(Vibiznews – Bond & Mutual) Di tengah kenaikan inflasi, penyaluran kredit di Indonesia malah tumbuh positif. Namun, adanya potensi kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) bisa menghambat penyaluran kredit di sisa tahun 2022.
Otoritas Jasa Keuangan mencatat sampai dengan Juni 2022 penyaluran kredit perbankan mencapai angka Rp6.182 triliun, atau naik 10,66 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan kredit perbankan sepanjang 2022 mampu mencapai 9–11 persen secara tahunan didorong oleh capaian penyaluran kredit yang tumbuh 10,66 persen pada Juni 2022. Peningkatan itu seiring dengan peningkatan ketahanan sistem keuangan dan fungsi intermediasi perbankan.
Data IdScore misalnya, menunjukan sejak Februari 2022 terjadi tren peningkatan portofolio kredit baik anggota dan non-anggotanya yang disebabkan oleh pemulihan ekonomi dan suku bunga yang rendah. Nilai portfolio kredit rata-rata anggota selama satu tahun terakhir tercatat sebesar Rp3.379,66 triliun, ini lebih tinggi Rp395,52 triliun daripada rata-rata portofolio non anggota. Sedangkan Nilai tertinggi portofolio kredit terjadi sebelum pandemi (Februari 2020) sebesar Rp 6.887,02 triliun.
Adapun semenjak pandemi portofolio tertinggi terjadi pada Mei 2022 sebesar Rp6.731,27 trilliun dengan pertumbuhan 0,53% dibandingkan bulan sebelumnya dan tumbuh 8,08% dibandingkan tahun lalu.
Badan Pusat Statistik mencatat tingkat inflasi tahun kalender (Januari–Juni) 2022 sebesar 3,19 persen sedangkan tingkat inflasi tahun ke tahun (Juni 2022 terhadap Juni 2021) sebesar 4,35 persen. Nilai tukar rupiah terhadap Dollar AS sempat melemah ke level Rp15.000 an beberapa setelah bank sentral AS menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin ke 1,5 – 1,75 persen guna meredam inflasi.
Direktur Utama IdScore, Yohanes Arts Abimanyu menjelaskan, “melihat situasi inflasi dan prediksi kenaikan suku bunga, BI mulai melakukan normalisasi yang mengarah ke pengetatan kebijakan moneter. Kondisi ini akan mempengaruhi penyaluran kredit di semester II tahun 2022.”
Menurut Abimanyu dalam diskusi secara virtual pada Rabu, (10/8), standar penyaluran kredit yang lebih ketat diperkirakan terjadi pada jenis kredit modal kerja, kredit konsumsi selain Kredit Pemilikan Rumah (KPR), dan kredit Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM). Sementara itu, aspek kebijakan penyaluran kredit yang diperkirakan lebih ketat dibandingkan sebelumnya antara lain yaitu plafon kredit, jangka waktu kredit, premi kredit berisiko, dan agunan.
Menurut Josua Pardede, Chief Economist Permata Bank, “Tingkat inflasi yang relatif tinggi ini dikhawatirkan mendorong peningkatan suku bunga BI hingga akhir tahun 2022. suku bunga BI pada umumnya direspon dengan kenaikan suku bunga perbankan, baik suku bunga Dana Pihak Ketiga dan suku bunga kredit. Meskipun kenaikan suku bunga kredit cenderung lebih terbatas. Saat ini suku bunga acuan BI masih berada di level 3,5 persen,” jelas Josua.
Abimanyu menambahkan menunggak pembayaran kredit akan mempengaruhi credit score debitur yang akan mempersulit pengajuan kredit ke depan. Credit score adalah suatu angka yang mencerminkan reputasi keuangan individu atau lembaga dalam memenuhi kewajiban keuangannya. “Umumnya angka ini berkisar antara 250 hingga 900. Semakin tinggi score, semakin rendah risiko kreditnya. Demikian pula sebaliknya,” jelasnya. Pihak perbankan menggunakan credit score sebagai acuan untuk mengukur tingkat kelayakan kredit seorang calon debitur sebelum pengambilan keputusan kredit.