(Vibiznews – Forex) Ketegangan geopolitik antara Ukraina dan Rusia adalah konflik yang kompleks dan berlangsung, yang dipicu oleh faktor sejarah, budaya, dan politik.
Perang invasi Rusia ke Ukraina dimulai pada 24 Februari 2022, Pada tanggal tersebut, Presiden Rusia, Vladimir Putin, mengumumkan operasi militer khusus di Ukraina, yang kemudian berkembang menjadi perang besar. Invasi ini diikuti dengan serangan militer Rusia ke berbagai wilayah di Ukraina, termasuk ibukota Kyiv, serta kota-kota besar lainnya.
Perang ini memiliki dampak besar baik di tingkat regional maupun global, mempengaruhi ekonomi energi, hubungan internasional, Situasi ini tetap sangat dinamis, dan resolusi akhir dari konflik ini masih belum pasti, dengan kedua belah pihak bertahan dan keterlibatan internasional yang terus membentuk jalannya peristiwa.
Hingga akhir 2024, ketegangan geopolitik antara Ukraina dan Rusia tetap intens. Ukraina terus menerima dukungan dari Barat, terutama dalam bentuk bantuan militer, bantuan keuangan, dan bantuan kemanusiaan. Ini telah membantu Ukraina mempertahankan pertahanan yang kuat melawan pasukan Rusia, meskipun tekanan militer Rusia terus berlanjut.
Dampak Risiko Geopolitik terhadap Pasar Valuta Asing
Perang Rusia-Ukraina telah menyoroti dampak signifikan yang dapat ditimbulkan oleh risiko geopolitik terhadap pasar valuta asing (forex). Ketegangan geopolitik sering kali menyebabkan ketidakpastian yang tinggi di pasar global, yang mendorong pergerakan nilai tukar mata uang saat investor menyesuaikan portofolio mereka berdasarkan risiko dan peluang yang dirasakan. Berikut adalah analisis dampak risiko geopolitik dari perang Rusia-Ukraina, terhadap pasar valuta asing:
- Peningkatan Volatilitas di Pasar Forex
- Volatilitas Mata Uang: Peristiwa geopolitik seperti perang Rusia-Ukraina menciptakan volatilitas yang lebih tinggi di pasar mata uang karena investor bereaksi terhadap ketidakpastian. Pecahnya perang dan sanksi yang dijatuhkan pada Rusia menyebabkan pergerakan tajam pada nilai tukar berbagai mata uang.
- Mata uang safe-haven seperti Dolar AS (USD), Franc Swiss (CHF), dan Yen Jepang (JPY) mengalami permintaan yang meningkat, yang menyebabkan apresiasi selama periode krisis karena investor mencari perlindungan dari risiko geopolitik yang ditimbulkan oleh konflik tersebut.
Apresiasi Mata Uang Safe-Haven
Dolar AS (USD):
- Permintaan Sebagai Tempat Aman: Pada masa krisis geopolitik, dolar AS cenderung menguat karena investor mencari aset yang aman. Dolar AS, sebagai mata uang cadangan utama dunia, mendapat manfaat dari persepsinya sebagai aset yang stabil di tengah ketidakpastian.
- Tindakan Bank Sentral: Keputusan kebijakan Federal Reserve, sebagai respons terhadap tekanan inflasi akibat perang, mempengaruhi nilai dolar. Kenaikan suku bunga untuk mengatasi inflasi membantu mendukung kekuatan dolar terhadap mata uang lain.
- Arus Modal: Sebagai mata uang cadangan global, dolar sering mengalami arus modal masuk pada saat ketegangan geopolitik. Permintaan terhadap obligasi pemerintah AS (Treasury) meningkat, yang mendorong nilai dolar terhadap mata uang lainnya.
Dolar AS secara tradisional dipandang sebagai mata uang safe-haven selama masa ketidakstabilan geopolitik karena perannya sebagai mata uang cadangan utama dunia. Ketika ketegangan geopolitik meningkat, dolar menguat terhadap sekeranjang mata uang lainnya.
-
- Misalnya, nilai tukar EUR/USD turun seiring dengan menguatnya dolar. Ini terjadi karena investor mencari aset yang lebih aman, mengalihkan dana mereka ke obligasi pemerintah AS dan dolar itu sendiri. Ketika perang mengganggu ekonomi Eropa, dolar semakin menguat terhadap euro.
- Franc Swiss (CHF): Demikian pula, Franc Swiss, yang dikenal dengan status safe-haven-nya karena netralitas jangka panjang Swiss dalam konflik global, juga mengalami apresiasi. Investor cenderung beralih ke CHF selama ketidakpastian, yang mengerek nilainya terhadap mata uang lain.
- Yen Jepang (JPY): Yen biasanya mendapat manfaat di saat ketidakpastian geopolitik. Kebijakan moneter Jepang yang longgar tidak menghalangi yen untuk menguat saat investor mencari perlindungan dalam lingkungan keuangan yang stabil di Jepang.
Dampak pada Euro (EUR)
- Depresiasi Euro: Perang ini memiliki dampak yang lebih langsung dan jelas terhadap euro, terutama karena ketergantungan Eropa pada pasokan energi Rusia. Ketika sanksi dijatuhkan pada Rusia dan ketegangan meningkat, nilai tukar EUR/USD menghadapi tekanan penurunan.
- Depresiasi euro juga terkait dengan kekhawatiran tentang gangguan pasokan energi di Eropa, karena banyak negara Eropa yang sangat bergantung pada ekspor energi Rusia. Pengurangan tajam impor energi dapat menyebabkan perlambatan aktivitas ekonomi Eropa, yang berdampak negatif pada nilai tukar euro.
- Selain itu, Bank Sentral Eropa (ECB) menghadapi tantangan dalam menyesuaikan kebijakan moneternya di tengah kenaikan inflasi dan pertumbuhan yang melambat, yang menyebabkan ketidakpastian terkait kekuatan masa depan euro.
Mata Uang Negara Berkembang
- Depresiasi Mata Uang Negara Berkembang: Banyak mata uang negara berkembang yang terdampak negatif oleh perang Rusia-Ukraina akibat efek limpahan dari konflik tersebut, terutama di negara-negara yang memiliki hubungan perdagangan kuat dengan Rusia atau Ukraina. Negara-negara di Asia Tengah dan Eropa Timur, yang bergantung pada ekspor sumber daya alam atau produk pertanian, melihat mata uang mereka tertekan akibat kenaikan harga komoditas global dan sanksi terhadap Rusia.
- Mata uang negara berkembang yang bergantung pada ekspor komoditas (seperti real Brasil, rand Afrika Selatan, dan rupee India) mengalami fluktuasi karena kenaikan harga komoditas seperti minyak, logam, dan gandum yang dipicu oleh konflik tersebut.
Mata Uang yang Terkait dengan Komoditas
- Dolar Kanada (CAD) dan Dolar Australia (AUD): Karena perang ini mempengaruhi harga komoditas global, negara-negara yang merupakan pengekspor bahan mentah mengalami fluktuasi nilai tukar mata uang mereka seiring dengan pergeseran harga komoditas tersebut. Dolar Kanada dan Dolar Australia, yang terkait dengan ekspor minyak dan logam, masing-masing mengalami fluktuasi saat harga komoditas melonjak akibat kekhawatiran pasokan dari Rusia dan Ukraina.
- Misalnya, ketika harga minyak melonjak setelah invasi, dolar Kanada menguat seiring dengan kenaikan harga minyak mentah. Demikian pula, dolar Australia menguat seiring dengan meningkatnya permintaan global untuk logam dan komoditas lainnya pasca perang.
Sentimen Pasar dan Selera Risiko Investor
-
- Perubahan Selera Risiko: Perang ini menyebabkan flight to safety, di mana investor mencari aset dan mata uang yang dipandang stabil dan bebas risiko. Hal ini menyebabkan aliran modal ke dalam USD, CHF, dan JPY, sementara menarik modal dari aset dan mata uang yang lebih berisiko.
- Mata Uang Penghasil Komoditas: Perang ini menyebabkan lonjakan harga minyak dan komoditas lainnya, yang pada gilirannya membantu mata uang negara penghasil minyak menguat (seperti krone Norwegia dan dolar Kanada). Mata uang ini menguat seiring dengan kenaikan harga komoditas global, mencerminkan perbaikan neraca perdagangan negara-negara tersebut.
- Dampak Terhadap Emas
- Lonjakan Harga: Emas secara tradisional dilihat sebagai tempat penyimpanan nilai pada masa ketidakstabilan geopolitik. Konflik Rusia-Ukraina mendorong lonjakan harga emas karena investor mencari aset yang aman. Harga emas melonjak ke level tertinggi dalam lebih dari setahun pada awal konflik, dengan periode volatilitas saat pasar bereaksi terhadap berita.
- Perlindungan dari Inflasi: Tekanan inflasi yang disebabkan oleh gangguan rantai pasokan, harga energi yang lebih tinggi, dan kelangkaan komoditas membuat emas lebih menarik bagi investor sebagai lindung nilai terhadap kenaikan harga. Bank sentral di seluruh dunia, terutama di negara-negara pasar berkembang, beralih ke emas sebagai bagian dari strategi untuk mendiversifikasi cadangan mereka dari dolar AS.
- Dampak Terhadap Minyak
- Volatilitas Harga: Konflik ini menyebabkan gangguan besar pada pasar minyak global. Rusia adalah salah satu eksportir minyak terbesar, dan sanksi-sanksi, ditambah dengan penghindaran perusahaan-perusahaan Barat terhadap minyak Rusia, menyebabkan penurunan tajam ekspor minyak Rusia. Hal ini menciptakan kekurangan pasokan yang signifikan di pasar minyak global.
- Lonjakan Harga: Harga minyak meroket tajam segera setelah invasi, dengan minyak Brent mencapai lebih dari $130 per barel pada awal 2022, level tertinggi dalam hampir 14 tahun. Perang ini meningkatkan ketakutan akan gangguan pasokan lebih lanjut dan potensi krisis energi global, yang menyebabkan lonjakan harga.
- Transisi Energi dan Respons OPEC+: Perang ini mempercepat dorongan untuk diversifikasi energi di Eropa dan bagian dunia lainnya. Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan produsen terkait, termasuk Rusia, juga harus menyesuaikan kebijakan mereka untuk mengelola pasokan sambil menyeimbangkan ketegangan geopolitik. Respons OPEC terhadap konflik ini memiliki dampak jangka panjang pada harga minyak global dan kebijakan energi.
- Minyak Shell AS: Harga minyak global yang lebih tinggi meningkatkan produksi minyak serpih AS, karena perusahaan-perusahaan meningkatkan pengeboran sebagai respons terhadap insentif harga yang lebih tinggi. Hal ini sebagian mengimbangi kehilangan minyak Rusia di pasar global, namun tidak cukup untuk menstabilkan harga sepenuhnya.
- Dampak Terhadap Pasar Saham
- Volatilitas Pasar Awal: Setelah invasi Rusia ke Ukraina, pasar saham global mengalami penurunan tajam karena ketidakpastian yang meningkat dan kekhawatiran tentang konflik yang berkepanjangan. Indeks utama di Eropa, AS, dan Asia mengalami penurunan signifikan, dengan sektor-sektor seperti energi, pertahanan, dan keuangan yang sangat terdampak.
- Aversion terhadap Risiko: Konflik ini menyebabkan ketakutan di kalangan investor, karena pasar bereaksi terhadap ketidakpastian perang dan dampak ekonominya. Investor beralih ke aset yang lebih aman, yang menyebabkan penurunan harga saham, terutama di pasar negara berkembang dan sektor-sektor yang sangat terpapar pada risiko Rusia dan Ukraina.
- Dampak Sektoral: Meskipun banyak sektor yang terdampak, beberapa sektor seperti pertahanan, energi, dan komoditas justru mengalami kenaikan. Sektor pertahanan mendapat keuntungan dari meningkatnya belanja militer dan ketegangan geopolitik. Perusahaan energi, khususnya yang terlibat dalam minyak dan gas, melihat harga saham mereka naik karena lonjakan harga energi global, mengingat Rusia adalah pemasok utama minyak dan gas alam.
5. Dampak Terhadap Pasar Obligasi
- Suku Bunga dan Inflasi: Konflik ini memperburuk tekanan inflasi karena gangguan dalam rantai pasokan global dan kekurangan energi. Hal ini mempengaruhi pasar obligasi. Secara khusus, ekspektasi inflasi meningkat, yang menyebabkan imbal hasil obligasi pemerintah di negara maju, terutama AS, meningkat. Federal Reserve dan bank sentral lainnya merespons dengan sinyal atau implementasi kenaikan suku bunga untuk mengatasi inflasi, yang menyebabkan harga obligasi yang ada, terutama dengan imbal hasil yang lebih rendah, turun.
- Pencarian Keamanan (Flight to Quality): Ketegangan geopolitik yang meningkat menyebabkan pencarian aset aman di pasar obligasi, di mana investor mencari keamanan pada obligasi pemerintah dari ekonomi yang stabil. Obligasi Treasury AS dan obligasi pemerintah Jerman (Bunds), misalnya, mengalami permintaan yang lebih tinggi, yang menurunkan imbal hasil mereka meskipun ada tekanan inflasi.
- Utang Negara Berkembang: Perang ini juga menimbulkan kekhawatiran terhadap utang negara berkembang, terutama negara yang bergantung pada perdagangan dengan Rusia atau memiliki eksposur signifikan terhadap kenaikan biaya energi global. Biaya pinjaman di pasar ini meningkat karena premi risiko naik bagi ekonomi-ekonomi tersebut.
6. Tekanan Inflasi dan Harapan Suku Bunga
- Tekanan Inflasi: Perang ini memicu kenaikan inflasi secara signifikan, terutama pada harga energi dan makanan. Bank sentral harus merespons lonjakan inflasi ini, yang berdampak pada ekspektasi suku bunga dan, pada gilirannya, nilai mata uang.
- Federal Reserve AS dan Bank Sentral Eropa (ECB) menaikkan suku bunga untuk mengatasi inflasi, yang mempengaruhi pasar forex. Kenaikan suku bunga di AS meningkatkan permintaan terhadap dolar, mendukung apresiasi lebih lanjut terhadap mata uang tersebut.
- Sebaliknya, zona euro yang kesulitan dengan inflasi, bersama dengan prospek ekonomi yang tidak pasti akibat perang, membatasi kemampuan ECB untuk menaikkan suku bunga secara agresif, yang melemahkan euro terhadap dolar.