(Vibiznews – Bonds) – Imbal hasil (yield) obligasi rupiah Pemerintah Indonesia jangka panjang 10 tahun terpantau naik 1,39 bps, pada perdagangan Senin siang ini (4/5) menjadi 8,030%. Pergerakan ini menunjukkan harga obligasi terkoreksi turun setelah 3 minggu dalam tren penguatan, di tengah pasar yang kembali ragu untuk mengambil aset berisiko oleh kemungkinan naiknya tensi dagang AS – China.
Sentimen ‘risk-off’ pada investor kembali lagi ke pasar terpicu oleh ancaman Presiden Trump akhir pekan lalu yang akan mengenakan tariff baru kepada produk impor China karena harus bertanggung jawab atas pandemic virus corona.
Analis Vibiz Research Center melihat untuk IHSG hari Senin di akhir sesi pertama ini, terpantau 2,35% atau -111,065 poin ke level 4.605,338, sedangkan bursa saham kawasan Asia umumnya melemah dipimpin bursa Hong Kong yang terkoreksi 3% oleh naiknya tensi antara AS dan China yang menekan sentimen investor. Sedangkan, rupiah siang ini melemah signifikan 1,62% atau 241 poin ke level Rp 15.116.
Menurut data Investing.com per siang ini, tingkat yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun: 8,030%; tenor 5 tahun naik ke 7,387%; dan tenor 3 tahun stabil di 6,863%. Menunjukkan harga SBN masih dalam konsolidasi di antara investor yang lebih dalam perhitungan di tengah ketidakpastian pasar.
Sebagaimana diketahui, yield menjadi acuan keuntungan investor di pasar surat utang dibanding harga karena itu sudah mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka. Kenaikan yield menunjukkan turunnya harga obligasi pemerintah karena gerak antara yield dan harga obligasi berlawanan. Harga obligasi yang turun mencerminkan risiko tinggi, maka yield akan naik. Sebaliknya, yield turun mencerminkan harga obligasi yang naik.
Alfred Pakasi/VBN/MP Vibiz Consulting
Editor: Asido