(Vibiznews – Economy & Business) – Lembaga Pemeringkat Japan Credit Rating Agency, Ltd. (JCR) kembali mempertahankan Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada BBB+ (Investment Grade). Dengan outlook stabil pada 27 Juli 2022.
Adapun keputusan yang diambil berdasarkan:
- Prospek pertumbuhan ekonomi yang kuat seiring permintaan domestik yang membaik; JCR memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia melampaui 5% pada 2022, terutama didukung konsumsi swasta, investasi dan peningkatan ekspor. Hal ini didorong oleh kenaikan harga komoditas.
- Utang pemerintah yang terkendali. JCR memperkirakan utang pemerintah akan menurun secara gradual seiring perbaikan postur fiskal. Hal ini didukung peningkatan penerimaan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang membaik dan harga komoditas yang meningkat.
- Daya tahan eksternal yang didukung oleh akumulasi cadangan devisa yang setara dengan 6,6 bulan impor. Ini sudah dikonfirmasi dari Bank Indonesia dimana posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Juni 2022 sebesar 136,4 miliar dollar AS. Lebih tinggi dibandingkan dengan posisi pada akhir Mei 2022 sebesar 135,6 miliar dolar AS. Ini berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
• Di sisi lain, JCR juga mencermati tantangan yang berasal dari ketergantungan pada komoditas sumber daya alam yang masih tinggi. Dan penerimaan pemerintah yang rendah.
• JCR memproyeksikan defisit fiskal akan mencapai 4,0% dari PDB pada 2022 dan kembali menurun pada 2023.
• Dari sisi eksternal, JCR memperkirakan surplus transaksi berjalan akan terus berlanjut pada 2022, didukung kenaikan harga komoditas dalam jangka pendek. Ke depan, aliran masuk investasi langsung diperkirakan berlanjut didorong oleh perbaikan iklim investasi.
Lihat: JCR Mempertahankan Peringkat RI Pada BBB+ dengan Outlook Stabil
Peringkat Republik Indonesia (RI) pada BBB+ (Investment Grade) dengan outlook stabil juga telah diberikan oleh 2 lembaga pemeringkat internasional lainnya.
FITCH
Lembaga Pemeringkat Fitch memberikan pernyataan yang serupa pada 28 Juni 2022.Keputusan yang diambil berdasarkan analisa:
• Pertimbangan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka menengah yang baik serta rasio utang Pemerintah terhadap PDB yang rendah.
• Pada sisi lain, Fitch melihat masih ada beberapa tantangan yang perlu direspons, yaitu rasio pembiayaan eksternal yang meningkat. Juga penerimaan Pemerintah yang masih rendah.
• Selain itu, beberapa indikator struktural seperti PDB-per-kapita dan tata kelola, yang relatif lebih rendah dibandingkan negara-negara lain pada peringkat yang sama.
• Pada sisi eksternal, Fitch memperkirakan transaksi berjalan akan mencatat defisit yang rendah yaitu sebesar 0,4% dari PDB pada 2022. Dan meningkat menjadi 1,0% dari PDB pada 2023.
• Terkait perkembangan harga, Fitch melihat adanya risiko kenaikan tekanan, meski meyakini bahwa inflasi masih akan tetap terjaga dalam kisaran sasaran 3%+1%.
• Pada sisi fiskal, Fitch melihat komitmen dari Pemerintah untuk menurunkan defisit fiskal menjadi di bawah 3% pada 2023, akan tercapai. Proyeksi defisit fiskal tahun 2022 diperkirakan turun menjadi 4,3% dari PDB, dibandingkan defisit fiskal pada 2021 sebesar 4,6% dari PDB.
• Fitch memperkirakan utang Pemerintah akan menurun secara bertahap dari level 44,2% dari PDB pada 2022. Level utang ini jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara lain pada peringkat yang sama (55,9% dari PDB).
• Selain itu, ketergantungan Indonesia atas pembiayaan eksternal juga lebih rendah. Ini diindikasikan oleh kepemilikan investor asing atas surat berharga Pemerintah dalam rupiah yang menurun.
Standard & Poor’s (S&P)
Pada tanggal 27 April 2022 S&P memberikan pernyataan yang sama atas peringkat Indonesia.
