(Vibiznews – Economy & Business) Pada tanggal 2 April, yang oleh Presiden AS Donald Trump disebut sebagai “Liberation Day,” pasar keuangan global diguncang hebat. Keputusan AS untuk mengenakan tarif balasan terhadap beberapa negara, terutama China, menambah ketegangan dalam perang dagang yang telah berlangsung lama antara kedua negara besar ini. Dampaknya, bukan hanya pasar saham yang jatuh, tetapi ketidakpastian ekonomi global meningkat.
Peran Amerika Serikat dalam Ekonomi Global
Keputusan tarif AS yang diumumkan pada 2 April menjadi momen penting yang menunjukkan pergeseran besar dalam peran kepemimpinan ekonomi global AS. Setelah Presiden Nixon menghapuskan hubungan dolar dengan emas pada 1971, AS tetap menjadi kekuatan utama dalam ekonomi dunia. Namun, dengan kebijakan tarif yang diluncurkan Trump, dunia mulai meragukan apakah AS masih dapat mempertahankan peran sentralnya. Walaupun kebijakan tarif ini bisa jadi hanya langkah taktis dalam negosiasi, dampaknya terhadap reputasi dan pengaruh AS dalam perekonomian global bisa sangat mendalam.
Gelombang Tarif Baru
Sejak 5 April, semua negara dikenakan pajak impor sebesar 10% untuk masuk ke AS. Tambahan tarif lebih tinggi juga dikenakan kepada sekitar 60 negara lainnya mulai 9 April. Uni Eropa—mitra dagang terbesar AS—terkena tarif sebesar 20%, sementara China dikenai total tarif 54% setelah kenaikan 34% tambahan. China pun membalas dengan tarif serupa atas produk AS, dan Trump merespons dengan nada keras di media sosialnya.
Negara-negara Asia Pasifik juga tidak luput. Barang dari Kamboja kini dikenai tarif hampir 50%.
Panasnya Perang Dagang AS dan China
Ketegangan perdagangan antara AS dan China semakin memuncak setelah Beijing mengumumkan tindakan balasan terhadap kebijakan tarif AS yang baru. China tidak hanya menaikkan tarif impor produk AS, tetapi juga memberlakukan pembatasan ekspor bahan baku tanah jarang (rare earth) yang sangat dibutuhkan untuk industri teknologi tinggi global. Selain itu, China juga mencoba mendorong mata uangnya, yuan, untuk melemah, yang dapat mempengaruhi daya saing produk AS di pasar global.
Tidak hanya China yang terpengaruh, namun negara-negara mitra dagang AS lainnya juga mulai merasakan dampaknya. Meksiko dan Kanada, misalnya, meskipun tidak dikenakan tarif balasan, telah menyatakan keinginan untuk mendiversifikasi mitra dagang mereka, mencari alternatif di luar AS untuk mengurangi ketergantungan ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun tarif ini dirancang sebagai taktik negosiasi, dampaknya terhadap ekonomi global akan jauh lebih besar dari yang diperkirakan.
Sorotan Tertuju pada Tarif dan Data Ekonomi AS
Agenda Penting Ekonomi Pekan Ini
- Inflasi (Kamis): Data CPI (Consumer Price Index) akan menjadi sorotan. Inflasi inti diperkirakan turun tipis, namun data ini akan jadi kunci bagi proyeksi suku bunga ke depan.
- FOMC Meeting Minutes (Kamis dini hari): Risalah rapat terakhir akan memberi petunjuk soal pandangan Fed terkait inflasi dan arah kebijakan.
- Consumer Sentiment (Jumat): Survei awal dari University of Michigan diperkirakan menunjukkan penurunan sentimen konsumen, terutama karena efek kebijakan tarif mulai terasa.
Minggu lalu, sentimen kehati-hatian mendominasi pergerakan pasar setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif balasan terhadap berbagai negara, yakni sebuah kebijakan yang ia sebut sebagai ‘Liberation Day’. Tapi kenyataannya, banyak pelaku pasar justru merasa sebaliknya. Proyeksi pertumbuhan ekonomi dan inflasi jadi kacau, dan sejumlah ekonom kini memperkirakan risiko resesi global.
Pasar saham global anjlok, volatilitas melonjak, dan investor berbondong-bondong masuk ke aset aman. Indeks Dolar AS turun 1,4%, emas dan minyak ikut melemah, dan indeks VIX, juga dikenal sebagai Indeks Volatilitas CBOE (Chicago Board Options Exchange), yaitu sebuah indeks yang mengukur volatilitas pasar saham AS, naik hingga ke atas 45, level tertinggi sejak Agustus 2024.
Data Ketenagakerjaan Masih Positif
Sementara itu, data ketenagakerjaan AS untuk bulan Maret menunjukkan penambahan 228.000 pekerjaan, jauh di atas ekspektasi. Meskipun ada kenaikan sedikit pada tingkat pengangguran menjadi 4,2%, angka ini tetap menunjukkan ketahanan ekonomi AS.
Namun, kabar baik ini agak tenggelam oleh kekhawatiran pasar terhadap tarif.
Ketidakpastian Ekonomi Tinggi
Ketua The Fed, Jerome Powell, mengakui bahwa situasi saat ini sangat tidak pasti. Ia mengatakan tarif bisa menekan pertumbuhan ekonomi namun sekaligus mendorong inflasi. Dengan kata lain, Fed belum bisa memastikan arah suku bunga ke depan.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran stagflasi—yaitu saat pertumbuhan melambat tapi inflasi tinggi. Pasar kini mulai memprediksi adanya lebih dari 100 basis poin pemangkasan suku bunga hingga akhir tahun, kemungkinan dimulai pada bulan Juni.
