Imbal Hasil Reksa Dana Saham Paling Tinggi di Agustus 2024

224
IHSG Ditutup Menguat 0.47% Indeks Reksa Dana Saham Melemah

 

(Vibiznews – Bonds & Mutual Fund) – Berdasarkan pengamatan penulis, kinerja reksadana kompak berada di zona hijau di bulan Agustus 2024.

Imbal hasil kelas aset reksadana saham, campuran, obligasi hingga pasar uang terpantau positif berkat ekspektasi suku bunga akan segera dipangkas.

Berdasarkan data Infovesta, indeks reksadana saham memiliki return paling tinggi yakni sebesar 3,10% selama bulan Agustus 2024. Kemudian, disusul indeks reksadana campuran, indeks reksadana pendapatan tetap, serta reksadana pasar uang dengan pertumbuhan return masing-masing sebesar 2,74%, 1,21%, 0,38%.

Menurut Analisa Vibiz Research Center, kondisi pasar keuangan Indonesia yang baik di bulan Agustus karena ekspektasi penurunan suku bunga Federal Reserve (the Fed).

Perlu diketahui, The Fed dijadwalkan akan membahas arah suku bunga di pertengahan September 2024. Dan pasar mengharapkan the Fed akan menurunkan suku bunganya.

Di sisi lain, kondisi pasar keuangan domestik juga terdampak positif. Dilihat dari stabilnya pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 5% dan inflasi terjaga di bawah 3%.
Sehingga, optimisme perekonomian Indonesia tersebut otomatis mendorong gairah investor asing untuk masuk ke pasar saham maupun pasar surat utang Indonesia.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pun terpantau naik sebesar 5.71% Month on Month (MoM). Dan juga, surat utang pemerintah (goverment bond) tenor 10 tahun Indonesia menguat sebesar 4.07% MoM dari posisi yield 6.903 menjadi 6.633.

IHSG melaju positif didorong oleh saham-saham berfundamental baik, terutama kontribusi dari saham 4 bank besar di Indonesia. Yaitu BMRI, BBRI, BBNI dan BBCA yang naik 11,33%, 10.28%, 7.65% dan 0.49% secara bulanan.

Keempat saham ini merupakan saham yang cukup banyak menjadi portofolio reksadana saham. Sehinga tidak heran indeks reksa dana saham mencatatkan imbal hasil paling tinggi, karena ditopang saham 4 bank besar tersebut.

Melihat perkembangan yang ada, penulis yakin masih ada ruang bertumbuh bagi aset reksadana hingga akhir tahun 2024.
Optimisme itu timbul sejalan dengan akan dimulainya pemotongan suku bunga di bulan September oleh bank sentral AS.

Lingkungan suku bunga rendah dinilai akan membuat ekonomi semakin bergairah karena biaya pinjaman akan semakin terjangkau. Dan diharapkan akan mendorong ekonomi Indonesia lebih lagi.
Namun perlu diwaspadai faktor lain seperti ketidakpastian geopolitik global yang bisa membuat semua scenario berubah sewaktu-waktu.

Potensi penurunan suku bunga the Fed ini memberikan harapan kinerja reksa dana saham maupun obligasi akan berpotensi meningkat ke depannya.

Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting