Dinamika Makro Ekonomi Global Yang Akan Mewarnai Tahun 2025

59
Fifth Avenue, midtown Manhattan Newyork City USA. 1 Juli 2024 - Vibizmedia Photo

(Vibiznews – Economy & Business) Di awal tahun 2025 ini ada lima tema makro ekonomi yang diproyeksikan akan membentuk lanskap global pada tahun 2025. Mulai dari  kebijakan moneter yang melambat, meningkatnya kekhawatiran terhadap keberlanjutan fiskal, hingga dampak perubahan pola globalisasi, serta faktor risiko politik dan geopolitik yang besar.

  1. Siklus Penurunan Suku Bunga yang Terhenti Lebih Cepat

Pada 2025,  pasar memperkirakan The Federal Reserve (Fed) AS akan menghentikan siklus pemotongan suku bunga lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya. Setelah kemenangan Partai Republik dalam Pemilu AS, Fed kemungkinan akan menetapkan suku bunga terminal di kisaran 3,0% hingga 3,75% pada paruh kedua 2025, 75 bps lebih tinggi dari proyeksi sebelum pemilu.

Kenaikan suku bunga ini didorong oleh pertumbuhan ekonomi jangka pendek yang lebih kuat. Walaupun rincian agenda kebijakan dari pemerintahan Donald Trump yang kedua masih kabur,  diperkirakan adanya pelonggaran fiskal dan deregulasi yang akan mendongkrak pertumbuhan, meskipun dampaknya baru terasa pada 2026 ketika pemotongan pajak tambahan mulai diberlakukan. Peningkatan permintaan ini akan memperburuk tekanan inflasi.

Agenda Trump juga berpotensi memberikan dampak positif bagi harga-harga barang melalui guncangan pasokan, seperti kenaikan tarif impor dari China, serta penurunan tajam dalam imigrasi yang telah menjadi salah satu faktor yang melonggarkan pasar tenaga kerja dalam beberapa tahun terakhir.

Sebagai akibat dari perubahan dalam permintaan dan penawaran agregat, diperkirakan inflasi inti (PCE) AS akan tetap berada di sekitar 2,5% pada 2025 dan 2026. Dengan demikian, Fed akan lebih terbatas dalam melonggarkan kebijakan moneter lebih lanjut, dengan mempertahankan suku bunga lebih tinggi dari tingkat netral untuk menjaga ekspektasi inflasi tetap terjaga.

  1. Kekhawatiran Terhadap Hutang Kembali Meningkat

Hutang pemerintah global telah melampaui $100 triliun, atau hampir 100% dari GDP global. Hutang pemerintah AS, misalnya, sudah lebih dari 100% dari GDP, dengan defisit mencapai 6,7%. Angka ini sangat besar mengingat ekonomi AS sudah mendekati tingkat penuh pekerjaannya.

Kebijakan fiskal Trump yang baru berpotensi meningkatkan hutang dan defisit AS lebih lanjut, berpotensi mendorong defisit federal AS melebihi 7% dari GDP.

Posisi dolar AS sebagai mata uang cadangan global mungkin juga akan terancam jika kebijakan Trump memperburuk kredibilitas institusi AS, khususnya terkait dengan kebijakan Fed. Walaupun demikian, skenario ekstrem ini tidak akan terjadi mengingat ketergantungan dunia pada dolar AS dan stabilitas hukum di AS. Namun, kebijakan fiskal Trump bisa menyebabkan kenaikan premi jangka panjang pada utang AS, dengan lebih banyak risiko inflasi dan ketidakpastian politik.

  1. Perubahan Pola Globalisasi: Ada Pemenang dan Pecundang

Beberapa pasar negara berkembang  akan kesulitan menavigasi ketidakpastian kebijakan perdagangan yang meningkat dan latar belakang inflasi yang lebih tinggi di AS. Namun, ada juga negara-negara yang akan menjadi pemenang dalam perubahan pola rantai pasokan global.

Mexico, misalnya, akan mengalami kerugian terbesar dari kebijakan perdagangan Amerika yang lebih proteksionis, tetapi juga bisa menjadi pemenang jangka panjang. Amerika berencana untuk mengurangi ketergantungannya pada China dan mengalihkan fokus pada negara-negara seperti Mexico yang memiliki surplus perdagangan besar dengan Amerika. Bisa jadi Amerika tidak akan memutuskan hubungan perdagangan dengan Mexico, meskipun ada ancaman tarif tinggi. Hal ini disebabkan  Mexico memiliki integrasi yang mendalam dengan industri manufaktur Amerika, yang membuatnya tetap menjadi mitra penting dalam rantai pasokan global.

Di sisi lain, negara-negara berkembang yang sangat bergantung pada kebijakan Fed, seperti Mexico dan Indonesia, mungkin akan menghadapi tantangan dalam pengelolaan kebijakan moneter mereka, terutama terkait dengan tekanan nilai tukar dan kekhawatiran fiskal yang tinggi.

  1. Konflik Geopolitik yang Tidak Stabil: Ukraina dan Timur Tengah

Kebijakan luar negeri Amerika akan fokus pada menciptakan kondisi untuk gencatan senjata di Ukraina dan Timur Tengah. Di Ukraina, pemerintahan Trump yang baru mungkin terpecah mengenai sejauh mana peningkatan atau pengurangan bantuan Amerika akan mengarah pada tercapainya gencatan senjata.

Meskipun ada kemungkinan tercapainya kesepakatan gencatan senjata yang rapuh di Ukraina, kami memperkirakan Rusia akan tetap mempertahankan wilayah yang telah didudukinya, sementara Ukraina akan menerima jaminan keamanan terbatas, tanpa ada jalan menuju keanggotaan NATO. Ini akan meningkatkan tekanan terhadap anggaran pertahanan Eropa.

Di Timur Tengah, ketegangan akan tetap tinggi meskipun ada pengurangan operasi militer Israel di Gaza dan Lebanon. Fokus kebijakan AS dan Israel akan semakin tertuju pada Iran, dengan kemungkinan terjadinya pertukaran militer antara Israel dan kelompok-kelompok yang didukung oleh Iran. Kami juga memperkirakan kembalinya kebijakan “maximum pressure” terhadap Iran dengan penggunaan sanksi yang lebih kuat.

  1. Eropa Menjadi Fokus Risiko Politik Berikutnya

Di Eropa, Jerman akan menghadapi tantangan politik besar, dengan pemilihan umum federal yang diperkirakan akan terjadi pada musim semi. Salah satu isu utama adalah masa depan debt brake yang membatasi pengeluaran defisit sebesar 0,35% dari GDP. Reformasi terhadap aturan ini diharapkan terjadi, meskipun seberapa besar reformasi tersebut masih tidak pasti.

Sementara itu, Prancis menghadapi masalah fiskal dan politik yang lebih akut, dengan pemerintahan Macron menghadapi kesulitan dalam mencapai konsensus anggaran yang disyaratkan oleh Komisi Eropa. Kami memperkirakan bahwa Prancis akan menghadapi ketegangan fiskal yang lebih besar, dan pasar keuangan akan memperlakukan Prancis lebih sebagai pasar perifer daripada pasar inti, dengan potensi spread yang lebih lebar.

Jadi, tahun 2025 ada kombinasi tekanan ekonomi dan geopolitik yang signifikan:

  • Kebijakan suku bunga yang lebih tinggi di Amerika
  • Hutang global yang meningkat.
  • Pergeseran rantai pasok akibat proteksionisme.
  • Ketidakpastian geopolitik yang terus berlangsung.
  • Risiko politik di Eropa yang dapat mengganggu stabilitas kawasan.

Ke lima dinamika makro ekonomi ini akan memiliki dampak yang luas, terutama bagi pasar negara berkembang seperti Indonesia, yang perlu meng antisipasi perubahan ini dengan hati-hati.