Pembicaraan Positif Trump-Jinping; Akan Dilakukan Pembicaraan Perdagangan Lanjutan

160

(Vibiznews – Economy & Business) Presiden AS Donald Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping berbicara pada hari Kamis dan sepakat bahwa para pejabat dari AS dan Tiongkok akan segera bertemu untuk melakukan pembicaraan lebih lanjut guna menyelesaikan perang dagang yang sedang berlangsung.

Trump menyatakan panggilan telepon yang “sangat baik” dengan Xi selama sekitar 90 menit, yang “hampir seluruhnya” berfokus pada perdagangan.

Panggilan telepon tersebut “menghasilkan kesimpulan yang sangat positif bagi kedua Negara,” tulis Trump dalam sebuah unggahan di Truth Social.

Untuk itu Trump mengutus Menteri Keuangan Scott Bessent, Menteri Perdagangan Howard Lutnick, dan Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer akan mewakili AS dalam pembicaraan perdagangan yang diperbarui tersebut.

Para pejabat perdagangan dari kedua negara terakhir kali bertemu pada bulan Mei di Jenewa, di mana mereka sepakat untuk sementara menurunkan tarif pembalasan atas impor dari negara masing-masing.

Namun, pemerintahan Trump menuduh Beijing memperlambat janji yang dibuat di Jenewa untuk menyetujui ekspor mineral penting tambahan, yang dikenal sebagai tanah jarang, ke Amerika Serikat.

Kementerian Luar Negeri Beijing dan Kedutaan Besar China di AS mengatakan pada hari Kamis sebelumnya bahwa Trump telah meminta panggilan telepon dengan Xi.

Trump dilaporkan sangat ingin berbicara dengan Xi, karena hubungan dagang yang sudah tegang antara kedua negara semakin memburuk dalam seminggu terakhir.

Tiongkok telah menyatakan rasa frustrasi yang mendalam dengan keputusan baru-baru ini untuk memberlakukan pembatasan baru pada visa pelajar Tiongkok. Negara itu juga menuduh pemerintahan Trump merusak kemajuan perdagangan baru-baru ini dengan mengeluarkan peringatan industri agar tidak menggunakan semikonduktor Tiongkok.

Pemerintahan Trump juga telah memberlakukan pembatasan ekspor tambahan pada chip. Gedung Putih mengklaim tindakan tersebut diperlukan untuk melindungi keamanan nasional, tetapi Beijing menganggapnya sebagai hukuman.