(Vibiznews – Index) – Pasar Asia-Pasifik diperdagangkan beragam pada hari Senin (22/05) setelah KTT G7 di Hiroshima telah berakhir dan pembicaraan tentang plafon utang dijadwalkan untuk dilanjutkan di AS.
Di Jepang, Nikkei 225 turun 0,11% dan Topix diperdagangkan mendekati garis datar setelah kinerjanya yang lebih baik minggu lalu. Investor akan mencerna lebih lanjut pesanan mesin Jepang untuk bulan Maret pada hari Senin.
Di Australia, S&P/ASX 200 sedikit lebih rendah, sementara Kospi Korea Selatan sedikit lebih tinggi. Sebaliknya, Kosdaq mengalami kerugian 0,34 persen.
Indeks Hang Seng Hong Kong terlihat sedikit turun, dengan kontrak berjangka di 19.410 dibandingkan dengan penutupannya di 19.450,57. Data suku bunga dasar pinjaman China 1 tahun dan 5 tahun untuk bulan Mei dijadwalkan akan dirilis hari ini.
Saham di Wall Street jatuh pada hari Jumat karena pembicaraan tentang plafon utang AS dihentikan oleh negosiator GOP, memicu keraguan kesepakatan akan segera tercapai sementara S&P 500 mencatat minggu terbaiknya sejak Maret. Dow Jones Industrial Average turun 0,33%, dan Nasdaq Composite turun 0,24 persen.
Ketua Federal Reserve AS Jerome Powell sementara itu mengatakan bahwa suku bunga mungkin tidak harus naik sebanyak yang diharapkan untuk mengekang inflasi, mengingat tekanan sektor perbankan saat ini.
Para pemimpin federal diperkirakan akan melanjutkan negosiasi plafon utang AS pada hari Senin karena negara tersebut mendekati potensi gagal bayar.
Presiden Joe Biden dan Ketua DPR Kevin McCarthy, R-Calif., dijadwalkan bertemu langsung di Gedung Putih.
Menteri Keuangan Janet Yellen mengatakan hari Minggu bahwa “pilihan sulit” perlu dibuat tentang tagihan mana yang tidak akan dibayar jika plafon utang tidak dinaikkan dan menegaskan kembali peringatannya bahwa Amerika Serikat dapat gagal membayar utangnya paling cepat 1 Juni.
Ketua Federal Reserve Jerome Powell mengatakan Jumat bahwa suku bunga mungkin tidak harus naik sebanyak yang diperkirakan sebelumnya sebagian karena tekanan yang terlihat di sektor perbankan.
“Alat stabilitas keuangan membantu menenangkan kondisi di sektor perbankan. Di sisi lain, perkembangan di sana berkontribusi pada kondisi kredit yang lebih ketat dan cenderung membebani pertumbuhan ekonomi, perekrutan dan inflasi,” demikian pernyataan Jerome Powell.
“Jadi sebagai hasilnya, tingkat kebijakan kami mungkin tidak perlu naik sebanyak yang seharusnya untuk mencapai tujuan kami,” tambahnya. “Tentu saja, sejauh mana itu, sangat tidak pasti.”
Selasti Panjaitan/Vibiznews/Head of Wealth Planning