Yang menjadi dasar keputusannya adalah:
• Adanya perbaikan posisi eksternal ekonomi Indonesia, konsolidasi kebijakan fiskal yang dilakukan oleh Pemerintah secara gradual;
• Keyakinan S&P terhadap pemulihan ekonomi Indonesia yang akan terus berlanjut sampai dengan dua tahun ke depan. Hal ini didukung oleh prospek pertumbuhan ekonomi yang solid dan rekam jejak kebijakan yang berhati-hati.
• S&P memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 akan meningkat menjadi 5,1% setelah sebelumnya tumbuh 3,7% pada 2021.
• Namun, Indonesia juga perlu mewaspadai risiko yang berasal dari krisis Rusia-Ukraina. S&P memandang, meski peningkatan harga komoditas diperkirakan dapat mendorong pendapatan perusahaan dan penerimaan fiskal. Namun terdapat risiko penurunan pertumbuhan ekonomi global yang dapat menekan permintaan global.
• Selain itu, kenaikan inflasi berpotensi menekan kinerja konsumsi domestik. Meski demikian, S&P menilai UU Cipta Kerja yang disahkan pada 2020 akan memperbaiki iklim usaha. Sehingga dapat mendorong investasi dan tingkat pertumbuhan potensial ekonomi.
• Di sisi eksternal, S&P memandang kinerja eksternal Indonesia ditopang oleh perbaikan terms of trade sejalan dengan kenaikan harga komoditas. Harga beberapa komoditas ekspor utama Indonesia meningkat seperti batu bara, tembaga, gas alam, dan nikel. Juga permintaan global yang menguat, telah mendorong kenaikan penerimaan transaksi berjalan.
• S&P juga berpandangan bahwa kebijakan Pemerintah untuk mendorong peningkatan nilai tambah untuk produk pertambangan juga dapat meningkatkan penerimaan ekspor. Kondisi ini juga menyebabkan cadangan devisa Indonesia diperkirakan akan berada dikisaran $140 miliar, didukung oleh neraca pembayaran yang dinamis
• Di sisi fiskal, S&P menilai bahwa Indonesia telah menunjukkan kemajuan untuk kembali ke level defisit fiskal yang moderat.
• S&P memproyeksikan defisit fiskal akan terus menurun menjadi 4% dari PDB pada 2022. Ini didukung oleh kenaikan penerimaan sejalan dengan harga komoditas yang meningkat dan kegiatan ekonomi domestik yang kembali normal.
• S&P juga menyatakan bahwa utang pemerintah Indonesia relatif stabil pasca peningkatan yang cukup signifikan pada 2020. Namun, beban bunga berpotensi akan mencatat peningkatan seiring dengan tren kenaikan suku bunga global selama satu hingga dua tahun ke depan.
• S&P mencatat Bank Indonesia telah berperan signifikan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan meredam dampak gejolak ekonomi dan keuangan terhadap ekonomi domestik. Dukungan Bank Indonesia dalam pembiayaan defisit fiskal melalui pembelian surat berharga Pemerintah, dapat membantu Pemerintah mengelola beban bunga ketika pasar keuangan sedang mengalami tekanan.
Analis Vibiz Research Center melihat ketetapan JCR, Fitch dan Standard & Poor’s untuk mempertahankan peringkat RI di level BBB+/outlook stabil adalah suatu prestasi. Di tengah peningkatan risiko global akibat tensi geopolitik Rusia-Ukraina, perlambatan ekonomi global, peningkatan tekanan inflasi, pertumbuhan ekonomi Indonesia dinilai stabil. Ini adalah kinerja yang pantas diapresiasi.
Hal ini berarti pemangku kepentingan internasional tetap memiliki keyakinan yang kuat atas terjaganya stabilitas makroekonomi dan prospek ekonomi jangka menengah Indonesia. Meskipun tetap ada risiko yang patut diwaspadai yaitu dampak dari perlambatan ekonomi global terhadap pertumbuhan ekonomi domestik.
Sinergi Pemerintah dan Bank Indonesia yang cepat tanggap, agresif karena ini kondisi yang luar biasa, namun tetap terukur mendapat pengakuan internasional. Kita harapkan ini merupakan basis yang kuat bagi pemulihan ekonomi selanjutnya di tahun 2023.
Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting