(Vibiznews – Economy & Business) Pada tiga bulan pertama tahun 2025, ekonomi Amerika Serikat mulai menunjukkan tanda-tanda pelemahan yang cukup serius. Produk Domestik Bruto (PDB) mengalami kontraksi sebesar 0,3% secara tahunan (annualized), yang berarti ekonomi AS mulai menyusut untuk pertama kalinya sejak pertengahan 2022. Meski angka ini tidak terlalu besar, sinyal yang ditimbulkan cukup kuat: pertumbuhan ekonomi mulai melambat, sementara inflasi tetap tinggi. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya stagflasi, yakni saat ekonomi tidak tumbuh atau malah menyusut, tapi harga-harga terus naik.
Apa yang Terjadi, Kenapa Ekonomi Menyusut?
Penyebab utama kontraksi ekonomi ini adalah lonjakan besar dalam aktivitas impor. Banyak perusahaan Amerika mempercepat pengiriman barang dari luar negeri karena pemerintah mengumumkan tarif impor baru yang akan segera diberlakukan. Akibatnya, impor naik sangat tajam sebesar 41,3% pada kuartal pertama. Sementara itu, ekspor hanya naik sedikit, yakni 1,8%. Ketidakseimbangan ini membuat neraca perdagangan memberikan kontribusi negatif yang sangat besar terhadap PDB yakni sebesar 4,8 %.
Namun, lonjakan impor ini juga menyebabkan stok barang (inventori) di dalam negeri meningkat. Ini sebenarnya memberikan dampak positif terhadap PDB, menambah sekitar 2,25 %. Banyak dari barang yang diimpor kemungkinan digunakan untuk investasi peralatan, yang memang melonjak sebesar 22,5%. Tapi, perlu dicatat bahwa jenis pertumbuhan ini tidak sepenuhnya sehat. Peningkatan stok dan investasi yang didorong oleh kekhawatiran tarif cenderung bersifat sementara.
Tantangan Ekonomi AS
Meski ekonomi secara keseluruhan mengalami kontraksi, tidak semua komponennya buruk. Konsumsi rumah tangga yang menyumbang lebih dari dua pertiga PDB AS masih tumbuh 1,8%. Ini menunjukkan bahwa masyarakat Amerika masih tetap berbelanja, meskipun daya beli mereka mulai tertekan oleh inflasi.
Selain itu, investasi non-residensial (yang mencakup pembelian peralatan, teknologi, dan infrastruktur oleh perusahaan) naik 9,8%. Ini angka yang cukup kuat dan memberikan sinyal bahwa beberapa sektor usaha masih percaya diri untuk berekspansi, meski situasi ekonomi tidak menentu.
Namun, di sisi lain, belanja pemerintah federal mengalami penurunan cukup tajam, yakni sebesar 5,1%. Secara keseluruhan, belanja pemerintah menyusut 1,4%. Ini turut menambah tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi secara umum.
Inflasi Masih Belum Reda
Salah satu tantangan terbesar saat ini adalah inflasi yang belum juga turun. Ukuran inflasi favorit bank sentral AS (Federal Reserve), yaitu core Personal Consumption Expenditures ( PCE ) deflator, naik 3,5% pada kuartal pertama, jauh di atas target 2% yang ditetapkan The Fed. Ini menunjukkan bahwa tekanan harga tetap tinggi, meskipun ekonomi mulai melambat.
Yang lebih mengkhawatirkan, inflasi bukan hanya terjadi pada barang-barang fisik, tapi juga mulai terasa di sektor jasa seperti perhotelan, tiket pesawat, dan hiburan. Harga-harga ini menjadi lebih sulit untuk turun kembali . Hal ini membuat upaya untuk mengendalikan inflasi menjadi semakin berat.
Bagaimana Tanggapan Federal Reserve?
Federal Reserve saat ini berada dalam posisi yang sangat sulit. Di satu sisi, ekonomi melemah dan mungkin butuh stimulus berupa pemangkasan suku bunga. Di sisi lain, inflasi belum turun, sehingga menurunkan suku bunga terlalu cepat bisa memperparah kenaikan harga.
