(Vibiznews – Bonds) – Imbal hasil (yield) obligasi rupiah Pemerintah Indonesia jangka panjang 10 tahun terpantau berlanjut naik 2,33 bps, pada perdagangan Selasa siang ini (28/4) menjadi 8,225%. Pergerakan ini menunjukkan harga obligasi terkoreksi melemah di hari ketiganya, di tengah pasar yang berminat kembali kepada aset berisiko, terutama saham.
Kenaikan permintaan di bursa saham global terjadi di tengah sejumlah paket stimulus lanjutan yang diluncurkan berbagai pemerintah dan bank sentral global. Di samping itu, rencana pembukaan ekonomi kembali dari lockdown, misalnya di beberapa negara bagian AS telah mendongkrak permintaan aset berisiko.
Analis Vibiz Research Center melihat untuk IHSG hari Selasa di akhir sesi pertama ini, terpantau bergerak dua arah dan terkoreksi tipis 0,16% atau -7,009 poin ke level 4.506,132, sedangkan bursa saham kawasan Asia umumnya variatif dan bergerak terbatas di tengah turunnya lagi harga minyak mentah dunia. Sedangkan, rupiah siang ini melemah cukup signifikan 0,65% atau 100 poin ke level Rp 15.485.
Sementara itu, pada hari ini Pemerintah akan melakukan kembali lelang Surat Utang Negara (SUN) tujuh seri, dengan target indikatif sebesar Rp 20 triliun.
Menurut data Investing.com per siang ini, tingkat yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun: 8,225%; tenor 5 tahun naik ke 7,681%; dan tenor 3 tahun naik ke 6,919%. Menunjukkan harga SBN masih dalam koreksi di antara pilihan asset yang lebih berisiko dengan peluang gain lebih tinggi.
Sebagaimana diketahui, yield menjadi acuan keuntungan investor di pasar surat utang dibanding harga karena itu sudah mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka. Kenaikan yield menunjukkan turunnya harga obligasi pemerintah karena gerak antara yield dan harga obligasi berlawanan. Harga obligasi yang turun mencerminkan risiko tinggi, maka yield akan naik. Sebaliknya, yield turun mencerminkan harga obligasi yang naik.
Alfred Pakasi/VBN/MP Vibiz Consulting
Editor: Asido