(Vibiznews – Economy & Business) – Setiap negara tentu sedang mengupayakan pemulihan ekonomi pascapandemi tetapi siapa yang menduga ada perang Rusia-Ukraina yang membawa dampak bukan hanya bagi Eropa tetapi bagi negara lain di seluruh dunia mengingat Ukraina adalah penghasil gandum terbesar selain Amerika dan Rusia pemasok energi yang besar bagi Eropa sehingga pemulihan ekonomi global tertunda akibat perang tersebut.
Namun ancaman pemulihan ekonomi yang bergeser pada eskalasi geopolitik Rusia – Ukraina dan dinamika kebijakan moneter Amerika Serikat, justru menghadirkan peluang di tengah tantangan bagi Indonesia. Plt. Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Abdurrohman mengatakan, kenaikan harga energi membawa efek positif bagi neraca perdagangan Indonesia karena menggerek beberapa komoditas utama seperti batu bara, nikel, dan tembaga.
“Sebenarnya harga komoditas sudah mulai meningkat di 2021 lalu. Kemudian diamplifikasi oleh konflik Rusia-Ukraina. Ini yang sangat tergantung dari skenario seberapa panjang konflik akan terjadi. Jadi kalau konfliknya berlangsung lama, itu pengaruhnya juga akan panjang ke komoditas kita,” ungkap Abdurrohman.
Neraca perdagangan Indonesia konsisten mencatatkan surplus 22 bulan beruntun, mencapai USD3,83 miliar pada Februari 2022. Peningkatan ekspor mendorong terjadinya surplus tersebut.
Ekspor di bulan Februari 2022 tercatat tumbuh 34,14% (yoy), didukung oleh kenaikan ekspor nonmigas unggulan serta sektor manufaktur yang masih tumbuh kuat. Sedangkan impor tumbuh 25,43% (yoy), didominasi oleh jenis barang input (bahan baku dan barang modal) yang mencerminkan berlanjutnya penguatan aktivitas produksi.
Sementara itu, Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan Kasan berpendapat sama. Menurutnya, fenomena commodity supercycle yang terjadi tahun lalu belum akan mereda dan harga-harga komoditas global diprediksi masih tetap akan tinggi.
“Nilai ekspor Indonesia untuk produk CPO dan turunannya serta produk-produk pertambangan (batu bara, timah, nikel, dan tembaga) diproyeksikan akan mengalami peningkatan pada kuartal II-2022,” ungkap Kasan.
Kasan menilai terdapat peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspornya dengan adanya sanksi ekonomi negara-negara barat kepada Rusia. Sebagai contoh, AS telah menjatuhkan sanksi berupa larangan impor untuk komoditi migas dan batu bara dari Rusia. Larangan impor tersebut diperluas lagi ke beberapa sektor lainnya seperti sektor perikanan, minuman beralkohol dan perhiasan.
Hal tersebut menurut Kasan tentu menjadi peluang bagi Indonesia untuk dapat mengisi pasar AS khususnya untuk produk-produk perikanan (HS 03) yang nilai impormya dari Rusia di tahun 2021 mencapai USD1,2 miliar. Sementara untuk data impor AS dari Indonesia untuk produk perikanan di tahun lalu mencapai USD1,4 miliar.
“Di tengah berkurangnya pasokan di pasar AS akibat sanksi ekonomi tersebut, Indonesia tentu memiliki peluang untuk mengisi kebutuhan dan meningkatkan pangsa pasar di AS,” pungkas Kasan.
Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting