Inflasi, Pemilu, dan Perang Mendominasi Tahun 2024

58

(Vibiznews – Economy & Business) Tahun 2024 merupakan tahun yang ditandai oleh ketidakpuasan ekonomi, pergolakan politik, dan ketegangan geopolitik. Dampak inflasi yang masih terasa dan perubahan politik yang terjadi di banyak negara menunjukkan adanya ketidakpuasan terhadap pemerintah yang sedang berkuasa. Secara global, pemilu menghasilkan perubahan kekuasaan yang signifikan, dari AS hingga Eropa dan Asia, mencerminkan kecenderungan sentimen anti-incumbent.

Inflasi menurun di sebagian besar ekonomi dunia pada tahun 2024, tetapi para pemilih tidak peduli. Mereka yang marah dengan lonjakan harga barang, mulai dari telur hingga energi, dalam beberapa tahun terakhir,

Di Amerika Serikat, biaya hidup yang lebih tinggi membantu Donald Trump memenangkan masa jabatan kedua sebagai presiden, empat tahun setelah dia dicopot dari Gedung Putih dan kemudian mengklaim adanya kecurangan pemilu secara salah. Pendukungnya gagal dalam upaya untuk membatalkan kekalahan Trump dengan menyerbu Gedung Capitol pada 6 Januari 2021. Namun, tahun ini, mereka menyuarakan aspirasi mereka di kotak suara, memilih pemimpin baru di Amerika yang kemungkinan besar akan menguji institusi demokrasi di dalam negeri serta hubungan luar negeri.

Sentimen anti-incumbent yang dipicu oleh inflasi juga membawa pemerintahan baru di Inggris,  Portugal, dan Panama.

Pemilih di Korea Selatan mengalihkan kekuasaan ke oposisi di parlemen sebagai bentuk pengawasan terhadap Presiden Yoon Suk Yeol. Pada awal Desember, presiden mengimposisikan undang-undang darurat, yang segera dibatalkan oleh Majelis Nasional.

Pemilu juga mengguncang Prancis dan Jerman, serta Jepang dan India. Satu tempat yang tidak ada perubahan: Rusia, di mana Vladimir Putin terpilih kembali sebagai presiden dengan 88% suara, sebuah rekor dalam Rusia pasca-Soviet. Moskow terus melanjutkan perang terhadap Ukraina, meraih kemenangan teritorial yang signifikan.

Di Timur Tengah, Israel melanjutkan perang melawan Gaza dan memperluasnya ke Lebanon, di mana mereka merusak dan mengguncang kekuatan Hezbollah yang didukung Iran. Di Suriah, sejumlah kelompok pemberontak yang terkoordinasi berhasil menggulingkan Bashar al-Assad dan kini berusaha menguasai negara itu.

Dalam dunia bisnis, perusahaan-perusahaan di seluruh dunia bergulat dengan bagaimana beradaptasi dengan kecerdasan buatan (AI). Dominasi perusahaan teknologi bagi investor dapat dilihat dari fakta sederhana ini: tujuh perusahaan teknologi — yang dikenal sebagai Magnificent Seven — kini menguasai lebih dari sepertiga dari kapitalisasi pasar S&P 500. Elon Musk, yang memimpin salah satu perusahaan tersebut, Tesla, adalah penasihat dan pendukung finansial bagi Presiden terpilih Trump.

Melihat ke depan, kombinasi antara kekuatan dunia teknologi dan politik ini mungkin akan mendefinisikan tahun 2025.

  1. Dampak Inflasi pada Politik Global

Tahun 2024 menyaksikan penurunan inflasi di banyak negara, tetapi dampak lonjakan harga barang-barang penting dalam beberapa tahun terakhir  seperti pangan dan energi terus memicu ketidakpuasan yang besar. Ketidakpuasan ini menyebabkan pergeseran politik yang signifikan, di mana pemilih, yang marah akibat inflasi, menggulingkan pemerintahan yang sedang berkuasa. Pola ini terlihat jelas tidak hanya di AS, tetapi juga di negara-negara lain seperti Inggris, Portugal, di mana kepemimpinan baru muncul sebagai respons terhadap tekanan ekonomi.

