(Vibiznews – Index) Bursa Asia Pasifik ditutup naik pada hari Senin (05/10) menyusul kenaikan harga minyak mentah dan perkembangan positif kesehatan Presiden AS Donald Trump.
Saham di Australia memimpin kenaikan di antara pasar utama kawasan, dengan indeks ASX 200 naik 2,59% menjadi ditutup pada 5.941,60 karena saham bank-bank utama negara itu melonjak: Australia and New Zealand Banking Group naik 4,22%, Commonwealth Bank of Australia menambahkan 3,56% , Westpac naik 4,35% dan National Australia Bank melonjak 4%.
Indeks Hang Seng Hong Kong ditutup naik 1,32%menjadi 23.767,78, dengan saham HSBC melonjak 4,03%.
Di Jepang, indeks Nikkei 225 naik 1,23% menjadi ditutup pada 23,312,14 sedangkan indeks Topix naik 1,74% untuk menyelesaikan hari perdagangannya di 1,637,25.
Indeks Kospi Korea Selatan berakhir naik 1,29% pada menjadi 2.358.
Harga minyak mengalami rebound pada perdagangan Senin menyusul penurunan hari Jumat karena investor terus mengamati perkembangan positif kesehatan Presiden AS Donald Trump setelah ia dinyatakan positif terkena virus corona minggu lalu.
Pada sore hari jam perdagangan Asia, harga minyak mentah berjangka Brent naik 2,55% menjadi $ 40,27 per barel. Harga minyak mentah berjangka AS juga melonjak 2,89% menjadi $ 38,12 per barel. Pekan lalu, setelah Trump mengumumkan hasil tes positifnya, harga minyak telah merosot lebih dari 3%.
Saham perusahaan minyak secara regional beragam. Di Australia, Beach Energy naik 5,6% sementara Santos naik 4,71%. Inpex Jepang melonjak 4,34%. Namun di Hong Kong, saham PetroChina tergelincir 1,32% dan CNOOC turun 1,21%.
Investor terus memantau perkembangan seputar kesehatan Trump. Dokter presiden AS, Dr. Sean Conley, mengatakan pada hari Minggu bahwa kondisinya telah membaik dan dapat dipulangkan secepatnya pada hari Senin. Presiden AS dipindahkan ke Pusat Medis Militer Nasional Walter Reed pada hari Jumat setelah dia diberi obat antiviral remdesivir.
Dalam perkembangan perusahaan, saham Fonterra Co-operative Group yang terdaftar di Selandia Baru naik tipis 0,25% pada hari Senin setelah mengumumkan kesepakatan untuk menjual pertaniannya di China.
Saham Semiconductor Manufacturing International Corporation (SMIC) yang terdaftar di Hong Kong, pembuat chip terbesar di China, turun 4,64% pada hari Senin setelah perusahaan itu mengumumkan pada Minggu bahwa mereka telah melakukan pertukaran awal dengan Biro Industri dan Keamanan AS tentang pembatasan ekspor.
Pada September, saham SMIC anjlok setelah pemerintah AS mengumumkan sedang mempertimbangkan untuk memberlakukan pembatasan ekspor pada perusahaan tersebut. Sanksi terhadap pembuat chip itu menghantam ambisi teknologi China pada saat ketegangan meningkat antara Beijing dan Washington.
Analyst Vibiz Research Center memperkirakan untuk selanjutnya bursa saham Asia Pasifik akan mencermati perkembangan bursa Wall Street yang berpotensi naik dengan berita positif kesehatan Presiden AS Donald Trump dan juga penguatan harga minyak mentah.
Asido Situmorang, Senior Analyst, Vibiz Research Center, Vibiz Consulting



