Bagaimana Prospek Reksa Dana Terproteksi

364
Reksa Dana Saham Menempati Posisi Puncak Dibandingkan Lainnya

(Vibiznews – Bonds & Mutual Fund) – Reksa dana merupakan salah satu instrumen investasi yang masih diminati di pasar modal. Salah satunya prospek reksa dana terproteksi dinilai masih menarik di tengah mereda-nya inflasi dan kenaikan suku bunga. Apalagi, pasar dari reksadana terproteksi pun masih cukup besar.

Perlu diketahui, reksa dana terproteksi memiliki pasar tersendiri terlebih bagi investor konvensional yang menyukai return dan jangka waktu yang pasti.

Menurut penulis, saat ini ada beberapa hal yang harus dicermati. Mulai dari angka inflasi turun dan mereda-nya agresivitas The Fed bisa menjadi peluang untuk pasar obligasi hingga akhir tahun. Lagipula, imbal hasil reksa dana terproteksi diproyeksi masih bisa berada dalam kisaran 5%-7%, belum dipotong pajak.

Meskipun masih punya prospek yang cukup baik, ternyata dana kelolaan atau assets under management (AUM) reksa dana terproteksi menurun.

Dana kelolaan reksa dana terproteksi turun akibat tren kenaikan suku bunga dan inflasi yang tinggi. Menurut data Infovesta Utama, total dana kelolaan atau asset under management (AUM) reksa dana terproteksi pada bulan Oktober 2022 sebesar Rp 97,82 triliun. Total dana kelolaan ini turun 5,20% jika dibandingkan Rp 103,19 triliun pada akhir tahun 2021.

Menurut Vice President Head of Sales, Marketing & Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana, reksa dana terproteksi masih menarik dari sisi imbal hasil. Tapi minat dari investor institusi berkurang mengingat sudah tidak ada insentif pajak. Sehingga memegang obligasi langsung bisa lebih efisien daripada memegang reksa dana terproteksi.

Sentimen yang bisa menopang reksa dana terproteksi berasal dari suku bunga dan perpajakan. Di sisi lain, minat emiten menerbitkan obligasi korporasi juga menjadi pemicu utama, mengingat investor masih memburu imbal hasil yang lebih tinggi.

Penurunan ini terjadi karena pasar obligasi dianggap kurang menarik untuk para investor. Tentunya di tengah tingginya imbal hasil US Treasury dan kenaikan suku bunga The Fed.

Pada dasarnya, semua instrumen obligasi tergolong aman. Yang jelas investor hanya perlu mencermati tipe obligasi yang dibutuhkan. Oleh karena itu penting bagi investor mencermati kondisi keuangan perusahaan yang menerbitkan obligasi dan rating obligasi.

Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting