Bagaimana Tarif dan Geopolitik Membentuk Prospek Ekonomi Global 2025

2172
Hong Kong - Vibizmedia Photo

(Vibiznews – Economy & Business) Ketika ekonomi global mencoba bangkit dari tekanan pandemi dan inflasi, tahun 2025 memperlihatkan tantangan baru yang lebih kompleks: tarif proteksionis, perbedaan arah kebijakan moneter, dan meningkatnya ketegangan antarnegara kini menjadi risiko utama yang harus dihadapi oleh pembuat kebijakan dan pelaku pasar.

Memasuki kuartal kedua tahun 2025, meskipun inflasi mulai mereda dan pertumbuhan perlahan pulih, tahun ini tetap dibayangi oleh meningkatnya risiko geopolitik dan perbedaan arah kebijakan antar negara. Dampak jangka panjang dari tarif dan ketegangan dagang yang baru diberlakukan belum sepenuhnya terlihat dengan situasinya masih sangat dinamis.

Dua faktor besar yang menjadi ancaman utama:

  • Tarif perdagangan yang agresif dari Amerika Serikat, terutama terhadap China dan mitra dagang lainnya.
  • Ketegangan geopolitik yang menyebar dari konflik dagang ke potensi konflik militer, termasuk lonjakan belanja pertahanan dan aliansi ekonomi yang mulai pecah.

Singkatnya, dunia tidak sedang mengalami krisis ekonomi global yang besar seperti 2008 atau 2020, Tetapi dengan tarif baru-baru ini dan gesekan perdagangan yang baru mulai berlaku, dampak jangka panjangnya pada pasar global masih belum jelas.

Fundamental Ekonomi Global 2025

Pertumbuhan Ekonomi Global: Tidak Merata

Berdasarkan proyeksi IMF, pertumbuhan ekonomi global tahun 2025 diperkirakan sebesar 3,3%, level yang tergolong “stabil” namun masih di bawah rata-rata historis sebelum pandemi.

AS: Ekonomi Kuat, Tapi Terancam Inflasi Baru

  • Pertumbuhan tetap tinggi di 2,7%, didorong oleh konsumsi domestik dan investasi.
  • Namun, tarif impor yang tinggi bisa memicu inflasi baru, memperlambat laju investasi ke depan.
  • The Fed bersikap hati-hati, menahan suku bunga tetap tinggi (4,25–4,50%).

Eropa: Lesu dan Rentan

  • Zona Euro hanya tumbuh 1,0%.
  • Jerman berada di ambang resesi, Prancis dan Italia juga belum menunjukkan pemulihan berarti.
  • Eropa juga terpukul oleh lonjakan belanja militer dan potensi balasan tarif dari AS.

China: Melambat Setelah Bangkit

  • Setelah mencapai target 5% di 2024, pertumbuhan China turun ke 4,5%.
  • Masalah struktural seperti pasar properti yang rapuh, populasi menua, dan tarif AS yang baru semakin menekan.

India & Negara Berkembang

  • India berkembang pesat dengan pertumbuhan  6–7%.
  • Namun negara berkembang lain seperti Meksiko dan Eropa Timur mulai merasakan tekanan dari lemahnya perdagangan global.

Inflasi

  • Di AS, inflasi menurun menjadi 2,8% (terendah dalam lebih dari dua tahun).
  • Zona Euro juga membaik, dengan inflasi mendekati target bank sentral di 2,4%.
  • Di sisi lain, China mengalami inflasi di bawah 1%, memicu kekhawatiran akan deflasi akibat lemahnya permintaan konsumen.
  • IMF memproyeksikan inflasi global akan turun ke 4,2% tahun ini.

Kebijakan Moneter: Tidak Lagi Seragam

  • The Fed (AS) tetap mempertahankan suku bunga di kisaran 4,25%–4,50%, menunda pemangkasan karena ketidakpastian akibat tarif dan kebijakan industri.
  • Bank Sentral Eropa (ECB) justru menurunkan suku bunga ke 2,5%, karena ekonomi stagnan dan ketegangan perdagangan dengan AS meningkat.
  • Bank Sentral China melakukan pelonggaran ringan untuk menopang pertumbuhan, termasuk menambah likuiditas dan menurunkan suku bunga 10 basis poin.

Tarif Baru: Menambah Risiko Global

  • Pada awal April, pemerintahan Trump memberlakukan tarif baru sebesar 10% secara global dan hingga 50% untuk 57 negara.
  • Tarif untuk produk China melonjak ke 145%, memicu ketegangan lebih lanjut.
  • China dan Uni Eropa menyiapkan aksi balasan,
  • Kanada dan Meksiko mendapatkan pengecualian sebagian melalui perjanjian dagang United States-Mexico-Canada Agreement (USMCA ).

Pasar mulai memperkirakan  ada risiko perang dagang berkepanjangan yang bisa menghambat pertumbuhan dan meningkatkan volatilitas pasar global.

Pasar Finansial & pasar Saham Amerika  Sangat Fluktuatif.

  • Setelah pengumuman tarif pada 2 April, S&P 500 anjlok lebih dari 10% dalam dua hari, dimana hal ini adalah kejatuhan terburuk sejak Perang Dunia II.
  • Dilanjutkan dengan Trump  mengumumkan jeda tarif selama 90 hari, yang menyebabkan pasar pulih sebentar. S&P 500 melonjak 9,5% pada tanggal  9 April, merupakan  lonjakan harian tertinggi sejak 2008.
  • Namun, kekhawatiran akan konflik dagang dengan China menyebabkan pasar jatuh lagi pada 10 April, dimana S&P turun 4,6% dan Nasdaq sebesar 5,4%.

Eropa

Saham bank dan energi melemah akibat tekanan fiskal, pajak tambahan untuk sektor energi, dan naiknya anggaran pertahanan.

Harga Emas

Kenaikan harga emas yang meroket telah menjadi salah satu perkembangan keuangan paling luar biasa di awal tahun 2025. Emas telah mencapai level rekor sebagai akibat dari meningkatnya ketidakpastian geopolitik dan kekhawatiran investor terkait tekanan inflasi dari tarif. Spot emas mencapai level tertinggi sepanjang masa di $ 3.167,57 per ons pada 3 April. Ini telah meningkat sekitar 15% sejak awal tahun, dan pada 10 April masih di atas $3,100.

Pasar Obligasi dan Kredit

Tetap relatif stabil. Spread obligasi korporasi memang melebar, tapi belum menunjukkan tanda-tanda resesi besar.

Pasar Negara Berkembang

Tertekan, terutama yang bergantung pada perdagangan dan nilai dolar.

Negara pengekspor komoditas seperti negara Teluk dan beberapa negara Afrika justru diuntungkan dari naiknya harga sumber daya.

Apa Artinya Ini Bagi  Para Pelaku Pasar ?

Tahun ini ekonomi global tidak bisa dipisahkan dari politik.

Jadi tahun 2025 bukan hanya soal memantau angka inflasi atau pertumbuhan ekonomi.

Tetapi tarif, kebijakan proteksionis, dan gejolak geopolitik kini menjadi faktor utama yang membentuk risiko pasar secara real-time.

Analis dan investor tidak cukup hanya mengandalkan data makro klasik, tetapi juga  mempertimbangkan:

Pentingnya Perspektif Global

  • Diversifikasi internasional kini lebih penting, tetapi juga lebih sulit karena tarif dan pembatasan modal.
  • Komoditas dan aset aman seperti emas dan logam mulia akan tetap diminati.

Pasar Waspada terhadap Eskalasi

Pasar mungkin terlihat tenang sesekali, tapi satu eskalasi besar (perang dagang, konflik energi, ketegangan militer) bisa langsung mengguncang sistem keuangan.