Dampak pada Ekonomi AS: Pertumbuhan yang Lebih Lambat dan Inflasi yang Meningkat
Dampak dari perang dagang yang semakin memanas di AS sangat jelas terlihat: harga barang yang lebih tinggi dan potensi pertumbuhan yang lebih lambat. Di satu sisi, tarif yang dikenakan pada barang-barang impor akan mendorong harga naik, yang pada gilirannya bisa meningkatkan inflasi. Di sisi lain, tarif ini berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi, karena perusahaan-perusahaan AS mungkin kesulitan mengakses barang-barang murah dari luar negeri dan akan menghadapi biaya produksi yang lebih tinggi.
Namun, ada dua sisi dalam kebijakan tarif ini. Presiden Trump sendiri telah menegaskan bahwa ia siap menghadapi gangguan ekonomi ini, jika itu berarti AS dapat meningkatkan produksi dalam negeri dan mendongkrak pendapatan. Pertanyaannya adalah apakah kebijakan tarif ini hanya sebuah taktik negosiasi atau memang dirancang untuk mendorong lebih banyak produksi domestik?
Dampak pada Pasar Saham dan Kebijakan The Fed
Kebijakan tarif yang terus berkembang ini telah membuat pasar saham AS dan pasar global turun tajam. Pasar saham AS anjlok, investor beralih ke aset aman seperti emas dan obligasi. Indeks VIX, yang mengukur ketakutan pasar, melonjak tajam, mencerminkan ketidakpastian yang tinggi di kalangan investor.
Selain itu, satu pertanyaan besar yang masih menggantung adalah bagaimana The Fed akan merespons. Jika pasar saham terus jatuh dan menunjukkan tanda-tanda perlambatan ekonomi, bisakah The Fed memangkas suku bunga lebih lanjut? Ketua The Fed, Jerome Powell, sudah mengindikasikan bahwa meskipun inflasi mungkin melambat, tidak ada perubahan besar yang diharapkan pada kebijakan moneter dalam waktu dekat. Namun, ada spekulasi bahwa pemangkasan suku bunga lebih dari 100 basis poin bisa terjadi hingga akhir tahun ini, dimulai pada bulan Juni.
Uni Eropa : Economic and Monetary Union (EMU)
Dampak dari perang dagang akan bervariasi di Eropa, tetapi sebagian besar akan ditahan oleh pemulihan ekonomi yang mulai terlihat dan belanja pertahanan/infrastruktur. Data yang akan datang termasuk laporan produksi industri Jerman dan Italia serta laporan neraca berjalan Prancis.
Cina
Ketegangan antara AS dan China semakin meningkat. China membalas dengan menaikkan tarif impor dari AS sebesar 34% dan memberlakukan pembatasan pada beberapa produk. Selain itu, China juga berusaha mendorong mata uangnya, yuan, untuk melemah. Laporan CPI dan PPI Cina pada 10 April akan menjadi fokus utama, dengan CPI diperkirakan naik setelah sebelumnya turun.
Jepang
Yen Jepang lebih terpengaruh oleh pergerakan imbal hasil obligasi AS, terutama imbal hasil 10 tahun. Meskipun Bank of Japan (BOJ) sedang mencoba untuk mengetatkan kebijakan moneter, hubungan antara imbal hasil AS dan yen lebih kuat. Jepang juga akan melaporkan neraca berjalan Februari pada 8 April.
Inggris (UK)
Pergerakan sterling (pound) kini lebih dipengaruhi oleh perubahan imbal hasil obligasi AS dibandingkan dengan imbal hasil obligasi Inggris. Minggu depan, Inggris akan merilis data GDP untuk Februari. Pemulihan ekonomi diperkirakan akan terlihat meskipun ada kontraksi di sektor manufaktur.
Kanada
Dolar Kanada kini lebih sensitif terhadap perubahan imbal hasil obligasi AS, terutama obligasi dua tahun. Perang dagang AS akan memberikan dampak negatif bagi ekonomi Kanada yang sudah lemah. Bank of Canada diperkirakan akan memangkas suku bunga pada bulan-bulan mendatang.
Australia
Nilai dolar Australia dipengaruhi oleh pergerakan dolar AS dan juga dolar Kanada. Meski data ekonomi Australia tidak terlalu penting dalam waktu dekat, ada perhatian pada kebijakan moneter yang dapat berubah setelah keputusan Bank Sentral Selandia Baru pada 9 April.
Meksiko
Meskipun sudah memiliki perjanjian perdagangan perdagangan United States-Mexico-Canada Agreement (USMCA), ketidakpastian membuat bisnis dan investor terhambat. Laporan CPI Meksiko untuk Maret akan menjadi perhatian. Inflasi diperkirakan sedikit menurun dari 3,77% pada Februari.
Secara keseluruhan, pekan ini pasar global akan terus dipengaruhi oleh perkembangan perang dagang, kebijakan tarif AS, dan dampaknya terhadap ekonomi dunia. Ketidakpastian yang ditimbulkan oleh kebijakan tarif Trump, ditambah dengan kebijakan moneter yang lebih berhati-hati dari The Fed, memberikan tekanan pada pasar saham dan perekonomian global secara keseluruhan. Dengan data ekonomi yang akan datang, investor harus siap menghadapi potensi volatilitas yang lebih tinggi dalam beberapa minggu ke depan.