Sentimen anti-incumbent yang dipicu oleh inflasi sangat kuat di AS, di mana mantan Presiden Donald Trump kembali berkuasa, memanfaatkan ketidakpuasan terhadap biaya hidup yang lebih tinggi untuk meraih dukungan. Kemenangannya, meskipun ada kontroversi seputar masa jabatannya sebelumnya dan insiden serangan Gedung Capitol pada 6 Januari 2021, menunjukkan polarisasi yang semakin dalam dalam politik Amerika, di mana kesulitan ekonomi sering kali diterjemahkan ke dalam penolakan terhadap pemerintah yang sedang berkuasa.

  1. Hasil Pemilu di Seluruh Dunia

Di seluruh dunia, pemilu sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi. Misalnya, di Korea Selatan, oposisi berhasil meraih kekuasaan signifikan di parlemen sebagai bentuk pengawasan terhadap Presiden Yoon Suk Yeol. Sementara itu, di Rusia, meskipun perang di Ukraina menuai kecaman internasional, pemilihan kembali Vladimir Putin menunjukkan konsolidasi kekuasaan yang terus berlanjut dalam rezimnya, yang tampaknya kebal terhadap tantangan pemilu.

Sebaliknya, di negara-negara seperti Prancis, Jerman, dan Jepang, terjadi pergolakan politik yang menunjukkan tren ketidakpuasan pemilih terhadap pemerintah yang sedang berkuasa, bahkan di demokrasi yang stabil sekalipun.

  1. Perang di Ukraina dan Geopolitik Global

Konflik yang sedang berlangsung antara Rusia dan Ukraina sebagai masalah geopolitik utama. Ketika Rusia terus meraih kemenangan teritorial di Ukraina, ketidakpastian tentang bagaimana Amerika Serikat di bawah Trump akan menghadapi perang ini menambah kompleksitas hubungan internasional. Janji Trump untuk mengakhiri perang meskipun menunjukkan kemungkinan pergeseran menuju negosiasi diplomatic, terutama jika Trump melonggarkan sanksi atau mengurangi dukungan AS untuk Ukraina.

  1. Konflik Timur Tengah

Ketegangan yang terus berlanjut di Timur Tengah, khususnya perang Israel melawan Gaza dan ekspansi perang ini ke Lebanon. Tindakan militer Israel terhadap Gaza, yang meluas ke Lebanon untuk melawan Hezbollah, mencerminkan perebutan kekuasaan yang lebih besar di kawasan tersebut yang melibatkan Iran dan aktor-aktor Timur Tengah lainnya. Konflik ini, ditambah dengan ketidakstabilan di Suriah, di mana rezim Assad digulingkan oleh kelompok pemberontak, menunjukkan situasi yang terus bergejolak di kawasan itu.

  1. Kemajuan Teknologi dan Kekuatan Bisnis

Di bidang bisnis, kebangkitan kecerdasan buatan (AI) dan dominasi perusahaan teknologi semakin mengubah perekonomian global. “Magnificent Seven” perusahaan teknologi (Apple, Microsoft, Google, Amazon, Meta, Nvidia, dan Tesla) terus berkembang dan kini menguasai sepertiga lebih dari kapitalisasi pasar S&P 500. Kekuatan perusahaan-perusahaan teknologi ini juga sangat terkait dengan dinamika politik, dengan tokoh-tokoh seperti Elon Musk — yang memiliki pengaruh baik dalam bisnis maupun politik — memainkan peran kunci dalam membentuk masa depan politik, terutama di AS.

Musk yang mendukung Trump secara finansial menunjukkan adanya hubungan erat antara Silicon Valley dan politik, sebuah hubungan yang dapat memiliki dampak besar pada perekonomian dan tata kelola global. AI juga menjadi area penting di mana perusahaan harus beradaptasi, menyeimbangkan inovasi dengan regulasi yang tepat.

Melihat ke depan, hubungan erat antara kekuatan politik dan bisnis, terutama melalui tokoh seperti Trump dan Musk, kemungkinan besar akan terus membentuk arah politik global di tahun 2025