Karena itu, The Fed cenderung memilih pendekatan hati-hati. Beberapa pejabat Fed telah menyatakan bahwa mereka ingin melihat bukti lebih nyata dari perlambatan ekonomi dan turunnya tekanan harga sebelum mengambil keputusan besar seperti memangkas suku bunga.
Namun, jika kondisi terus memburuk, banyak analis memprediksi bahwa The Fed akan mulai menurunkan suku bunga pada kuartal ketiga 2025. Pasar kini memperkirakan pemangkasan suku bunga total sebesar 100 basis poin tahun ini, lebih tinggi dibandingkan proyeksi 79 basis poin yang diperkirakan seminggu sebelumnya.
Apa Dampaknya Bagi Konsumen dan Dunia Usaha?
Tekanan ekonomi mulai terasa di kalangan rumah tangga. Survei kepercayaan konsumen menunjukkan bahwa banyak orang kini lebih berhati-hati dalam membelanjakan uang. Harga barang yang tinggi dan ketidakpastian ekonomi membuat orang cemas kehilangan pekerjaan atau melihat nilai tabungan dan aset mereka menurun.
Di dunia usaha, ketidakpastian juga mulai menghambat rencana ekspansi dan perekrutan karyawan baru. Data ketenagakerjaan terbaru dari ADP menunjukkan bahwa hanya ada tambahan 62.000 pekerjaan baru di sektor swasta selama bulan April, yang merupakan pencapaian angka terendah dalam hampir satu tahun terakhir.
Apa Artinya Bagi Pasar Keuangan?
Kondisi saat ini tentu berdampak besar pada berbagai aset keuangan:
- Pasar saham kemungkinan akan tetap volatile dalam jangka pendek. Ketidakpastian arah kebijakan The Fed membuat investor cemas, meski potensi penurunan suku bunga bisa menjadi angin segar di semester kedua.
- Obligasi pemerintah cenderung diminati saat risiko resesi meningkat. Yield (imbal hasil) jangka panjang bisa turun jika pasar percaya The Fed akan memangkas suku bunga.
- Dolar AS bisa mengalami tekanan, terutama jika The Fed lebih cepat melonggarkan kebijakan dibanding bank sentral negara lain.
- Emas berpeluang naik karena dianggap sebagai aset lindung nilai terhadap inflasi dan ketidakpastian ekonomi.
- Sektor riil dan komoditas mungkin akan menghadapi tekanan besar karena kenaikan harga input dan menurunnya permintaan domestik.
Stagflasi di Depan Mata?
Ekonomi AS saat ini berada di persimpangan jalan yang rumit. Pertumbuhan mulai melambat, inflasi masih tinggi, dan kebijakan perdagangan menambah ketidakpastian. Pemerintah sedang mengurangi belanja, dunia usaha mulai hati-hati, dan konsumen menahan pengeluaran.
Bulan ini perhatian pasar akan tertuju pada laporan ketenagakerjaan, inflasi bulanan, dan pernyataan The Fed di pertemuan FOMC bulan Mei
Kombinasi antara PDB yang menyusut, inflasi yang tetap tinggi, dan tekanan politik menciptakan ketidakpastian kebijakan moneter yang tinggi. Dalam kondisi ini, The Fed harus bersikap hati-hati, menjaga kredibilitasnya, dan menghindari reaksi berlebihan terhadap tekanan jangka pendek.
Pilihan kebijakan Fed kini bukan lagi tentang menaikkan atau menurunkan suku bunga, tetapi tentang menyeimbangkan waktu dan arah tindakan di tengah tekanan yang saling bertentangan. Yakni terlalu cepat menurunkan suku bunga, atau terlalu lambat merespons pelemahan ekonomi . Hal ini dapat memperbesar risiko resesi yang lebih dalam atau inflasi yang tak terkendali. Apapun pilihannya, keputusan mereka dalam beberapa bulan ke depan akan sangat menentukan arah ekonomi dan pasar global untuk sisa tahun 2025.



