(Vibiznews – Economy) – Morgan Stanley memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi global akan pulih pada kuartal pertama 2020 dan seterusnya, karena berkurangnya tekanan dagang dan kebijakan moneter longgar, yang membalikkan tren penurunan (downward) selama tujuh kuartal terakhir.
“Berkurangnya ketegangan perdagangan, sebagai faktor utama dalam penurunan ekonomi global, akan mengurangi ketidakpastian bisnis dan membuat stimulus kebijakan berjalan lebih efektif,” demikian analis bank mengatakan terkait prospek global tahun 2020. Morgan Stanley memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global sebesar 3,2% pada tahun depan, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan 3% pada tahun 2019, demikian dilansir dari CNBC (18/11).
Akan tetapi, menurut Morgan Stanley, pertumbuhan ini banyak tergantung pada hasil pembicaraan perdagangan AS-China dan apakah putaran tarif berikutnya dari pemerintahan Trump akan berlaku, sebagaimana dijadwalkan pada 15 Desember. Jika tarif itu diaktifkan, pertumbuhan global pada akhir tahun ini akan melambat menjadi 2,8% dan pemulihan akan tertunda hingga kuartal ketiga 2020.
Optimisme pada perundingan dagang AS-China tersebut telah mendongkrak Dow Jones Industrial Average ke level rekornya pada akhir pekan lalu, setelah penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow mengatakan kedua belah pihak hampir mencapai kesepakatan. Media pemerintah China mengatakan Sabtu bahwa AS dan China berada pada “diskusi konstruktif” untuk mencapai kesepakatan fase-satu selama akhir pekan.
Walaupun demikian, masih ada sisi kurang jelas di Gedung Putih dengan Trump mengatakan bahwa ia belum berkomitmen untuk mengangkat salah satu bea terhadap ekspor China. Beijing juga dilaporkan enggan berkomitmen untuk membeli barang pertanian AS senilai $ 50 miliar, yang merupakan permintaan utama dari Trump.
Namun tetap, ketegangan perdagangan dan kebijakan moneter sedang mereda secara bersamaan, sebagai yang pertama kalinya dalam tujuh kuartal terakhir, di mana 20 dari 32 bank sentral yang dilacak oleh Morgan Stanley sampai menurunkan beerapa kali suku bunga acuannya.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi AS justru akan mengalami pelambatan ketika ekonomi negara berkembang yang mendorong banyak pemulihan. Morgan Stanley meramalkan bahwa pertumbuhan PDB riil di AS, akan melambat dari 2,3% pada 2019 menjadi 1,8% pada 2020.
Keputusan Federal Reserve yang telah memangkas suku bunganya sebesar 75 basis poin pada tahun ini disebutkan telah mendongkrak permintaan swasta, perumahan dan konsumsi, yang mengimbangi pelemahan di sektor-sektor yang terpapar perang dagang, menurut bank investasi tersebut. Ini telah membatasi pelambatan, namun sebagian besar dampaknya itu sudah diserap perekonomian.
“Pada tahun 2020 ekonomi (A.S.) akan bertumbuh lebih lambat karena sebagian besar penguatan sebagai dampak dari pemangkasan suku bunga telah terserap, dan rumah tangga harus menyeimbangkan antara naiknya pendapatan dengan melonjaknya harga akibat pengenaan tariff,” tulis Morgan Stanley. “Tetapi ekonomi (A.S.) berada pada pijakan yang kokoh, dengan berkurangnya hambatan eksternal, serta berlanjutnya kebijakan moneter longgar dan dukungan kebijakan fiskal.”
Pimpinan the Fed Jerome Powell, dalam kesaksian di depan Kongres pada Rabu lalu, mengatakan suku bunga tidak mungkin berubah dalam waktu dekat selama ekonomi tetap pada jalurnya saat ini. Morgan Stanley memperkirakan the Fed akan mempertahankan suku bunganya di tahun 2020, tetapi diperkirakan akan ada dua kali kenaikan di paruh kedua 2021 setelah inflasi AS mencapai 2,5%, demikian dikutip dari CNBC, Senin (18/11).
Analis Vibiz Research Center melihat potensi pemulihan ekonomi bisa saja terjadi, sebagaimana prediksi Morgan Stanley ini. Meskipun peluang ini masih rentan, melihat kepada seringnya perundingan dagang AS-China yang maju mundur atau kerap berubah. Namun yang cukup jelas, dalam peredaan perang dagang, perekonomian negara berkembang yang harusnya akan lebih dahulu terdampak secara positif. Untuk itu, ekonomi Indonesia perlu juga mengantisipasi kemungkinan dan peluang ini. Pasar ekspor nampaknya perlu diperkuat dan diperluas secara simultan.
Alfred Pakasi/VBN/MP Vibiz Consulting
Editor: Asido