekan akibat pengenaan sebelumnya dalam perang perdagangan AS dengan China.
Sebelumnya para analis juga memperkirakan akan terjadi pembalasan dari China. Pembalasan diperkirakan terjadi pada perusahaan-perusahaan AS yang beroperasi di China, termasuk potensi perlambatan dalam persetujuan untuk bank dan cek pada impor.
Opsi lain untuk pembalasan Beijing dapat mencakup depresiasi mata uang, kata para analis. Artinya, penurunan nilai yuan akan memberikan keuntungan perdagangan ekspor kepada Tiongkok dan berpotensi mengimbangi dampak tarif AS.
Asido Situmorang, Senior Analyst, Vibiz Research Center, Vibiz Consulting
