(Vibiznews – Bonds & Mutual Fund) – Minat masyarakat terhadap produk Surat Berharga Negara (SBN) ritel diprediksi masih tinggi di tahun 2024. Besaran kupon yang ditawarkan menjadi daya tarik utama bagi investor SBN.
Mengapa SBN Ritel masih diminati masyarakat?
Menurut Analis Vibiz Research Center ada beberapa faktor yang mempengaruhi:
1. Adanya edukasi tentang investasi SBN yang relatif aman bagi masyarakat yang diberikan oleh Bank Indonesia maupun Departemen Keuangan. Fitur SBN yang menarik, akan terus diminati karena merupakan instrumen investasi yang aman, mudah, dan menguntungkan.
Selain itu, SBN ritel dijamin oleh Undang-Undang (UU), memiliki imbal hasil yang kompetitif, dan dapat diperdagangkan di pasar sekunder. Tidak heran jika SBN Ritel diminati masyarakat awam seperti kaum ibu rumah tangga, pekerja kantor yang ingin berinvestasi termasuk kaum milenial.
2. Saat ini tren pergerakan obligasi di Indonesia dinilai masih melihat pergerakan inflasi Amerika Serikat (AS) dan juga luar negeri. Serta masih menunggu perkembangan situasi geopolitik dan pemantauan data inflasi baik dalam negeri dan luar negeri.
Besaran kupon SBN Ritel kemungkinan masih kompetitif mengingat prospek penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia akan terlaksana di semester kedua 2024. ( Mengacu pada RDG BI 21/12) Ini berarti masih ada kondisi suku bunga tinggi yang berefek pada tingginya kupon obligasi yang ditawarkan.
Imbal hasil atau return SBN Ritel nantinya akan mengikuti suku bunga acuan pada saat penerbitan. Dengan kemungkinan imbal hasil SBN tenor 10 tahun sebagai acuan bergerak pada rentang 5,5% – 6,4%. Maka besaran kupon SBN ritel berpotensi berada di kisaran 4,5% – 5,5% di tahun 2024.
Lihat: Outlook Pasar SBN 2024
3. Tahun 2024 adalah tahun politik di mana ada pemilihan umum (pemilu) secara tidak langsung akan berpengaruh kepada harga SBN dan kupon untuk penerbitan SBN baru. Faktor keamanan dan kestabilan ekonomi sangat mempengaruhi hal tersebut.
Selain Indonesia, beberapa negara lain juga mengadakan pemilu di tahun 2024, salah satunya Amerika Serikat.
Tren penurunan suku bunga tentunya akan menarik bagi investor dapat membeli obligasi saat harga masih rendah. Lalu menjual ketika suku bunga kembali mengalami penurunan.
4. Faktor eksternal yang mempengaruhi besarnya kupon SBN ritel diantaranya perkembangan perekonomian global, inflasi dan kebijakan moneter negara-negara utama seperti AS, China dan Eropa.
5. Di samping itu, SBN ritel tidak hanya memberikan keuntungan bagi investor, tetapi juga memberikan manfaat bagi negara karena turut mendukung pembiayaan APBN dan pembangunan nasional.
6. Terdapat potensi penerbitan SBN Ritel lebih tinggi di tahun 2024. Hal ini tidak terlepas dari realisasi defisit anggaran yang berada jauh di bawah target.
Per semester I – 2023, posisi APBN surplus Rp152,3 triliun atau defisit 0,71% dari produk domestik bruto (PDB). Angka ini jauh berada di bawah target defisit sebesar 2,84% terhadap PDB yang dipatok pemerintah.
Sementara target defisit anggaran 2024 dalam RAPBN dipatok di 2,29% atau lebih rendah dari target 2023. Namun secara nilai, terdapat kenaikan dari Rp 486,4 triliun menjadi Rp522,8 triliun.
Kenaikan nilai defisit anggaran APBN mengindikasikan kenaikan pasokan di pasar Surat Utang Negara (SUN). Kenaikan pasokan surat utang juga berpotensi terjadi di level global mengingat adanya fenomena bond tsunami di Amerika Serikat.
Hal ini mengakibatkan ada perebutan dana yang cukup kompetitif. Dilihat dari estimasi yield SBN di 6,49% menjadi pertimbangan karena pasokan lebih besar.
Perlu diketahui, secara kumulatif, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan mencatat penjualan SBN Ritel dari awal tahun hingga akhir tahun 2023 mencapai sekitar Rp 147,4 triliun. Terdapat 7 produk SBN Ritel yang ditawarkan selama tahun 2023 yaitu SBR012, SR018, ST010, ORI023, SR019, ORI024 dan ST011.
Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting