Surat Utang Swasta dan Pemerintah, Imbal Hasil dan Risikonya

401
bonds

(Vibiznews – Bonds) – Obligasi adalah surat utang yang diterbitkan oleh pihak swasta atau pemerintah dengan tujuan meminjam dana dari investor. Di Indonesia, obligasi diterbitkan oleh emiten, yaitu perusahaan atau pemerintah yang membutuhkan dana untuk membiayai proyek atau kegiatan tertentu.

Contoh obligasi di Indonesia antara lain:
1. Obligasi Negara Ritel (ORI) Obligasi ini diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia dan ditujukan untuk masyarakat umum. ORI biasanya memiliki jangka waktu 3-10 tahun dengan bunga yang menarik.
2. Obligasi Korporasi Obligasi korporasi diterbitkan oleh perusahaan swasta dengan tujuan membiayai proyek atau kegiatan tertentu. Obligasi korporasi memiliki jangka waktu yang bervariasi dan bunga yang disesuaikan dengan kondisi pasar.
3. Sukuk Sukuk adalah obligasi syariah yang diterbitkan oleh perusahaan atau pemerintah dengan prinsip syariah. Sukuk biasanya memiliki jangka waktu dan bunga yang tetap.
4. Obligasi Daerah Obligasi daerah diterbitkan oleh pemerintah daerah dengan tujuan membiayai proyek atau kegiatan tertentu. Obligasi daerah biasanya memiliki jangka waktu yang bervariasi dan bunga yang disesuaikan dengan kondisi pasar.
5. Obligasi Konversi Obligasi konversi adalah obligasi yang dapat diubah menjadi saham pada waktu yang ditentukan. Obligasi konversi biasanya diterbitkan oleh perusahaan yang ingin meningkatkan modalnya dengan cara mengeluarkan saham baru.

Apa Beda Harga Obligasi dan Bunga Obligasi?

Harga obligasi dan bunga obligasi adalah dua konsep yang berbeda dalam investasi obligasi.

Harga obligasi adalah harga pasar saat ini dari obligasi, yaitu nilai yang harus dibayar oleh investor untuk membeli obligasi dari pemiliknya. Harga obligasi dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti tingkat suku bunga saat ini, risiko kredit emiten, lama jatuh tempo obligasi, dan likuiditas pasar obligasi. Harga obligasi biasanya diekspresikan sebagai persentase dari nilai nominal obligasi, misalnya 105% atau 95%.

Bunga obligasi, atau yield, adalah pengembalian yang dihasilkan oleh obligasi dalam bentuk bunga yang dibayarkan kepada investor setiap tahunnya. Bunga obligasi biasanya dinyatakan dalam persentase dari nilai nominal obligasi, dan dihitung berdasarkan suku bunga yang ditentukan pada saat penerbitan obligasi. Bunga obligasi dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti risiko kredit emiten, tingkat suku bunga pasar, dan lama jatuh tempo obligasi.

Dalam hubungannya dengan harga obligasi, bunga obligasi juga mempengaruhi harga obligasi. Jika suku bunga pasar naik, harga obligasi cenderung turun, karena investor dapat memperoleh pengembalian yang lebih tinggi dengan membeli obligasi baru dengan suku bunga yang lebih tinggi. Sebaliknya, jika suku bunga pasar turun, harga obligasi cenderung naik, karena obligasi tersebut menjadi lebih menarik dibandingkan dengan obligasi baru dengan suku bunga yang lebih rendah. Oleh karena itu, harga obligasi dan bunga obligasi saling terkait dan pergerakan suatu faktor dapat mempengaruhi pergerakan faktor yang lainnya.

Bagaimana Cara Menghitung Yield Obligasi

Yield obligasi adalah pengembalian yang dihasilkan oleh obligasi dalam bentuk bunga yang dibayarkan kepada investor setiap tahunnya. Cara menghitung yield obligasi tergantung pada jenis obligasi dan cara pembayaran bunga yang diatur dalam perjanjian obligasi.

Berikut adalah cara menghitung yield obligasi untuk obligasi dengan pembayaran bunga tetap (fixed-rate bond):
1. Tentukan harga pasar obligasi saat ini. Harga pasar obligasi dapat diperoleh dari pasar obligasi atau dapat dihitung dengan memperhitungkan faktor-faktor seperti tingkat suku bunga saat ini, risiko kredit emiten, lama jatuh tempo obligasi, dan likuiditas pasar obligasi.
2. Tentukan nilai nominal obligasi. Nilai nominal obligasi adalah jumlah utang yang tercatat pada obligasi.
3. Tentukan jangka waktu atau lama jatuh tempo obligasi. Lama jatuh tempo obligasi adalah waktu yang ditetapkan oleh penerbit obligasi untuk pengembalian dana utang kepada investor.
4. Tentukan besaran bunga obligasi. Bunga obligasi biasanya dinyatakan sebagai persentase dari nilai nominal obligasi dan dihitung berdasarkan suku bunga yang ditentukan pada saat penerbitan obligasi.
5. Gunakan rumus yield obligasi.

Yield obligasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Yield Obligasi = [Bunga Tahunan / Harga Obligasi] x 100%
Contohnya, misalkan obligasi ABC dengan nilai nominal Rp 10 juta, bunga tetap 6% per tahun, jatuh tempo 5 tahun, dan harga pasar saat ini sebesar Rp 9 juta. Maka, yield obligasi dapat dihitung sebagai berikut:
Yield Obligasi = [Rp 600,000 / Rp 9,000,000] x 100% = 6.67%

Dengan demikian, yield obligasi pada contoh di atas adalah sebesar 6.67%. Yield obligasi dapat memberikan gambaran kepada investor tentang pengembalian yang diharapkan dari investasi obligasi tersebut. Namun, perlu diingat bahwa yield obligasi bukan merupakan pengembalian yang pasti karena ada risiko kredit yang terkait dengan penerbit obligasi.

Pengertian Risiko Kredit Terkait Penerbit Obligasi

Risiko kredit terkait penerbit obligasi adalah risiko bahwa penerbit obligasi tidak mampu membayar kembali pinjaman dan bunga yang dijanjikan kepada investor. Risiko kredit adalah risiko umum yang terkait dengan investasi pada instrumen utang, termasuk obligasi.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi risiko kredit terkait penerbit obligasi, antara lain:
1. Kualitas kredit penerbit obligasi. Kualitas kredit penerbit obligasi mengacu pada kemampuan penerbit obligasi untuk membayar pinjaman dan bunga pada waktu yang telah ditentukan. Kualitas kredit penerbit obligasi dapat dinilai berdasarkan rating kredit yang diberikan oleh lembaga rating kredit. Semakin rendah rating kredit penerbit obligasi, semakin besar risiko kredit terkait penerbit obligasi.
2. Struktur modal penerbit obligasi. Struktur modal penerbit obligasi mengacu pada bagaimana penerbit obligasi membiayai kegiatannya. Jika penerbit obligasi memiliki struktur modal yang sehat dan memiliki kemampuan untuk membayar utang, maka risiko kredit terkait penerbit obligasi akan lebih rendah.
3. Persyaratan pembayaran bunga dan pokok. Persyaratan pembayaran bunga dan pokok harus dipenuhi oleh penerbit obligasi pada waktu yang telah ditentukan. Jika penerbit obligasi tidak mampu memenuhi persyaratan tersebut, maka risiko kredit terkait penerbit obligasi akan meningkat.
4. Perubahan kondisi ekonomi. Perubahan kondisi ekonomi dapat mempengaruhi kemampuan penerbit obligasi untuk membayar utang dan bunga yang telah dijanjikan. Jika kondisi ekonomi memburuk, maka risiko kredit terkait penerbit obligasi akan meningkat.
5. Kualitas aset yang dijamin obligasi. Jika obligasi dijamin oleh aset yang tidak memiliki kualitas yang baik, maka risiko kredit terkait penerbit obligasi akan meningkat. Jika nilai aset yang dijamin turun, maka nilai obligasi juga akan turun, dan risiko kredit terkait penerbit obligasi akan meningkat.

Oleh karena itu, sebelum memutuskan untuk berinvestasi dalam obligasi, investor perlu mempertimbangkan risiko kredit terkait penerbit obligasi dan melakukan analisis terhadap penerbit obligasi, termasuk mengkaji faktor-faktor yang dapat mempengaruhi risiko kredit tersebut.

Mengenal ORI

Obligasi Negara Ritel (ORI) adalah obligasi yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia dan ditujukan untuk investor ritel. ORI memiliki karakteristik yang sama dengan obligasi pada umumnya, yaitu merupakan instrumen utang yang memberikan imbal hasil dalam bentuk bunga tetap pada jangka waktu tertentu. Namun, ORI memiliki keunggulan khusus karena ditujukan untuk investor ritel, sehingga memiliki nilai nominal yang terjangkau dan kemudahan dalam melakukan pembelian dan penjualan.

Berikut adalah beberapa hal yang perlu diketahui tentang ORI:
1. Syarat dan ketentuan ORI. ORI memiliki syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia pada saat penerbitan ORI. Syarat dan ketentuan tersebut mencakup jumlah minimum pembelian, jangka waktu investasi, bunga yang ditawarkan, dan tanggal pembayaran bunga.
2. Nominal ORI. Nominal ORI adalah jumlah dana yang harus dibayarkan oleh investor pada saat pembelian ORI. Nominal ORI cukup terjangkau dan biasanya mulai dari Rp 1 juta.
3. Suku bunga ORI. Suku bunga ORI adalah imbal hasil yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia kepada investor dalam bentuk bunga tetap pada jangka waktu tertentu. Suku bunga ORI bervariasi tergantung pada kondisi pasar dan periode jangka waktu investasi. Suku bunga ORI lebih tinggi dibandingkan dengan suku bunga deposito pada umumnya.
4. Kemudahan investasi ORI. ORI dapat dibeli secara langsung melalui agen penjual seperti bank atau sekuritas, dan juga dapat dibeli secara online melalui situs web agen penjual. Pembelian ORI dapat dilakukan dengan menggunakan dana tunai atau dengan menggunakan transfer bank.
5. Keamanan investasi ORI. ORI dijamin oleh Pemerintah Indonesia, sehingga memiliki risiko kredit yang rendah. ORI juga memiliki likuiditas yang tinggi karena dapat diperdagangkan di pasar sekunder.

ORI merupakan alternatif investasi yang menarik bagi investor ritel karena memiliki nilai nominal yang terjangkau, suku bunga yang lebih tinggi, dan kemudahan dalam melakukan pembelian dan penjualan. Namun, seperti halnya investasi lainnya, investor perlu mempertimbangkan risiko terkait investasi ORI sebelum melakukan investasi.

PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo).

PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) adalah sebuah lembaga pemeringkat efek yang beroperasi di Indonesia. Lembaga ini didirikan pada tahun 1994 dan telah diakreditasi oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) sejak tahun 1995.
Pefindo memberikan penilaian terhadap kelayakan kredit atau kemampuan suatu penerbit efek seperti obligasi, saham, surat berharga komersial, dll

Peranan Pefindo (Pemeringkat Efek Indonesia) pada Obligasi

Peranan Pefindo (Pemeringkat Efek Indonesia) pada obligasi adalah memberikan peringkat atau rating kredit pada obligasi yang diterbitkan oleh pihak penerbit. Rating kredit tersebut mencerminkan tingkat risiko kredit atau kemampuan pihak penerbit untuk membayar bunga dan pokok utang pada obligasi yang diterbitkan.

Pefindo memberikan rating kredit pada obligasi berdasarkan analisis dan evaluasi terhadap kinerja keuangan, prospek bisnis, dan kondisi pasar pihak penerbit. Pefindo akan memberikan peringkat kredit yang berbeda-beda, mulai dari AAA (sangat aman) hingga D (default atau pailit).

Peran Pefindo sangat penting bagi investor obligasi karena peringkat kredit dapat memberikan informasi mengenai tingkat risiko kredit suatu obligasi. Investor dapat mempertimbangkan peringkat kredit tersebut untuk menentukan apakah obligasi tersebut layak untuk dibeli atau tidak. Obligasi dengan peringkat kredit yang lebih tinggi biasanya memiliki risiko kredit yang lebih rendah dan imbal hasil yang lebih rendah pula, sedangkan obligasi dengan peringkat kredit yang lebih rendah memiliki risiko kredit yang lebih tinggi tetapi imbal hasil yang lebih tinggi pula.

Dalam praktiknya, Pefindo tidak hanya memberikan peringkat kredit pada obligasi tetapi juga pada saham, surat berharga komersial, dan instrumen keuangan lainnya.

Peringkat Kredit (Rating) Pefindo

Rating Pefindo adalah peringkat kredit yang diberikan oleh PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) pada obligasi atau instrumen keuangan lainnya yang diterbitkan oleh suatu pihak. Rating kredit mencerminkan kemampuan pihak penerbit untuk membayar bunga dan pokok utang pada obligasi yang diterbitkan. Rating kredit Pefindo mengacu pada skala peringkat yang sama dengan rating kredit internasional, yaitu mulai dari peringkat AAA sampai dengan peringkat D.

Berikut adalah penjelasan mengenai skala peringkat kredit Pefindo:
1. AAA Peringkat tertinggi yang diberikan oleh Pefindo, menunjukkan kelayakan kredit yang sangat kuat dan sangat kecil kemungkinan terjadinya gagal bayar (default).
2. AA Peringkat kedua tertinggi yang menunjukkan kelayakan kredit yang sangat kuat tetapi sedikit lebih berisiko dibandingkan dengan peringkat AAA.
3. A Peringkat ketiga tertinggi yang menunjukkan kelayakan kredit yang kuat tetapi lebih rentan terhadap perubahan kondisi ekonomi.
4. BBB Peringkat keempat tertinggi yang menunjukkan kelayakan kredit yang cukup kuat tetapi rentan terhadap perubahan kondisi ekonomi.
5. BB Peringkat yang menunjukkan kelayakan kredit yang cukup lemah dan berisiko lebih tinggi dibandingkan dengan peringkat BBB.
6. B Peringkat yang menunjukkan kelayakan kredit yang lemah dan rentan terhadap kondisi ekonomi yang buruk.
7. CCC Peringkat yang menunjukkan kelayakan kredit yang sangat lemah dan sangat rentan terhadap kondisi ekonomi yang buruk.
8. CC Peringkat yang menunjukkan kelayakan kredit yang sangat lemah dan memiliki risiko gagal bayar yang besar.
9. C Peringkat yang menunjukkan kelayakan kredit yang sangat lemah dan memiliki risiko gagal bayar yang sangat besar.
10. D Peringkat yang menunjukkan bahwa penerbit efek sudah gagal bayar atau mengalami pailit.

Rating kredit Pefindo sangat penting bagi investor obligasi karena peringkat kredit dapat memberikan informasi mengenai tingkat risiko kredit suatu obligasi. Semakin tinggi peringkat kredit, semakin kecil risiko kreditnya dan semakin rendah imbal hasil yang ditawarkan, sedangkan semakin rendah peringkat kredit, semakin tinggi risiko kreditnya dan semakin tinggi imbal hasil yang ditawarkan.

Sebagai contoh obligasi swasta adalah obligasi yang diterbitkan oleh PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) atau SMF yang menerbitkan obligasi berkelanjutan VI Tahap IV Tahun 2023 dengan sejumlah Rp2 triliun. Instrumen utang ini memiliki rating idAAA dari PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo).

Obligasi tersebut terdiri dari satu seri dengan tingkat bunga tetap sebesar 6,85 persen per tahun, dan tenor 5 tahun sejak tanggal emisi. Pembayaran pokok obligasi secara penuh (bullet payment) akan dilakukan pada tanggal pelunasan obligasi.

Obligasi diterbitkan tanpa warkat, kecuali Sertifikat Jumbo Obligasi yang diterbitkan oleh Perseroan atas nama PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) sebagai bukti utang untuk kepentingan pemegang obligasi dan ditawarkan dengan nilai 100 persen dari jumlah pokok obligasi.

SMF menyebut penerbitan surat utang ini merupakan bagian dari Penawaran Umum Berkelanjutan VI dengan total realisasi penerbitan obligasi sebesar Rp9 Triliun. Direktur Utama SMF, Ananta Wiyogo mengatakan bahwa dana yang diperoleh dari obligasi ini, rencananya akan digunakan untuk Program Pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP) untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam mendukung pemilikan rumah bagi seluruh mayarakat Indonesia melalui berbagai skema, salah satunya adalah kredit bersubsidi diantaranya KPR FLPP.

SMF sebagai Special Mission Vehicle Kementerian Keuangan dalam program ini berperan penting sebagai alat fiskal Kementerian Keuangan dalam meringankan beban fiskal Pemerintah dengan membiayai porsi 25 persen pendanaan KPR FLPP. Sehingga Pemerintah hanya menyediakan 75 persen dari total pendanaan FLPP dari semula yang sebesar 90 persen.

Dalam pelaksanaanya Perseroan bekerjasama dengan BP Tapera dalam menyediakan dana KPR FLPP yang kemudian disalurkan kepada masyarakat melalui Bank Penyalur. Dalam menjalankan program tersebut SMF menggunakan dana Penyertaan Modal Negara (PMN) dari Pemerintah, yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). PMN yang diterima tersebut kemudian dikombinasikan dengan penerbitan surat utang sehingga memiliki daya ungkit (leverage) untuk disalurkan kepada lebih banyak masyarakat yang membutuhkan. Sejak Agustus tahun 2018 hingga 31 Desember 2022, SMF telah menyalurkan dana KPR FLPP sebesar Rp15,03 triliun.

Pengertian Surat Utang Negara

Surat Utang Negara (SUN) adalah instrumen utang yang diterbitkan oleh pemerintah Indonesia untuk membiayai kegiatan dan proyek yang dikelola oleh pemerintah. SUN merupakan salah satu jenis obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah Indonesia dan dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan.

SUN memiliki jangka waktu yang beragam, mulai dari beberapa bulan hingga beberapa tahun. SUN yang diterbitkan oleh pemerintah Indonesia dijamin oleh negara, sehingga dianggap sebagai investasi yang aman dan stabil. Imbal hasil yang ditawarkan pada SUN biasanya lebih rendah dibandingkan dengan obligasi korporasi, karena risiko kreditnya yang lebih rendah.

SUN dapat diperjualbelikan di pasar sekunder, sehingga investor dapat memperoleh likuiditas dan memperdagangkan SUN pada saat mereka membutuhkan uang atau saat harga SUN sedang naik. Pemerintah Indonesia biasanya menerbitkan SUN secara rutin untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan negara dan sebagai salah satu instrumen investasi bagi masyarakat.

Pekan ini, Pemerintah berencana melelang tujuh seri surat utang negara (SUN) dalam mata uang rupiah pada Selasa (28/2/2023).

Adapun seri surat utang yang akan dilelang adalah Surat Perbendaharaan Negara (SPN) dan Obligasi Negara (ON). Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut pelelangan surat utang ini bertujuan untuk memenuhi sebagian dari target pembiayaan dalam APBN 2023.

Berdasarkan data di laman resmi DJPPR Kemenkeu, ketujuh surat uang yang akan dilelang itu adalah SPN03230531 (New Issuance), SPN12240229 (New Issuance), FR0095 (Reopening), FR0096 (Reopening), FR0098 (Reopening), FR0097 (Reopening), dan FR0089 (Reopening).

Pemerintah memasang target indikatif Rp23 triliun dan target maksimal Rp34,5 triliun untuk ketujuh seri SUN tersebut.

Berikut adalah profil ketujuh SUN tersebut:
SPN03230531 (New Issuance): Diskonto; 31 Mei 2023
SPN12240229 (New Issuance): Diskonto; 29 Februari 2024

FR0095 (Reopening): 6,375 persen; 15 Agustus 2028
FR0096 (Reopening); 7 Persen; 15 Februari 2033
FR0098 (Reopening); 7,125 persen; 15 Juni 2038
FR0097 (Reopening); 7,125 persen; 15 Juni 2043
FR0089 (Reopening); 6,875 persen; 15 Agustus 2051

Adapun untuk tanggal lelang telah dilaksanakan pada 28 Februari 2023 yang dibuka pada pukul 09.00 WIB dan ditutup 11.00 WIB. Sementara itu untuk tanggal setelmen pada 2 Maret 2023. DJPPR menyebut, Pelaksanaan lelang dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.08/2019 tentang Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.02/2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Pemerintah juga menyebutkan bahwa Penjualan SUN tersebut akan dilaksanakan dengan menggunakan sistem pelelangan yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia. Lelang bersifat terbuka (open auction), menggunakan metode harga beragam (multiple price). Pemenang lelang yang mengajukan penawaran pembelian kompetitif (competitive bids) akan membayar sesuai dengan yield yang diajukan. Pemenang lelang yang mengajukan penawaran pembelian non-kompetitif (non-competitive bids) akan membayar sesuai dengan yield rata-rata tertimbang (weighted average yield) dari penawaran pembelian kompetitif yang dinyatakan menang.

Disampaikan juga bahwa Pemerintah memiliki hak untuk menjual ketujuh seri SUN tersebut lebih besar atau lebih kecil dari jumlah indikatif yang ditentukan. SUN yang akan dilelang mempunyai nominal per unit sebesar Rp1.000.000.

Selasti Panjaitan/Vibiznews/Head of Wealth Planning