Neraca Perdagangan Indonesia Agustus 2024 Surplus USD 2,90 Miliar Lebih Tinggi dari Juli 2024

600
Neraca Perdagangan Indonesia Agustus 2024 Surplus USD 2,90 Miliar Lebih Tinggi dari Juli 2024
Sumber: Kemenkeu

(Vibiznews – Economy & Business) – Badan Pusat Statistik hari ini melaporkan bahwa neraca perdagangan Indonesia Agustus 2024 mengalami surplus USD 2,90 miliar. Angka ini lebih tinggi dari surplus bulan sebelumnya yang hanya mencapai 0,47 miliar dolar AS.

Surplus neraca perdagangan terutama berasal dari sektor nonmigas US$4,34 miliar, namun tereduksi oleh defisit sektor migas senilai US$1,44 miliar.

Adapun surplus neraca perdagangan Agustus 2024 ditopang oleh surplus neraca komoditas non migas sebesar 4,34 miliar dollar AS. Angka ini meningkat dibandingkan dengan capaian bulan sebelumnya sebesar 2,6 miliar dolar AS.

Perkembangan tersebut sejalan dengan kuatnya ekspor nonmigas Agustus 2024 yang mencapai 22,36 miliar dolar AS. Angka ini naik 7,43 persen dibanding Juli 2024, dan naik 8,14 persen jika dibanding ekspor nonmigas Agustus 2023.

Sementara itu, nilai ekspor Indonesia Agustus 2024 mencapai US$23,56 miliar atau naik 5,97 persen dibanding ekspor Juli 2024. Dibanding Agustus 2023 nilai ekspor naik sebesar 7,13 persen.

Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari–Agustus 2024 mencapai US$170,89 miliar atau turun 0,35 persen dibanding periode yang sama tahun 2023. Sejalan dengan total ekspor, nilai ekspor nonmigas yang mencapai US$160,36 miliar juga turun 0,46 persen.

Sebagai informasi, dari sepuluh komoditas dengan nilai ekspor nonmigas terbesar Agustus 2024, sebagian besar komoditas mengalami peningkatan. Dengan peningkatan terbesar pada lemak dan minyak hewani/nabati sebesar US$470,8 juta (24,50 persen).

Sementara yang mengalami penurunan adalah logam mulia dan perhiasan/permata sebesar US$93,7 juta (11,88 persen).

Sedangkan perkembangan ekspor menurut sektor, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan Januari–Agustus 2024 naik 2,05 persen dibanding periode yang sama tahun 2023.

Demikian juga ekspor hasil pertanian, kehutanan, dan perikanan naik 14,54 persen, sedangkan ekspor hasil pertambangan dan lainnya turun 10,62 persen.

Berdasarkan negara tujuan maka ekspor nonmigas Agustus 2024 terbesar adalah ke Tiongkok yaitu US$5,33 miliar, disusul Amerika Serikat US$2,61 miliar. Dan Jepang US$1,80 miliar, dengan kontribusi ketiganya mencapai 43,55 persen.

Sementara ekspor ke ASEAN dan Uni Eropa (27 negara) masing-masing sebesar US$4,12 miliar dan US$1,54 miliar.

Menurut provinsi asal barang, ekspor Indonesia terbesar pada Januari–Agustus 2024 berasal dari Provinsi Jawa Barat dengan nilai US$24,85 miliar (14,54 persen). Diikuti Jawa Timur US$16,90 miliar (9,89 persen) dan Kalimantan Timur US$16,73 miliar (9,79 persen).

Menurut Analis Vibiz Research Center, surplus neraca perdagangan Agustus 2024 yang meningkat ini berita yang menggembirakan.
Surplus neraca perdagangan ini dapat berlanjut ke depannya tergantung pada beberapa hal, antara lain:

Harga Komoditas:

Surplus neraca perdagangan kita banyak ditopang oleh surplus komoditas. Indonesia adalah negara yang bergantung pada ekspor komoditas seperti minyak kelapa sawit, batubara, dan nikel.

Fluktuasi harga komoditas global dapat mempengaruhi pendapatan ekspor. Jika harga komoditas tetap tinggi atau mengalami kenaikan, surplus neraca perdagangan bisa terjaga atau bahkan meningkat.

Berdasarkan laporan BPS maka perubahan harga komoditas pada bulan Agustus di pasar internasional bervariasi. Penurunan harga bulanan terjadi pada komoditas energi, pertanian dan logam mineral. Sementara harga komoditas logam mulia mengalami peningkatan yang didominasi oleh peningkatan harga emas.

Permintaan Global:

Permintaan global untuk produk-produk Indonesia, baik dalam bentuk barang mentah maupun barang jadi, akan mempengaruhi volume ekspor. Pertumbuhan ekonomi di negara-negara mitra dagang utama Indonesia akan berperan penting dalam menentukan prospek ekspor.

Kebijakan Perdagangan dan Regulasi:
Kebijakan perdagangan domestik dan internasional, termasuk tarif, kuota, dan perjanjian perdagangan, dapat mempengaruhi ekspor dan impor.

Perubahan kebijakan yang mendukung ekspor atau membatasi impor dapat berkontribusi pada surplus neraca perdagangan.

Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting