(Vibiznews – Economy & Business) Meskipun sempat muncul kekhawatiran awal tahun ini bahwa tarif Presiden Donald Trump akan memicu gelombang inflasi baru di Amerika Serikat, kenyataannya harga barang dan jasa di negara tersebut tetap relatif stabil.
Indeks harga belanja konsumsi pribadi (Personal Consumption Expenditures/PCE Price Index), indikator inflasi pilihan Federal Reserve naik 2,3% pada Mei, hanya sedikit di atas target tahunan bank sentral sebesar 2%. Sementara itu, Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index/CPI) untuk Mei meningkat pada laju tahunan sebesar 2,4%, lebih rendah dibandingkan ekspektasi ekonom.
Data inflasi yang relatif jinak ini mencerminkan sejumlah langkah jangka pendek yang diambil oleh pelaku bisnis untuk menahan dampak tarif. Strategi tersebut mencakup melakukan pre-order atau pembelian awal sebelum tarif berlaku, menanggung sebagian biaya tarif demi melindungi konsumen dari kenaikan harga, serta memanfaatkan celah kebijakan untuk menunda atau menurunkan pembayaran bea masuk.
“Banyak perusahaan yang kreatif dan cerdas menggunakan berbagai cara untuk menahan dampak awal tarif,” kata Gregory Daco, Kepala Ekonom EY-Parthenon, kepada CBS MoneyWatch.
Namun, bukan berarti konsumen dan bisnis telah sepenuhnya aman. Setelah selama pandemi dibebani inflasi tertinggi dalam beberapa dekade, tekanan harga akibat tarif masih mungkin muncul di semester kedua 2025. Gennadiy Goldberg, Kepala Strategi Suku Bunga AS di TD Securities, memperingatkan bahwa harga kemungkinan akan naik seiring tarif yang perlahan meningkatkan biaya impor.
“Kami masih memperkirakan dalam beberapa bulan ke depan kita akan mulai melihat dampak kebijakan perdagangan baru terhadap tingkat harga, yang pada akhirnya akan diterjemahkan menjadi inflasi yang lebih tinggi,” kata Goldberg.
Mengapa Tarif Belum Menyebabkan Inflasi Melonjak Saat Ini?
Berikut tiga alasan utama mengapa tarif belum mendorong inflasi setinggi yang diperkirakan banyak ekonom setidaknya untuk saat ini.
- Pembelian Awal untuk Menghindari Tarif
Setelah pemerintahan Trump mengumumkan serangkaian tarif terhadap Kanada, China, Meksiko, dan puluhan negara lainnya tahun ini, banyak perusahaan langsung bergerak cepat untuk melakukan pembelian awal atau front-loading atas produk, komponen, dan impor lainnya. Tujuannya jelas: menghindari beban tambahan akibat tarif.
“Mereka mencoba mengantisipasi penerapan tarif dengan mengimpor lebih cepat,” ujar Daco. “Perusahaan membeli barang yang mereka butuhkan dan menimbun stok, sehingga itulah garis pertahanan pertama terhadap tarif.”
Banyak dari persediaan tambahan tersebut kini masih tersimpan di gudang atau rak toko, memungkinkan importir untuk menunda kenaikan harga.
“Banyak retailer memesan inventori sebelum tarif mulai berlaku, sehingga barang yang mereka jual saat ini belum terkena markup tarif,” jelas Goldberg.
- Menunggu Kepastian Kebijakan Perdagangan
Selain menimbun stok, sejumlah bisnis yang menghadapi tarif lebih tinggi memilih menahan diri untuk tidak segera meneruskan kenaikan biaya kepada konsumen sambil menunggu kejelasan arah kebijakan perdagangan AS.
Pada April, pemerintahan Trump membekukan sebagian besar tarifnya selama 90 hari guna memberi ruang bagi negosiasi, dengan masa pembekuan tersebut akan berakhir pada 9 Juli mendatang. Setelah mengumumkan tarif setinggi 145% terhadap impor Tiongkok awal tahun ini, Presiden Trump dan pejabat Tiongkok pada Kamis lalu menyatakan kedua negara telah menyepakati kerangka dasar kesepakatan dagang.
“Kita mengalami puluhan perubahan kebijakan tarif dalam lima bulan terakhir. Dalam situasi yang sangat tidak pasti seperti ini, perusahaan-perusahaan yang menjual barang terkena tarif cenderung berhati-hati untuk langsung menaikkan harga,” ujar Charley Ballard, Profesor Emeritus Ekonomi di Michigan State University.
Perusahaan biasanya enggan menaikkan harga terlalu cepat karena khawatir kehilangan pelanggan dan pangsa pasar. Strategi menjaga harga tetap stabil juga menjadi langkah kompetitif di tengah ketidakpastian global saat ini.
“Pada dasarnya, sebagian bisnis memutuskan untuk tidak langsung meneruskan biaya tambahan tersebut. Mereka berkata, ‘Mari kita lihat dulu apakah kita bisa menahan selama sebulan, menunda impor, memanfaatkan stok yang ada, dan kreatif dengan strategi harga yang lebih luas,’” ungkap Daco.
- Tarif Efektif yang Lebih Rendah
Walaupun pemerintahan Trump mengumumkan tarif yang tinggi, bea masuk yang benar-benar dipungut di perbatasan AS jauh lebih rendah dibandingkan tarif resmi. Hal ini terjadi karena importir dapat menghindari tarif melalui penggunaan gudang berikat (bonded warehouses) atau zona perdagangan luar negeri (foreign trade zones).
Gudang berikat, yang umumnya terletak di dekat pelabuhan dagang utama, memungkinkan perusahaan menyimpan produk, komponen, atau input lain tanpa langsung membayar bea masuk atau pajak. Barang-barang tersebut baru dikenakan tarif ketika dilepas ke pasar domestik.
“Jika Anda memanfaatkan gudang berikat atau zona perdagangan luar negeri, Anda dapat menunda pembayaran tarif hingga barang tersebut dijual di pasar domestik,” ujar Daco. “Zona perdagangan ini ibarat area bebas tarif di wilayah AS.”
Selain itu, AS juga menerapkan berbagai pengecualian dan pembebasan tarif terhadap produk tertentu. Dalam praktiknya, hal ini membuat tarif efektif atas impor menjadi lebih rendah dibandingkan tarif rata-rata yang diumumkan pemerintah. Hingga Juni, tarif efektif AS untuk semua impor tercatat sekitar 10%, dibandingkan tarif resmi rata-rata yang mencapai 15%.
Apakah Ini Akan Bertahan Lama?
Para ekonom memperingatkan bahwa perusahaan tidak dapat menahan kenaikan harga selamanya jika tarif tetap tinggi. Ketua Federal Reserve Jerome Powell baru-baru ini mengatakan kepada Kongres bahwa tarif berpotensi memicu inflasi yang lebih tinggi mulai musim panas ini di bulan Juli sampai dengan September.
“Bagian dari penyebabnya adalah sifat tarif yang sering dihentikan dan dijalankan kembali,” kata James Rossiter, Kepala Strategi Makro Global di TD Securities.
“Bagi kami, ini bukan misteri soal apakah dampak tarif akan terasa, tetapi lebih kepada soal kesabaran untuk menunggu kapan dampaknya muncul,” tambahnya. “Biasanya diperlukan waktu sebelum kenaikan tarif diteruskan sepenuhnya ke harga konsumen. Kami memperkirakan Juli akan menjadi periode ketika dampaknya mulai terlihat.”



