(Vibiznews – Property) – Pembangunan properti besar-besaran dewasa ini bermunculan di langit-langit Asia Tenggara, dengan proyek-proyek bersejarah sedang dibangun terutama di Thailand dan Indonesia didukung oleh aliran dana bebas dari luar negeri.
Sebuah proyek di pusat kota Bangkok, akan selesai pada 2026, merupakan pembangunan properti swasta terbesar di Thailand dengan nilai 120 miliar baht ($ 3,95 miliar). Sementara, di luar Jakarta, proyek besar sedang dibangun untuk sekitar 278 triliun rupiah ($ 19,6 miliar), merupakan proyek real estat terbesar yang pernah ada di Indonesia, demikian dilansir dari Nikkei Asian Review (20/10).
Sementara proyek-proyek mega dibangun, bersamaan itu pula muncul kekhawatiran akan kelebihan pasokan di ruang perumahan dan perkantoran serta ketidakpastian pasokan aliran dana investasi asing yang telah memicu pengembangan. Berlimpahnya properti yang sudah tersedia dikombinasikan dengan terbatasnya dana dapat menimbulkan awan mendung dalam upaya pengembang di kawasan Asia Tenggara.
Konglomerat Thailand, TCC Group, disebutkan memiliki harapan tinggi untuk pengembangan One Bangkok di jantung ibu kota Thailand tersebut. Setidaknya 60.000 orang akan bekerja di “kota kecil” ketika selesai, kata seorang eksekutif TCC.
One Bangkok yang dibangun di atas lahan seluas 167.000 meter persegi, akan menampung lima tower perkantoran dan lima hotel mewah, termasuk Ritz-Carlton pertama di kota Bangkok, ditambah tiga bangunan kondominium dan fasilitas lainnya.
Sementara itu, Grup Lippo memiliki rencana serupa yang sedang berlangsung dalam proyek township Meikarta di dekat Jakarta. Pengembangan ini akan mencakup perumahan dan ruang kantor serta fasilitas sekolah dan rumah sakit, dengan tahap pertama yang ditargetkan selesai pada tahun 2021.
Menurut Nikkei Asian Review (20/10), gelombang pembangunan yang historis di seluruh Asia Tenggara ini telah dipicu oleh investor asing, yang dibanjiri dengan dana tunai dampak dari kebijakan moneter yang longgar.
“Ketika arus dana keluar, proyek-proyek di seluruh dunia – terutama di Asia Tenggara – tumbuh dalam skala yang lebih besar,” kata Mari Kumagai, kepala riset di Colliers International Jepang. Tetapi pasar real estat di kawasan itu saat ini dinilai sudah mulai overheat, dan tanda-tanda penurunan mulai muncul.
Survei dari perusahaan real estat internasional Royal Institution of Chartered Surveyor di Inggris pada bulan April-Juni, 67% responden di Indonesia mengatakan pasar sedang bergerak ke bawah (downturn), sementara figurnya adalah 54% di Singapura, 51% di Malaysia dan 44% di Thailand. Hanya di Filipina orang menilai lebih banyak peningkatan daripada penurunannya.
Sementara itu, tingkat kekosongan ruang kantor (vacancy rates) tetap tinggi di beberapa kota. Di Kuala Lumpur, agak naik 1 persen menjadi 23,5% pada Januari-Maret. Di Putrajaya, pusat administrasi Malaysia, mencatat kinerja terburuk 57,6%. Sedangkan, di Jakarta tingkat vacancy terus stagnan di angka sekitar 25%.
Alfred Pakasi/VBN/MP Vibiz Consulting
Editor: Asido