Yield US Treasury Turun, Minat Asing atas SBN Meningkat

414
Yield US Treasury Turun, Minat Asing atas SBN Meningkat

(Vibiznews – Bonds & Mutual Fund) – Yield obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) alias US Treasury kembali turun menjauhi level 5% yang pernah dicapai Oktober 2023 lalu. Pada perdagangan Senin (20/11), yield US Treasury tenor 10 tahun berada di sekitar level 4,47%.

Apa dampaknya bagi pasar Surat Berharga Negara (SBN)?

Menurut pandangan Analis Vibiz Research, penurunan yield US Treasury berpotensi meningkatkan daya tarik Surat Berharga Negara (SBN). Mengapa demikian?

Karena melebarnya spread antara yield US Treasury dan SBN menjadikan SBN sebagai instrumen investasi yang menawarkan imbal hasil yang lebih tinggi.

Selain itu, penurunan yield US Treasury juga menunjukkan bahwa risiko global sedang mereda. Akibatnya banyak investor asing menaruh investasinya ke pasar obligasi di negara-negara  berkembang termasuk Indonesia.

Sebagai informasi berdasarkan data setelmen Bank Indonesia sampai dengan 16 November 2023, nonresiden beli neto Rp56,21 triliun di pasar SBN. Hal ini menunjukkan bahwa investor asing masih tertarik untuk berinvestasi di SBN. Namun ada beberapa faktor yang bisa memicu volatilitas, seperti pandemi Covid-19, ketegangan geopolitik, dan kebijakan moneter AS.

Apa saja faktor-faktor yang mendorong aliran dana masuk ke SBN?

Ini dia faktor-faktor yang bisa mendorong aliran dana untuk masuk ke SBN yaitu kondisi makroekonomi Indonesia yang relatif stabil. Juga kebijakan moneter yang akomodatif, dan prospek pemulihan ekonomi yang semakin baik.

Selanjutnya , pemerintah kini terus melakukan reformasi struktural dan fiskal untuk meningkatkan kredibilitas dan kesehatan keuangan negara.

Analis memprakirakan dana asing yang masuk ke SBN akan lebih tinggi pada tahun depan. Potensi ini seiring dengan meningkatnya permintaan global terhadap aset berisiko.

Namun, tentu saja ada risiko yang perlu diwaspadai. Mulai dari potensi tapering atau pengurangan stimulus oleh Federal Reserve, inflasi global yang lebih tinggi dari ekspektasi. Dan tentunya gejolak politik dalam negeri jelang pemilu 2024 membuat banyak investor ’wait and see’ untuk masuk ke pasar obligasi dalam negeri.

Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting