(Vibiznews – Bonds) – Imbal hasil (yield) obligasi rupiah Pemerintah Indonesia jangka panjang 10 tahun terpantau naik terbatas 1,18 bps, pada perdagangan Kamis ini (23/4) menjadi 7,957%. Pergerakan ini menunjukkan harga obligasi terkoreksi setelah minggu ini cenderung dalam rentang konsolidasi, di tengah kecenderungan net capital inflow dari investor global yang masuk ke pasar SBN.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, pada Rabu (22/4) menyampaikan bahwa berdasarkan data transaksi harian nonresiden, baik dari SBN maupun saham dalam periode 13-20 April 2020, terjadi inflow asing terhadap SBN sebesar Rp4,37 triliun dan outflow saham sebesar Rp2,8 triliun, sehingga secara keseluruhan tercatat net inflow sebesar Rp1,57 triliun. Hal tersebut menunjukan bahwa secara bertahap kepercayaan kepada Indonesia khususnya dalam investasi portofolio fixed income, berangsur-angsur mengalami kenaikan
Analis Vibiz Research Center melihat IHSG hari Kamis ini kembali rebound dengan menguat 0,57% atau 25,992 poin ke level 4.593,554, sedangkan bursa saham kawasan Asia umumnya menguat dengan rebound-nya harga minyak kembali. Sementara itu, rupiah petang ini rebound kuat 0,32% atau 50 poin ke level Rp 15.400.
Menurut Investing.com per Kamis sore ini, tingkat yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun: 7,957%; tenor 5 tahun naik ke 7,928%; dan tenor 3 tahun naik ke 6,788%. Menunjukkan harga SBN masih dalam konsolidasi setelah minggu lalu dalam tren menguat.
Sebagaimana diketahui, yield menjadi acuan keuntungan investor di pasar surat utang dibanding harga karena itu sudah mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka. Kenaikan yield menunjukkan turunnya harga obligasi pemerintah karena gerak antara yield dan harga obligasi berlawanan. Harga obligasi yang turun mencerminkan risiko tinggi, maka yield akan naik. Sebaliknya, yield turun mencerminkan harga obligasi yang naik.
Alfred Pakasi/VBN/MP Vibiz Consulting
Editor: Asido



